Makna Filosofis Cemme Tula Bala dalam Perkawinan Adat Bugis Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Kec. Tanete Riattang Kab. Bone)
Sabrina Junaidil/ 01.14. 1014 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Makna Filosofis Cemme Tula Bala dalam Perkawinan
Adat Bugis Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Kec. Tanete Riattang
Kab. Bone). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna filosofis cemme tula
bala dan pandangan hukum Islam terhadap tradisi cemme tula bala dalam perkawinan
adat Bugis.
Untuk memperoleh jawaban terhadap dua pokok permasalahan tersebut,
peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu sebuah
penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap peristiwa yang terjadi di
lapangan. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah observasi dan
wawancara. Dengan menggunakan pendekatan atropologi dan sosiologis.
Dengan demikian, hal yang diperoleh dalam penelitian adalah cemme tula
bala atau mappasili atau lebih dikenal dengan siraman mengandung makna sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kiranya dijauhkan dari segala
mara bahaya atau bala yang dapat menimpa calon mempelai yang sebentar lagi akan
mengarungi bahtera rumah tangga atau sebagai prosesi pembersihan diri calon
mempelai sebelum melaksanakan upacara perkawinan.
Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi cemme tula bala dalam perkawinan
adat Bugis adalah pelaksanaanya tergantung pada niatnya. Apabila dimaknai sebagai
permohonan kepada Allah Swt. agar selalu dilindungi dari mara bahaya atau proses
pembersihan diri sebelum melakukan acara perkawinan maka, hukumnya mubah
(boleh), tapi apabila dimaknai untuk mengusir roh-roh jahat atau ritual untuk menolak
bala maka, hukumnya adalah haram (tidak boleh), sebab bertentangan dengan agama
Islam dan mengandung syirik.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian peneliti, maka dapat diambil sebagai
kesimpulan antara lain:
1. Makna yang terkandung dalam prosesi cemme tula bala adalah sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kiranya dijauhkan dari segala
mara bahaya atau bala yang dapat menimpa calon mempelai yang sebentar lagi
akan mengarungi bahtera rumah tangga dan sebagai proses pembersihan diri
calon mempelai sebelum melaksanakan acara perkawinan. Dalam tradisi cemme
tula bala membutuhkan berbagai peralatan, yang masing-masing peralatannya
memiliki makna.
2. Tradisi cemme tula bala merupakan adat kebiasaan atau tradisi yang dilakukan
oleh masyarakat Bugis ketika akan melaksanakan perkawinan. Dalam Islam
tidak dikenal adanya cemme tula bala (mandi tolak bala). Hanya saja, cemme
tula bala hukumnya adalah mubah (boleh) apabila tidak bertentangan dengan
hukum Islam atau dimaknai sebagai proses pembersihan diri sebelum
melaksanakan acara perkawinan. Jadi, hukumnya adalah haram (tidak boleh)
apabila dimaknai sebagai ritual untuk mengusir roh-roh jahat. Karena dianggap
bertentangan dengan hukum Islam dan mengandung kesyirikan. Sebab dengan
begitu orang yang melakukannya akan memiliki keparcayaan bahwa dengan
mandi maka akan terhindar dari bala yang akan datang. Tapi dalam konteks
tradisi cemme tula bala dalam perkawinan adat bugis dianggap tidak haram
karena dari awal munculnya tradisi ini memang orang terdahulu menjadikannya
sebagai doa atau permohonan kepada Allah Swt. Atau orang terdahulu
menyebutnya Dewata Seuwae (sebelum masuknya Islam).
B. Saran
1. Penulis mengharapkan agar generasi penerus dapat tetap melestarikan tradisi
yang dinilai baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sebaliknya
meninggalkan tradisi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam atau
mengandung hal-hal yang bersifat syirik.
2. Kepada masyarakat Bugis agar lebih memahami makna-makna yang
terkandung pada setiap prosesi pelaksanaan perkawinan adat Bugis, sehingga
dapat membedakan prosesi-prosesi yang bisa dikerjakan dan yang harus
ditinggalkan. Kepada masyarakat Bugis agar lebih memahami bahwa prosesi
cemme tula bala ini hanya merupakan prosesi permohonan kepada Allah agar
calon mempelai dilindungi dari segara macam bahaya yang akan datang.
