Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Terhadap Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone
Muh. Resa Rizaldi/: 01.14.1055 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Impelementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Terhadap Penyelesaian Perkara Cerai
Gugat Di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone. Adapun yang menjadi pokok
masalah dalam Skripsi ini adalah : 1). Bagaimana pelaksanaan PERMA Nomor 1
Tahun 2016 terhadap penyelesaian perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Klas
1A Watampone?; 2). Apakah ada peningkatan Keberhasilan Pelaksanaan Mediasi
di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone terhadap penyelesaian perkara cerai
gugat setelah diterbitkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2016?.
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone,
jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
skunder, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif, tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini
meliputi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Data yang diperoleh kemudian
dan dianalisis secara deduktif dengan menggunakan teknik Descriptive Analysis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 terhadap penyelesaian perkara cerai
gugat dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan mediasi setelah dikeluarkannya
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Klas 1A
Watampone.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis,dapat diketahui bahwa
hakim mediator Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone menganggap bahwa
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 memberikan kontribusi yang positif bagi
terlaksananya mediasi, serta lebih memberikan ruang gerak pada para pihak dalam
melaksanakan mediasi. Dalam pelaksanaannya Pengadilan Agama Klas 1A
Watampone telah melaksanakan mediasi berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun
2016. Dalam hal hasil dari implementasi dari perma tersebut bisa dikatakan belum
efektif dalam meminimalisir angka perceraian khususnya dalam perkara cerai
gugat. Hal itu terlihat dari hasil mediasi pelaksanaan mediasi hanya ada 6 perkara
yang berhasil dimediasi dalam kurun waktu 2 tahun.
A. SIMPULAN
Setelah penulis mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi tentang,
implementasi PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi terhadap
penyelesaian perkara cerai gugat pada Pengadilan Agama Klas 1A Watampone, maka
penulis dapat menyimpulkan, Bahwasannya pelaksanaan mediasi di Pengadilan
Agama Klas 1A Watampone sudah sepenuhnya menjalankan proses mediasi sesuai
dengan ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dan menjadikan Perma tersebut sebagai acuan dalam mengaplikasikan
mediasi.
Selain itu jika dilihat dari hasil pelaksanaan PERMA tersebut, sekiranya
PERMA No. 1 Tahun 2016 belum efektif karena dari sekian banyak jumlah perkara
cerai gugat hanya ada 6 perkara yang berhasil dimediasi dalam kurun waktu 2 tahun
atau setelah diterbitkannya PERMA Nomor 1 tahun 2016. Hal tersebut terjadi karena
adanya Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun
2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini diantaranya: kehadiran para pihak,
keinginan yang tinggi untuk bercerai, minimnya hakim yang bersertifikat mediator,
serta tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone.
B. Implikasi
Dalam bagian akhir skripsi ini, penulis penulis ingin memberikan saran- saran
yang berhubungan dengan dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai
pihak yang terkait dengan yakni :
1. Kepada Kantor Urusan Agama atau yang biasanya disebut KUA dan sebagai
lembaga yang diberikan amanah oleh undang-undang untuk menikahkan
masyarakat muslim, serta Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian
Pernikahan atau yang biasa disebut BP4 agar memberikan pemahaman
pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat pada umumnya serta kepada
calon pasangan yang ingin menikah khususnya, untuk diberikan pemahaman atau
pengetahuan tentang pernikahan seperti hak dan kewajiban suami istri, sehingga
mereka mempunyai kesiapan mental yang cukup untuk menjadi bekal dalam
mengarungi bahtera rumah tangga agar terhindar dari perceraian.
2. Kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga yang membawahi Pengadilan
Agama, untuk memberikan suatu peraturan mengenai peran dan fungsi mediator
tidak dilakukan oleh hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator sehingga ada
keterpisahan anatara fungsi hakim dan mediator, atau untuk memberikan
kesempatan kepada para akademisi yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang linier dengan profesi mediator untuk mengikuti pendidikan mediator. Selain
itu penulis mengharapkan adanya aturan yang mengikat bagi para pihak yang
tidak menghadiri mediasi utamanya pada pihak penggugat.
