Tanggung Jawab Pemenuhan Hak Atas Akses Layanan Publik bagi Tunawicara di Rumah Sakit Kota Watampon
Andi Sahra/741352023031 - Personal Name
Penelitian ini membahas tentang tanggung tawab pemenuhan hak atas
akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit kota Watampone. Pokok
permasalahan dalam tesis ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah daerah
dalam memenuhi hak atas akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit
kota Watampone, serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi
hak atas akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit kota Watampone.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empirik. Sumber data dari
penelitian ini ada tiga yaitu sumber data primer, sekunder dan tersier. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi (pengamatan), wawancara
(interview), dan dokumentasi. Kemudian data diolah dengan tahapan reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas akses layanan
publik bagi tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru dan Rumah
Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana kota Watampone masih belum optimal.
Ketiadaan interpreter bahasa isyarat, minimnya pelatihan bagi tenaga medis, serta
belum adanya kebijakan khusus yang inklusif menunjukkan kurangnya perhatian
terhadap kebutuhan komunikasi pasien tunawicara, sehingga mereka mengalami
kesulitan menyampaikan keluhan medis dan memperoleh layanan kesehatan
secara setara. Kemudian dalam pandangan Islam ketidakterpenuhinya hak layanan
publik bagi penyandang disabilitas khususnya tunawicara berarti mengabaikan
prinsip Islam seperti al-rahmah, al-‘adalah, dan maslahah ‘ammah yang menjadi
dasar pelayanan manusiawi dan adil. Dalam konsep maqasid al-syariah
menunjukkan bahwa hak akses layanan publik bagi tunawicara khususnya
layanan kesehatan termasuk hifz al-nafs (perlindungn jiwa) yang merupakan
tujuan utama syariat Islam. Adapun upaya pemenuhan hak atas akses layanan
publik bagi tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana melalui
penerbitan Surat Keputusan penunjukan staf sebagai penerjemah bahasa isyarat.
Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru berupaya memenuhi
tanggung jawab institusionalnya dengan mengarahkan staf humas sebagai
pendamping alternatif.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil rumusan masalah yang
telah dilakukan oleh penulis, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Pemenuhan hak atas akses layanan publik di Rumah Sakit Umum
Daerah Tenriawaru dan Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana
Kota Watampone masih belum optimal. Ketiadaan interpreter bahasa
isyarat, minimnya pelatihan bagi tenaga medis, serta belum adanya
kebijakan khusus yang inklusif menunjukkan kurangnya perhatian
terhadap kebutuhan komunikasi pasien tunawicara. Kasus-kasus yang
terjadi menunjukkan bahwa pasien tunawicara mengalami hambatan
serius dalam menyampaikan keluhan medis dan memperoleh layanan
secara setara. Hal ini mencerminkan adanya pelanggaran terhadap
prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi dalam hak atas layanan
kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang responsif dan
berbasis hak asasi manusia, termasuk penyediaan pelatihan bahasa
isyarat, perekrutan interpreter, serta pelibatan organisasi penyandang
disabilitas dalam perumusan kebijakan agar layanan publik benar-benar
inklusif bagi seluruh warga negara.
2. Islam memandang pemenuhan hak ini sama seperti kebutuhan pokok,
dalam konteks maqāṣid al-syarī‘ah, pemenuhan hak atas akses layanan
publik, terutama layanan kesehatan bagi penyandang tunawicara,
termasuk dalam kategori ḥifẓ al-nafs (perlindungan jiwa), yang
merupakan salah satu tujuan utama dari syariat Islam. Hambatan
komunikasi yang dihadapi oleh tunawicara dalam mengakses layanan
kesehatan tidak hanya berisiko terhadap keselamatan jiwa, tetapi juga
mencerminkan kegagalan negara dan institusi publik dalam menjalankan
tanggung jawab moral dan syar’i mereka sebagai pengemban amanah.
