Praktik Matteseng Sapi Masyarakat Bugis dalam Perspektif Ekonomi Islam di Desa Cinnong Kec. Sibulue Kab. Bone
Aswan/01.14. 3099 - Personal Name
Judul penelitian ini adalah :”Praktik Matteseng Sapi Masyarakat Bugis dalam
Perspektif Ekonomi Islam di Desa Cinnong Kec. Sibulue Kab. Bone”. Adapun
masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apa itu Matteseng sapi dan
bagaimana pelaksanaan sistem pembagian hasil anakan sapi di desa cinnong, serta
bagaimana pandangan hukum ekonomi islam tentang bagi hasil Matteseng Sapi.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan
pada pemilik (Sahib al-mal) dan peternak (Muḍārib) sapi di Desa Cinnong. Sumber
data yang penulis gunakan adalah terdiri dari sumber data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil wawancara, dan observasi dari kedua belah pihak yaitu pemilik
(Sahib al-mal) sapi dan pengelola (Muḍārib) sapi dan sumber data sekunder yaitu data
yang diperoleh melalui penelaahan buku-buku yang berkaitan dan menunjang
penelitian ini. Setelah data terkumpul penulis melakukan analisa data dengan
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa praktik
matteseng sapi merupakan suatu kerja sama antara kedua belah pihak yaitu antara
Sahib al-mal dan Muḍārib dengan cara Sahib al-mal memberikan modal berupa sapi
kepada Muḍārib untuk diternak hingga melahirkan anakan sapi yang akan menjadi
pembagian hasil dari usaha matteseng sapi ini, dalam praktik matteseng ini
menggunakan sistem bagi hasil dengan akad secara lisan. Adapun cara pembagian
dari matteseng sapi ini yaitu jika sapi yang diserahkan diawal merupakan sapi
indukan yang belum pernah melahirkan maka anak sapi yang pertama dilahirkan
indukan tersebut akan menjadi hak milik dari peternak (Muḍārib) hal ini dikarenakan
sapi yang belum pernah melahirkan waktu ternaknya akan memakan waktu yang
lama berbeda dengan sapi yang diserahkan sudah pernah melahirkan waktu ternaknya
sudah tidak memakan waktu lama lagi karena setiap setahun sekali sapi tersebut akan
melahirkan anakan sapi, jadi jika sapi yang diserhkan diawal merupakan sapi yang
sudah pernah melahirkan maka anak pertamanya milik pemilik (Sahib al-mal) sapi
tersebut. Praktik Matteseng sapi ini juga sudah sesuai dengan prinsip ekonomi islam,
dan dalam akad matteseng sapi ini tidak ada unsur paksa memaksa serta praktik
matteseng ini menggunakan prinsip tolong menolong.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian penjelasan pada pembahasan penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tradisi matteseng sapi masyarakat bugis desa cinnong adalah suatu usaha
yang terlaksana karna adanya kerja sama antara pemilik dan peternak sapi
dengan cara memberikan atau menyerahkan sapi indukan kepada orang
yang dipercayainya untuk diternak dan pembagian hasilnya menggunakan
bagi hasil anakan.
2. Cara pembagian hasil dari teseng sapi pada masyarakat desa Cinnong ialah
menggunakan sistem bagi hasil anakan, caranya ialah ketika sapi yang
diserahkan masih belum pernah melahirkan maka anakan yang pertama
menjadi hak pembagian sang peternak dan ketika sapi yang diserahkan
sudah pernah melahirkan maka anakan yang pertama dilahirkan saat berada
ditangan peternak maka anakan tersebut adalah hak milik sang pemilik sapi.
3. Pandangan hukum islam terhadap praktik matteseng sapi ini sudah
memenuhi syarat dalam prinsip hukum ekonomi islam, yaitu dilakukan
dengan suka sama suka dan tidak ada unsur paksan di dalamnya karna
mereka saling membutuhkan satu sama lain. Selain itu praktik matteseng
sapi memberikan keuntungan yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran
kepada peternak maupun pemilik sapi tentang praktik matteseng sapi ini. Adapun
saran yang penulis sampaikan yaitu sebagai berikut:
1. Praktik matteseng sapi ini sudah baik prinsip yang digunkannya yaitu
prinsip tolong menolong akan tetapi dari segi akadnya masih
menggunakan akad secara lisan, sebaiknya dalam praktik matteseng
sapi ini menggunakan akad yang secara tertulis agar lebih baik lagi.
2. Kedepannya cara pembagiannya lebih dikembangkan lagi seperti cara
pembagiannya menggunakan uang misalnya dari hasil anakan yang
pertama atau yang kedua langsung dijual dan dibagi dua antara pemilik
dan peternak tanpa harus menungggu lagi gilaran apakah anakan
pertama menjadi milik pemilik atau peternak dan kedua milik peternak
atau pemilik.
3. Praktik matteseng sapi ini lebih dikembangkan lagi dan lebih
memerhatikan lagi dalam sudut pandang ekonomi syariah agar tetap
saling tolong menolong di jalan yang Allah ridoi.