3. Kepada Pengadilan Agama Klas 1A Watampone, pelaksanaan mediasi
hendaknya lebih ditingkatkan dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan mediasi
dan teknik penyelesaian sengketa, sehingga bisa ditemukan kekurang dalam
teknik penyelesain sengketa serta tenaga ahli dibidang mediasi lebih ditingkatkan
seperti seluruh hakim diwajibkan mempunyai sertifikat mediator, agar hakim
yang melaksanakan mediasi bisa menggunakan trik yang bai untuk mencegah
lebih banyaknya angka perceraian utamanya dalam perkara cerai gugat.
4. Kepada pemerintahan penulis berharap proses mediasi tidak hanya diatur
didalam PERMA akan lebih baiknya dijadikan Undang-undang, agar kekuatan
hukumnya lebih tinggi dan lebih kuat guna memberikan kesadaran kepada setiap
individu bahwa mediasi itu salah satu solusi pelaksanaan sengketa yang efektif.
5. Bagi para Advokat serta Kuasa Hukum yang diberi kuasa khusus untuk mediasi
agar mengutamakan penyelesaian sengketa klienya dengan jalan damai.
6. Untuk segenap civitas akademika Institut Agama Islam (IAIN) Bone jurusan
Syariah dan Ekonomi Islam khususnya program studi Hukum Keluarga Islam
agar lebih mengkaji mengenai penyelesaian perkara perceraian utamanya pada
perkara cerai gugat melalui Mediasi, karena kedepannya merupakan tantangan
bagi mahasiswa yang ingin berprofesi sebagai hakim atau yang ingin menjadi
seorang mediator. Selain itu diharapkan agar memperbanyak kegiatan seminar
ataupun workshop terkait tentang perceraian utamanya cerai gugat agar dapat
memberikan pemahaman yang lebih jauh tentang akibat hukum serta dampak
dari pelaksanaan cerai gugat.
Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Terhadap Penyelesaian Perkara Cerai
Gugat Di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone. Adapun yang menjadi pokok
masalah dalam Skripsi ini adalah : 1). Bagaimana pelaksanaan PERMA Nomor 1
Tahun 2016 terhadap penyelesaian perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Klas
1A Watampone?; 2). Apakah ada peningkatan Keberhasilan Pelaksanaan Mediasi
di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone terhadap penyelesaian perkara cerai
gugat setelah diterbitkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2016?.
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone,
jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
skunder, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif, tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini
meliputi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Data yang diperoleh kemudian
dan dianalisis secara deduktif dengan menggunakan teknik Descriptive Analysis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 terhadap penyelesaian perkara cerai
gugat dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan mediasi setelah dikeluarkannya
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Klas 1A
Watampone.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis,dapat diketahui bahwa
hakim mediator Pengadilan Agama Kelas 1A Watampone menganggap bahwa
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 memberikan kontribusi yang positif bagi
terlaksananya mediasi, serta lebih memberikan ruang gerak pada para pihak dalam
melaksanakan mediasi. Dalam pelaksanaannya Pengadilan Agama Klas 1A
Watampone telah melaksanakan mediasi berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun
2016. Dalam hal hasil dari implementasi dari perma tersebut bisa dikatakan belum
efektif dalam meminimalisir angka perceraian khususnya dalam perkara cerai
gugat. Hal itu terlihat dari hasil mediasi pelaksanaan mediasi hanya ada 6 perkara
yang berhasil dimediasi dalam kurun waktu 2 tahun.
A. SIMPULAN
Setelah penulis mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi tentang,
implementasi PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi terhadap
penyelesaian perkara cerai gugat pada Pengadilan Agama Klas 1A Watampone, maka
penulis dapat menyimpulkan, Bahwasannya pelaksanaan mediasi di Pengadilan
Agama Klas 1A Watampone sudah sepenuhnya menjalankan proses mediasi sesuai
dengan ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dan menjadikan Perma tersebut sebagai acuan dalam mengaplikasikan
mediasi.
