Status Kepemilikan Harta Warisan bagi Orang yang Mengambil Sendiri Bagiannya (Studi Kasus di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone
TARMIZI/ 01.14.1041 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya
dan status kepemilikannya. Pokok permasalahannya adalah apa penyebab ahli waris
di Desa Mattoanging mengambil sendiri bagiannya tanpa pembagian terlebih dahulu
dan hukum mengambil sendiri bagian warisan serta status kepemilikannya. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan dua
pendekatan yakni; pendekatan sosiologis dan normatif teologis. Data dalam penelitian
ini diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada masyarakat
tertentu, yakni: Masayarakat di Desa Mattoanging yang berkaitan dengan penelitian
yakni ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya, Tokoh Masyarakat di Desa
Mattoanging dan Tokoh Agama yang luas pemahamannya dalam hukum kewarisan
Islam yang ada di Kab. Bone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab ahli waris di Desa
Mattoanging mengambil sendiri bagiannya tanpa pembagian terlebih dahulu dan
untuk mengetahui hukum mengambil sendiri bagian warisan serta status
kepemilikannya. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangsih dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya
dan ilmu keIslaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa ahli waris di Desa
Mattoanging mengambil sendiri bagiannya dan penyebabnya adalah harta warisan
tidak dibagikan setelah pewaris meninggal, tidak ada yang mengatur dan
membagikan harta warisan, adanya ahli waris yang menggunakan banyak harta
pewaris semasa hidupnya, orang yang membagi harta warisan adalah anak tertua dan
adanya ahli waris yang bersifat rakus dalam membagi harta warisan. Hukum
mengambil sendiri bagian warisan yakni relatif dengan menyesuaikan kesepakatan
dari masing-masing ahli waris saja. Apabila ahli waris yang lain tidak ada masalah
dalam arti menyetujui, maka hal tersebut boleh. Namun jika ahli waris yang lain tidak
sepakat, maka hal tersebut dilarang. Begitupula dengan status kepemilikannya yang
menyesuaikan pada hukum mengambilnya yakni apabila hukumya dibolehkan, maka
status kepemilikannya tidak diragukan sehingga harta yang diambil boleh
dimanfaatkan dan apabila hukum mengambilnya haram, maka status kepemilikannya
juga haram.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Penyebab ahli waris di Desa Mattoanging mengambil sendiri bagiannya ada
beberapa yakni: harta warisan tidak dibagikan kepada ahli waris setelah
pewaris meninggal, tidak ada orang yang mengatur atau membagi harta
warisan kepada ahli waris, adanya ahli waris yang menggunakan harta
pewaris semasa hidupnya dengan cara dijual untuk kebutuhannya, harta
warisan dibagikan oleh anak tertua yang juga sebagai ahli waris dan adanya
ahli waris yang bersifat rakus dalam membagi harta warisan. Dari beberapa
penyebab yang telah dijelaskan, menandakan bahwa penerapan pembagian
harta warisan yang dianjurkan dalam al-Qur’an dan hadis belum sepenuhnya
diterapkan terbukti dengan pembagian harta warisan yang tidak menggunakan
penakaran sebelum dilakukannya pembagian. Penyebab di atas merupakan
alasan dari ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya dan mengenai
hukumnya akan disesuaikan dengan alasannya apakah masuk akal atau tidak
dan persetujuan dari ahli waris yang lain apakah setuju atau tidak.
2. Hukum mengambil sendiri bagian warisan pada dasarnya dilarang karena
rawan menimbulkan konflik. Namun dengan adanya alasan mengapa ahli
waris mengambil sendiri bagiannya dan adanya kesepakatan dari ahli waris
yang lain membuat hukum mengambil sendiri bagian warisan menjadi relatif.