Adat Bugis Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Kec. Tanete Riattang
Kab. Bone). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna filosofis cemme tula
bala dan pandangan hukum Islam terhadap tradisi cemme tula bala dalam perkawinan
adat Bugis.
Untuk memperoleh jawaban terhadap dua pokok permasalahan tersebut,
peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu sebuah
penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap peristiwa yang terjadi di
lapangan. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah observasi dan
wawancara. Dengan menggunakan pendekatan atropologi dan sosiologis.
Dengan demikian, hal yang diperoleh dalam penelitian adalah cemme tula
bala atau mappasili atau lebih dikenal dengan siraman mengandung makna sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar kiranya dijauhkan dari segala
mara bahaya atau bala yang dapat menimpa calon mempelai yang sebentar lagi akan
mengarungi bahtera rumah tangga atau sebagai prosesi pembersihan diri calon
mempelai sebelum melaksanakan upacara perkawinan.
Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi cemme tula bala dalam perkawinan
adat Bugis adalah pelaksanaanya tergantung pada niatnya. Apabila dimaknai sebagai
permohonan kepada Allah Swt. agar selalu dilindungi dari mara bahaya atau proses
pembersihan diri sebelum melakukan acara perkawinan maka, hukumnya mubah
(boleh), tapi apabila dimaknai untuk mengusir roh-roh jahat atau ritual untuk menolak
bala maka, hukumnya adalah haram (tidak boleh), sebab bertentangan dengan agama
Islam dan mengandung syirik.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian peneliti, maka dapat diambil sebagai
kesimpulan antara lain:
1. Makna yang terkandung dalam prosesi cemme tula bala adalah sebagai
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kiranya dijauhkan dari segala
mara bahaya atau bala yang dapat menimpa calon mempelai yang sebentar lagi
akan mengarungi bahtera rumah tangga dan sebagai proses pembersihan diri
calon mempelai sebelum melaksanakan acara perkawinan. Dalam tradisi cemme
tula bala membutuhkan berbagai peralatan, yang masing-masing peralatannya
memiliki makna.
2. Tradisi cemme tula bala merupakan adat kebiasaan atau tradisi yang dilakukan
oleh masyarakat Bugis ketika akan melaksanakan perkawinan. Dalam Islam
tidak dikenal adanya cemme tula bala (mandi tolak bala). Hanya saja, cemme
tula bala hukumnya adalah mubah (boleh) apabila tidak bertentangan dengan
hukum Islam atau dimaknai sebagai proses pembersihan diri sebelum
melaksanakan acara perkawinan. Jadi, hukumnya adalah haram (tidak boleh)
apabila dimaknai sebagai ritual untuk mengusir roh-roh jahat. Karena dianggap
bertentangan dengan hukum Islam dan mengandung kesyirikan. Sebab dengan
begitu orang yang melakukannya akan memiliki keparcayaan bahwa dengan
mandi maka akan terhindar dari bala yang akan datang. Tapi dalam konteks
tradisi cemme tula bala dalam perkawinan adat bugis dianggap tidak haram
karena dari awal munculnya tradisi ini memang orang terdahulu menjadikannya
sebagai doa atau permohonan kepada Allah Swt. Atau orang terdahulu
menyebutnya Dewata Seuwae (sebelum masuknya Islam).
B. Saran
1. Penulis mengharapkan agar generasi penerus dapat tetap melestarikan tradisi
yang dinilai baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sebaliknya
meninggalkan tradisi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam atau
mengandung hal-hal yang bersifat syirik.
2. Kepada masyarakat Bugis agar lebih memahami makna-makna yang
terkandung pada setiap prosesi pelaksanaan perkawinan adat Bugis, sehingga
dapat membedakan prosesi-prosesi yang bisa dikerjakan dan yang harus
ditinggalkan. Kepada masyarakat Bugis agar lebih memahami bahwa prosesi
cemme tula bala ini hanya merupakan prosesi permohonan kepada Allah agar
calon mempelai dilindungi dari segara macam bahaya yang akan datang.
Ketersediaan
| SS20180154 | 154/2018 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
154/2018
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2018
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