Selain itu jika dilihat dari hasil pelaksanaan PERMA tersebut, sekiranya
PERMA No. 1 Tahun 2016 belum efektif karena dari sekian banyak jumlah perkara
cerai gugat hanya ada 6 perkara yang berhasil dimediasi dalam kurun waktu 2 tahun
atau setelah diterbitkannya PERMA Nomor 1 tahun 2016. Hal tersebut terjadi karena
adanya Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun
2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini diantaranya: kehadiran para pihak,
keinginan yang tinggi untuk bercerai, minimnya hakim yang bersertifikat mediator,
serta tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Klas 1A Watampone.
B. Implikasi
Dalam bagian akhir skripsi ini, penulis penulis ingin memberikan saran- saran
yang berhubungan dengan dikeluarkannya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, saran-saran ini penulis tujukan kepada berbagai
pihak yang terkait dengan yakni :
1. Kepada Kantor Urusan Agama atau yang biasanya disebut KUA dan sebagai
lembaga yang diberikan amanah oleh undang-undang untuk menikahkan
masyarakat muslim, serta Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian
Pernikahan atau yang biasa disebut BP4 agar memberikan pemahaman
pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat pada umumnya serta kepada
calon pasangan yang ingin menikah khususnya, untuk diberikan pemahaman atau
pengetahuan tentang pernikahan seperti hak dan kewajiban suami istri, sehingga
mereka mempunyai kesiapan mental yang cukup untuk menjadi bekal dalam
mengarungi bahtera rumah tangga agar terhindar dari perceraian.
2. Kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga yang membawahi Pengadilan
Agama, untuk memberikan suatu peraturan mengenai peran dan fungsi mediator
tidak dilakukan oleh hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator sehingga ada
keterpisahan anatara fungsi hakim dan mediator, atau untuk memberikan
kesempatan kepada para akademisi yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang linier dengan profesi mediator untuk mengikuti pendidikan mediator. Selain
itu penulis mengharapkan adanya aturan yang mengikat bagi para pihak yang
tidak menghadiri mediasi utamanya pada pihak penggugat.
3. Kepada Pengadilan Agama Klas 1A Watampone, pelaksanaan mediasi
hendaknya lebih ditingkatkan dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan mediasi
dan teknik penyelesaian sengketa, sehingga bisa ditemukan kekurang dalam
teknik penyelesain sengketa serta tenaga ahli dibidang mediasi lebih ditingkatkan
seperti seluruh hakim diwajibkan mempunyai sertifikat mediator, agar hakim
yang melaksanakan mediasi bisa menggunakan trik yang bai untuk mencegah
lebih banyaknya angka perceraian utamanya dalam perkara cerai gugat.
4. Kepada pemerintahan penulis berharap proses mediasi tidak hanya diatur
didalam PERMA akan lebih baiknya dijadikan Undang-undang, agar kekuatan
hukumnya lebih tinggi dan lebih kuat guna memberikan kesadaran kepada setiap
individu bahwa mediasi itu salah satu solusi pelaksanaan sengketa yang efektif.
5. Bagi para Advokat serta Kuasa Hukum yang diberi kuasa khusus untuk mediasi
agar mengutamakan penyelesaian sengketa klienya dengan jalan damai.
6. Untuk segenap civitas akademika Institut Agama Islam (IAIN) Bone jurusan
Syariah dan Ekonomi Islam khususnya program studi Hukum Keluarga Islam
agar lebih mengkaji mengenai penyelesaian perkara perceraian utamanya pada
perkara cerai gugat melalui Mediasi, karena kedepannya merupakan tantangan
bagi mahasiswa yang ingin berprofesi sebagai hakim atau yang ingin menjadi
seorang mediator. Selain itu diharapkan agar memperbanyak kegiatan seminar
ataupun workshop terkait tentang perceraian utamanya cerai gugat agar dapat
memberikan pemahaman yang lebih jauh tentang akibat hukum serta dampak
dari pelaksanaan cerai gugat.
Ketersediaan
| SS20180143 | 143/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
143/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