Adapun hukumnya disesuaikan dengan kesepakatan dari ahli waris yang lain
terhadap perbuatan ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya ini. Apabila
ahli waris yang lain menyepakati hal tersebut dengan mengikhlaskannya,
maka hukum mengambil sendiri bagian warisan yakni boleh. Namun apabila
ahli waris yang lain tidak menyepakati hal tersebut, maka hukum mengambil
sendiri bagian warisan itu dilarang. Begitu juga dengan status kepemilikan
harta warisan bagi ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya yang
menyeseuaikan dengan hukum mengambil sendiri bagian warisan. Apabila
hukum mengambil sendiri bagian warisan dibolehkan dengan persetujuan dari
ahli waris yang lain, maka status kepemilikannya tidak diragukan dan boleh
dimanfaatkan. Namun apabila hukum mengambil sendiri bagian warisan
diharamkan dengan tidak adanya persetujuan dari ahli waris yang lain, maka
status kepemilikannya diharamkan dalam hal ini tidak dibolehkan untuk
dimanfaatkan
B. Implikasi
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan atau mengimplikasikan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembagian harta warisan sepantasnya dilakukan dengan
mengikuti apa yang disyariatkan oleh hukum kewarisan Islam yakni dengan
menggunakan sistem perhitungan. Hal ini dimaksudkan agar ahli waris dapat
mengetahui berapa takaran yang seharusnya diambil dan untuk menghindari
konflik dalam lingkungan keluarga. Mengambil sendiri bagian warisan
seharusnya dihindari dan kembali kepada ketentuan al-Qur’an, hadis dan ijma.
Hukum membagi harta warisan dengan benar adalah ketentuan yang wajib
untuk dilaksanakan sehingga penerapan pembagian harta warisan dapat
berlangsung efektif.
2. Peran penting generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa agar
kiranya mengetahui sistem pembagian harta warisan menurut hukum
kewarisan Islam yang meliputi ketentuan-ketentuan dan bagian-bagian
warisan yang berhak didapatkan oleh ahli waris. Jika hal tersebut tidak dapat
dicapai, setidaknya pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat
harus diawasi dan disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat dan tokoh
agama agar tidak terjadi perselisihan dan kesalahpahaman dalam membagi
harta warisan. Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu kewarisan adalah
sepertiga dari ilmu pengetahuan dalam Islam yang perlu untuk dipahami.
3. Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan agar dapat membina
masyarakat dalam membagi harta warisan dengan mengajarkan tata caranya,
menegur jika cara yang dilakukan salah dan memberikan solusi jika terjadi
sengketa harta waris. Sosialisasi kepada masyarakat menjadi salah satu pilihan
agar penerapan pembagian harta warisan dapat berlangsung sesuai dengan
hukum kewarisan Islam.
dan status kepemilikannya. Pokok permasalahannya adalah apa penyebab ahli waris
di Desa Mattoanging mengambil sendiri bagiannya tanpa pembagian terlebih dahulu
dan hukum mengambil sendiri bagian warisan serta status kepemilikannya. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode dengan dua
pendekatan yakni; pendekatan sosiologis dan normatif teologis. Data dalam penelitian
ini diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada masyarakat
tertentu, yakni: Masayarakat di Desa Mattoanging yang berkaitan dengan penelitian
yakni ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya, Tokoh Masyarakat di Desa
Mattoanging dan Tokoh Agama yang luas pemahamannya dalam hukum kewarisan
Islam yang ada di Kab. Bone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab ahli waris di Desa
Mattoanging mengambil sendiri bagiannya tanpa pembagian terlebih dahulu dan
untuk mengetahui hukum mengambil sendiri bagian warisan serta status
kepemilikannya. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangsih dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya
dan ilmu keIslaman pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa ahli waris di Desa
Mattoanging mengambil sendiri bagiannya dan penyebabnya adalah harta warisan
tidak dibagikan setelah pewaris meninggal, tidak ada yang mengatur dan
membagikan harta warisan, adanya ahli waris yang menggunakan banyak harta
pewaris semasa hidupnya, orang yang membagi harta warisan adalah anak tertua dan
adanya ahli waris yang bersifat rakus dalam membagi harta warisan. Hukum
mengambil sendiri bagian warisan yakni relatif dengan menyesuaikan kesepakatan
dari masing-masing ahli waris saja. Apabila ahli waris yang lain tidak ada masalah
dalam arti menyetujui, maka hal tersebut boleh. Namun jika ahli waris yang lain tidak
sepakat, maka hal tersebut dilarang. Begitupula dengan status kepemilikannya yang
menyesuaikan pada hukum mengambilnya yakni apabila hukumya dibolehkan, maka
status kepemilikannya tidak diragukan sehingga harta yang diambil boleh
dimanfaatkan dan apabila hukum mengambilnya haram, maka status kepemilikannya
juga haram.
A. Simpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam
tulisan ini, maka dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Penyebab ahli waris di Desa Mattoanging mengambil sendiri bagiannya ada
beberapa yakni: harta warisan tidak dibagikan kepada ahli waris setelah
pewaris meninggal, tidak ada orang yang mengatur atau membagi harta
warisan kepada ahli waris, adanya ahli waris yang menggunakan harta
pewaris semasa hidupnya dengan cara dijual untuk kebutuhannya, harta
warisan dibagikan oleh anak tertua yang juga sebagai ahli waris dan adanya
ahli waris yang bersifat rakus dalam membagi harta warisan. Dari beberapa
penyebab yang telah dijelaskan, menandakan bahwa penerapan pembagian
harta warisan yang dianjurkan dalam al-Qur’an dan hadis belum sepenuhnya
diterapkan terbukti dengan pembagian harta warisan yang tidak menggunakan
penakaran sebelum dilakukannya pembagian. Penyebab di atas merupakan
alasan dari ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya dan mengenai
hukumnya akan disesuaikan dengan alasannya apakah masuk akal atau tidak
dan persetujuan dari ahli waris yang lain apakah setuju atau tidak.
2. Hukum mengambil sendiri bagian warisan pada dasarnya dilarang karena
rawan menimbulkan konflik. Namun dengan adanya alasan mengapa ahli
waris mengambil sendiri bagiannya dan adanya kesepakatan dari ahli waris
yang lain membuat hukum mengambil sendiri bagian warisan menjadi relatif.
Adapun hukumnya disesuaikan dengan kesepakatan dari ahli waris yang lain
terhadap perbuatan ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya ini. Apabila
ahli waris yang lain menyepakati hal tersebut dengan mengikhlaskannya,
maka hukum mengambil sendiri bagian warisan yakni boleh. Namun apabila
ahli waris yang lain tidak menyepakati hal tersebut, maka hukum mengambil
sendiri bagian warisan itu dilarang. Begitu juga dengan status kepemilikan
harta warisan bagi ahli waris yang mengambil sendiri bagiannya yang
menyeseuaikan dengan hukum mengambil sendiri bagian warisan. Apabila
hukum mengambil sendiri bagian warisan dibolehkan dengan persetujuan dari
ahli waris yang lain, maka status kepemilikannya tidak diragukan dan boleh
dimanfaatkan. Namun apabila hukum mengambil sendiri bagian warisan
diharamkan dengan tidak adanya persetujuan dari ahli waris yang lain, maka
status kepemilikannya diharamkan dalam hal ini tidak dibolehkan untuk
dimanfaatkan
B. Implikasi
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan atau mengimplikasikan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembagian harta warisan sepantasnya dilakukan dengan
mengikuti apa yang disyariatkan oleh hukum kewarisan Islam yakni dengan
menggunakan sistem perhitungan. Hal ini dimaksudkan agar ahli waris dapat
mengetahui berapa takaran yang seharusnya diambil dan untuk menghindari
konflik dalam lingkungan keluarga. Mengambil sendiri bagian warisan
seharusnya dihindari dan kembali kepada ketentuan al-Qur’an, hadis dan ijma.
Hukum membagi harta warisan dengan benar adalah ketentuan yang wajib
untuk dilaksanakan sehingga penerapan pembagian harta warisan dapat
berlangsung efektif.
2. Peran penting generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa agar
kiranya mengetahui sistem pembagian harta warisan menurut hukum
kewarisan Islam yang meliputi ketentuan-ketentuan dan bagian-bagian
warisan yang berhak didapatkan oleh ahli waris. Jika hal tersebut tidak dapat
dicapai, setidaknya pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat
harus diawasi dan disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat dan tokoh
agama agar tidak terjadi perselisihan dan kesalahpahaman dalam membagi
harta warisan. Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu kewarisan adalah
sepertiga dari ilmu pengetahuan dalam Islam yang perlu untuk dipahami.
3. Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan agar dapat membina
masyarakat dalam membagi harta warisan dengan mengajarkan tata caranya,
menegur jika cara yang dilakukan salah dan memberikan solusi jika terjadi
sengketa harta waris. Sosialisasi kepada masyarakat menjadi salah satu pilihan
agar penerapan pembagian harta warisan dapat berlangsung sesuai dengan
hukum kewarisan Islam.
Ketersediaan
| SS20180027 | 27/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
27/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
