Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mahar Yang Dikelola Oleh Mantan Suami (Studi Kasus Di Desa Mattaro Puli Kecamatan Bengo Kabupaten Bone)
Nurpadilah/ 01.14.1015 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang mahar. Pokok permasalahannya adalah mahar
yang dikelola oleh mantan suami di Kecamatan Bengo Kabupaten Bone. Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan teologis normative, sosiologis,
dan historis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
secara langsung dengan masyarakat tertentu yakni Imam Desa Mattaro Puli, Kepala
Dusun, serta masyarakat yang memahami mahar di Desa Mattaro puli.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui status mahar dalam hukum adat Bone
dan tinjauan hukum Islam terhadap mahar yang dikelola oleh mantan suami di Desa
Mattaro Puli Kecamatan Bengo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi khususnya dalam perkawinan islam, serta sumbangsih ilmu pengetahuan
dan referensibagi penulis maupun pembaca yang nantinya mampu memahami tentang
konsep mahar dalam perkawinan.
Hasil penlitian menunjukkan bahwa mahar dalam perkawinan sebagai salah
satu hal yang wajib ada. Mahar juga sebagai pemberian suami kepada istri setelah
akad nikah, dan disebutkan pada saat akad nikah berlangsung serta tidak dapat
diambil kembali bahkan setelah bercerai. Namun mayoritas masyarakat di Desa
Mattaro Puli menyatakan bahwa ada sebagian masyarakat dalam hal ini mantan suami
yang mengelola mahar, padahal mahar tersebut hak mutlak istri setelah terjadinya
hubungan badan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan mantan istri bahwa masih
banyak pasangan suami istri yang telah bercerai maharnya tetap dikelola oleh mantan
suami. Dan mantan suami pun tidak menampik hal tersebut dengan alasan bahwa
mayoritas bentuk mahar di Desa Mattaro Puli ini berupa Sawah itulah sebabnya ia
mengelola mahar tersebut. Juga mahar yang dikelola oleh mantan suami ini pun kelak
akan diberikan kepada anak sebagai bekal ketika dewasa nanti.
A. Kesimpulan
Mengacu pada pembahasan di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa
ksimpulan yang merupakan hasil dari penelitian, sebagai berikut:
1. Status mahar menurut hukum adat bugis bone merupakan pemberian wajib
bagi suami kepada istri sebagai pemberian pertama dalam status sebagai
suami istri, mahar ini hak mutlak milik istri tidak boleh diambil alih oleh
orang tua, saudara bahkan oleh suami itu sendiri. Namun, mayoritas
masyarakat di Desa Mattaro Puli menyatakan bahwa setelah bercerai jika
maharnya berupa sawah ataupun kebun maka dikelola oleh mantan suami
karena istri tidak dapat mengelolanya. Dan jika memiliki anak maka mahar
tersebut jadi milik anak jika orang tuanya bercerai sebagai bekal jika sudah
dewasa nanti.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap mahar yang dikelola oleh mantan suami
yaitu mahar merupakan pemberian suami kepada istri dengan suka rela dan
disebutkan pada saat akad nikah berlangsung dan jumlahnya telah
disepakati terlebih dahulu. Apabila bercerai sebelum bersetubuh dan
jumlahnya telah disepakati sebelumnya maka istri berhak menerima separuh
dari mahar tersebut, dan apabila bercerai sesudah bersetubuh maka mahar
tersebut tidak boleh dikembalikan.
B. Saran
Berdasarkan Uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Mantan pasangan suami istri hendaknya menempatkan mahar sesuai dengan
ajaran islam.
2. Anak bukan penghalang bagi mantan istri tetap memiliki maharnya, karena
memang pada dasarnya mahar itu memang untuk istri.
3. Kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan dalam penulisan ini.
yang dikelola oleh mantan suami di Kecamatan Bengo Kabupaten Bone. Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan teologis normative, sosiologis,
dan historis. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
secara langsung dengan masyarakat tertentu yakni Imam Desa Mattaro Puli, Kepala
Dusun, serta masyarakat yang memahami mahar di Desa Mattaro puli.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui status mahar dalam hukum adat Bone
dan tinjauan hukum Islam terhadap mahar yang dikelola oleh mantan suami di Desa
Mattaro Puli Kecamatan Bengo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi khususnya dalam perkawinan islam, serta sumbangsih ilmu pengetahuan
dan referensibagi penulis maupun pembaca yang nantinya mampu memahami tentang
konsep mahar dalam perkawinan.
Hasil penlitian menunjukkan bahwa mahar dalam perkawinan sebagai salah
satu hal yang wajib ada. Mahar juga sebagai pemberian suami kepada istri setelah
akad nikah, dan disebutkan pada saat akad nikah berlangsung serta tidak dapat
diambil kembali bahkan setelah bercerai. Namun mayoritas masyarakat di Desa
Mattaro Puli menyatakan bahwa ada sebagian masyarakat dalam hal ini mantan suami
yang mengelola mahar, padahal mahar tersebut hak mutlak istri setelah terjadinya
hubungan badan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan mantan istri bahwa masih
banyak pasangan suami istri yang telah bercerai maharnya tetap dikelola oleh mantan
suami. Dan mantan suami pun tidak menampik hal tersebut dengan alasan bahwa
mayoritas bentuk mahar di Desa Mattaro Puli ini berupa Sawah itulah sebabnya ia
mengelola mahar tersebut. Juga mahar yang dikelola oleh mantan suami ini pun kelak
akan diberikan kepada anak sebagai bekal ketika dewasa nanti.
A. Kesimpulan
Mengacu pada pembahasan di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa
ksimpulan yang merupakan hasil dari penelitian, sebagai berikut:
1. Status mahar menurut hukum adat bugis bone merupakan pemberian wajib
bagi suami kepada istri sebagai pemberian pertama dalam status sebagai
suami istri, mahar ini hak mutlak milik istri tidak boleh diambil alih oleh
orang tua, saudara bahkan oleh suami itu sendiri. Namun, mayoritas
masyarakat di Desa Mattaro Puli menyatakan bahwa setelah bercerai jika
maharnya berupa sawah ataupun kebun maka dikelola oleh mantan suami
karena istri tidak dapat mengelolanya. Dan jika memiliki anak maka mahar
tersebut jadi milik anak jika orang tuanya bercerai sebagai bekal jika sudah
dewasa nanti.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap mahar yang dikelola oleh mantan suami
yaitu mahar merupakan pemberian suami kepada istri dengan suka rela dan
disebutkan pada saat akad nikah berlangsung dan jumlahnya telah
disepakati terlebih dahulu. Apabila bercerai sebelum bersetubuh dan
jumlahnya telah disepakati sebelumnya maka istri berhak menerima separuh
dari mahar tersebut, dan apabila bercerai sesudah bersetubuh maka mahar
tersebut tidak boleh dikembalikan.
B. Saran
Berdasarkan Uraian di atas maka penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Mantan pasangan suami istri hendaknya menempatkan mahar sesuai dengan
ajaran islam.
2. Anak bukan penghalang bagi mantan istri tetap memiliki maharnya, karena
memang pada dasarnya mahar itu memang untuk istri.
3. Kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan dalam penulisan ini.
Ketersediaan
| SS20190043 | 43/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
43/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 43/2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