Perspektif Ekonomi Islam di Desa Cinnong Kec. Sibulue Kab. Bone”. Adapun
masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apa itu Matteseng sapi dan
bagaimana pelaksanaan sistem pembagian hasil anakan sapi di desa cinnong, serta
bagaimana pandangan hukum ekonomi islam tentang bagi hasil Matteseng Sapi.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang dilakukan
pada pemilik (Sahib al-mal) dan peternak (Muḍārib) sapi di Desa Cinnong. Sumber
data yang penulis gunakan adalah terdiri dari sumber data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil wawancara, dan observasi dari kedua belah pihak yaitu pemilik
(Sahib al-mal) sapi dan pengelola (Muḍārib) sapi dan sumber data sekunder yaitu data
yang diperoleh melalui penelaahan buku-buku yang berkaitan dan menunjang
penelitian ini. Setelah data terkumpul penulis melakukan analisa data dengan
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa praktik
matteseng sapi merupakan suatu kerja sama antara kedua belah pihak yaitu antara
Sahib al-mal dan Muḍārib dengan cara Sahib al-mal memberikan modal berupa sapi
kepada Muḍārib untuk diternak hingga melahirkan anakan sapi yang akan menjadi
pembagian hasil dari usaha matteseng sapi ini, dalam praktik matteseng ini
menggunakan sistem bagi hasil dengan akad secara lisan. Adapun cara pembagian
dari matteseng sapi ini yaitu jika sapi yang diserahkan diawal merupakan sapi
indukan yang belum pernah melahirkan maka anak sapi yang pertama dilahirkan
indukan tersebut akan menjadi hak milik dari peternak (Muḍārib) hal ini dikarenakan
sapi yang belum pernah melahirkan waktu ternaknya akan memakan waktu yang
lama berbeda dengan sapi yang diserahkan sudah pernah melahirkan waktu ternaknya
sudah tidak memakan waktu lama lagi karena setiap setahun sekali sapi tersebut akan
melahirkan anakan sapi, jadi jika sapi yang diserhkan diawal merupakan sapi yang
sudah pernah melahirkan maka anak pertamanya milik pemilik (Sahib al-mal) sapi
tersebut. Praktik Matteseng sapi ini juga sudah sesuai dengan prinsip ekonomi islam,
dan dalam akad matteseng sapi ini tidak ada unsur paksa memaksa serta praktik
matteseng ini menggunakan prinsip tolong menolong.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian penjelasan pada pembahasan penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tradisi matteseng sapi masyarakat bugis desa cinnong adalah suatu usaha
yang terlaksana karna adanya kerja sama antara pemilik dan peternak sapi
dengan cara memberikan atau menyerahkan sapi indukan kepada orang
yang dipercayainya untuk diternak dan pembagian hasilnya menggunakan
bagi hasil anakan.
2. Cara pembagian hasil dari teseng sapi pada masyarakat desa Cinnong ialah
menggunakan sistem bagi hasil anakan, caranya ialah ketika sapi yang
diserahkan masih belum pernah melahirkan maka anakan yang pertama
menjadi hak pembagian sang peternak dan ketika sapi yang diserahkan
sudah pernah melahirkan maka anakan yang pertama dilahirkan saat berada
ditangan peternak maka anakan tersebut adalah hak milik sang pemilik sapi.
3. Pandangan hukum islam terhadap praktik matteseng sapi ini sudah
memenuhi syarat dalam prinsip hukum ekonomi islam, yaitu dilakukan
dengan suka sama suka dan tidak ada unsur paksan di dalamnya karna
mereka saling membutuhkan satu sama lain. Selain itu praktik matteseng
sapi memberikan keuntungan yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran
kepada peternak maupun pemilik sapi tentang praktik matteseng sapi ini. Adapun
saran yang penulis sampaikan yaitu sebagai berikut:
1. Praktik matteseng sapi ini sudah baik prinsip yang digunkannya yaitu
prinsip tolong menolong akan tetapi dari segi akadnya masih
menggunakan akad secara lisan, sebaiknya dalam praktik matteseng
sapi ini menggunakan akad yang secara tertulis agar lebih baik lagi.
2. Kedepannya cara pembagiannya lebih dikembangkan lagi seperti cara
pembagiannya menggunakan uang misalnya dari hasil anakan yang
pertama atau yang kedua langsung dijual dan dibagi dua antara pemilik
dan peternak tanpa harus menungggu lagi gilaran apakah anakan
pertama menjadi milik pemilik atau peternak dan kedua milik peternak
atau pemilik.
3. Praktik matteseng sapi ini lebih dikembangkan lagi dan lebih
memerhatikan lagi dalam sudut pandang ekonomi syariah agar tetap
saling tolong menolong di jalan yang Allah ridoi.
Ketersediaan
| SS20190016 | 16/2019 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
16/2019
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2019
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