3. Upaya pemenuhan hak atas akses layanan publik bagi penyandang
tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana melalui
penerbitan Surat Keputusan penunjukan staf sebagai penerjemah bahasa
isyarat. Namun, upaya ini dianggap kurang optimal karena staf yang
merangkap sebagai penerjemah juga memiliki tanggung jawab utama
sebagai staf bagian layanan promosi rumah sakit, sehingga mereka tidak
selalu hadir di area layanan administrasi. Sementara itu, di Rumah Sakit
Umum Daerah Tenriawaru menunjukkan komitmen awal dalam
mewujudkan pelayanan publik yang inklusif bagi pasien tunawicara
melalui pelaksanaan visitasi dan pemanfaatan diskresi administratif.
Meskipun belum memiliki sumber daya memadai untuk menunjuk
penerjemah bahasa isyarat secara khusus, rumah sakit tetap berupaya
memenuhi tanggung jawab institusionalnya dengan mengarahkan staf
humas sebagai pendamping alternatif. Meskipun upaya ini dinilai belum
optimal, namun langkah ini mencerminkan bentuk tanggung jawab
adaptif dalam merespons keterbatasan struktural, serta menjadi indikasi
adanya kesadaran dan itikad baik untuk menjamin hak atas akses
layanan publik yang setara bagi penyandang disabilitas, khususnya
tunawicara.
B. Implikasi Penelitian
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bone bersama instansi terkait (rumah sakit)
diharapkan dapat mengoptimalkan upaya penyediaan sarana komunikasi
alternatif dilayanan publik bagi tunawicara, seperti penerjemah bahasa
isyarat, serta menyelenggarakan pelatihan khusus bagi tenaga medis guna
meningkatkan kemampuan komunikasi dengan penyandang tunawicara.
2. Perlu dilakukan perumusan kebijakan internal yang inklusif di rumah sakit
berdasarkan kewenangan atribusi dan delegatif, serta memastikan
keterlibatan aktif organisasi Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia
(PPDI) Kabupaten Bone dalam proses perencanaan dan pengambilan
kebijakan layanan publik yang responsif terhadap kebutuhan kelompok
disabilitas.
3. Hukum Islam menekankan keadilan, kesetaraan, dan perlindungan hak
setiap individu, termasuk tunawicara dalam proses pelayanan publik.
Penyediaan interpreter sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam, guna
memenuhi hak atas akses layana publik bagi tunawicra di rumah sakit.
akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit kota Watampone. Pokok
permasalahan dalam tesis ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah daerah
dalam memenuhi hak atas akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit
kota Watampone, serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi
hak atas akses layanan publik bagi tunawicara di rumah sakit kota Watampone.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empirik. Sumber data dari
penelitian ini ada tiga yaitu sumber data primer, sekunder dan tersier. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi (pengamatan), wawancara
(interview), dan dokumentasi. Kemudian data diolah dengan tahapan reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas akses layanan
publik bagi tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru dan Rumah
Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana kota Watampone masih belum optimal.
Ketiadaan interpreter bahasa isyarat, minimnya pelatihan bagi tenaga medis, serta
belum adanya kebijakan khusus yang inklusif menunjukkan kurangnya perhatian
terhadap kebutuhan komunikasi pasien tunawicara, sehingga mereka mengalami
kesulitan menyampaikan keluhan medis dan memperoleh layanan kesehatan
secara setara. Kemudian dalam pandangan Islam ketidakterpenuhinya hak layanan
publik bagi penyandang disabilitas khususnya tunawicara berarti mengabaikan
prinsip Islam seperti al-rahmah, al-‘adalah, dan maslahah ‘ammah yang menjadi
dasar pelayanan manusiawi dan adil. Dalam konsep maqasid al-syariah
menunjukkan bahwa hak akses layanan publik bagi tunawicara khususnya
layanan kesehatan termasuk hifz al-nafs (perlindungn jiwa) yang merupakan
tujuan utama syariat Islam. Adapun upaya pemenuhan hak atas akses layanan
publik bagi tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana melalui
penerbitan Surat Keputusan penunjukan staf sebagai penerjemah bahasa isyarat.
Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru berupaya memenuhi
tanggung jawab institusionalnya dengan mengarahkan staf humas sebagai
pendamping alternatif.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil rumusan masalah yang
telah dilakukan oleh penulis, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:
1. Pemenuhan hak atas akses layanan publik di Rumah Sakit Umum
Daerah Tenriawaru dan Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana
Kota Watampone masih belum optimal. Ketiadaan interpreter bahasa
isyarat, minimnya pelatihan bagi tenaga medis, serta belum adanya
kebijakan khusus yang inklusif menunjukkan kurangnya perhatian
terhadap kebutuhan komunikasi pasien tunawicara. Kasus-kasus yang
terjadi menunjukkan bahwa pasien tunawicara mengalami hambatan
serius dalam menyampaikan keluhan medis dan memperoleh layanan
secara setara. Hal ini mencerminkan adanya pelanggaran terhadap
prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi dalam hak atas layanan
kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang responsif dan
berbasis hak asasi manusia, termasuk penyediaan pelatihan bahasa
isyarat, perekrutan interpreter, serta pelibatan organisasi penyandang
disabilitas dalam perumusan kebijakan agar layanan publik benar-benar
inklusif bagi seluruh warga negara.
2. Islam memandang pemenuhan hak ini sama seperti kebutuhan pokok,
dalam konteks maqāṣid al-syarī‘ah, pemenuhan hak atas akses layanan
publik, terutama layanan kesehatan bagi penyandang tunawicara,
termasuk dalam kategori ḥifẓ al-nafs (perlindungan jiwa), yang
merupakan salah satu tujuan utama dari syariat Islam. Hambatan
komunikasi yang dihadapi oleh tunawicara dalam mengakses layanan
kesehatan tidak hanya berisiko terhadap keselamatan jiwa, tetapi juga
mencerminkan kegagalan negara dan institusi publik dalam menjalankan
tanggung jawab moral dan syar’i mereka sebagai pengemban amanah.
3. Upaya pemenuhan hak atas akses layanan publik bagi penyandang
tunawicara di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Pancaitana melalui
penerbitan Surat Keputusan penunjukan staf sebagai penerjemah bahasa
isyarat. Namun, upaya ini dianggap kurang optimal karena staf yang
merangkap sebagai penerjemah juga memiliki tanggung jawab utama
sebagai staf bagian layanan promosi rumah sakit, sehingga mereka tidak
selalu hadir di area layanan administrasi. Sementara itu, di Rumah Sakit
Umum Daerah Tenriawaru menunjukkan komitmen awal dalam
mewujudkan pelayanan publik yang inklusif bagi pasien tunawicara
melalui pelaksanaan visitasi dan pemanfaatan diskresi administratif.
Meskipun belum memiliki sumber daya memadai untuk menunjuk
penerjemah bahasa isyarat secara khusus, rumah sakit tetap berupaya
memenuhi tanggung jawab institusionalnya dengan mengarahkan staf
humas sebagai pendamping alternatif. Meskipun upaya ini dinilai belum
optimal, namun langkah ini mencerminkan bentuk tanggung jawab
adaptif dalam merespons keterbatasan struktural, serta menjadi indikasi
adanya kesadaran dan itikad baik untuk menjamin hak atas akses
layanan publik yang setara bagi penyandang disabilitas, khususnya
tunawicara.
B. Implikasi Penelitian
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bone bersama instansi terkait (rumah sakit)
diharapkan dapat mengoptimalkan upaya penyediaan sarana komunikasi
alternatif dilayanan publik bagi tunawicara, seperti penerjemah bahasa
isyarat, serta menyelenggarakan pelatihan khusus bagi tenaga medis guna
meningkatkan kemampuan komunikasi dengan penyandang tunawicara.
2. Perlu dilakukan perumusan kebijakan internal yang inklusif di rumah sakit
berdasarkan kewenangan atribusi dan delegatif, serta memastikan
keterlibatan aktif organisasi Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia
(PPDI) Kabupaten Bone dalam proses perencanaan dan pengambilan
kebijakan layanan publik yang responsif terhadap kebutuhan kelompok
disabilitas.
3. Hukum Islam menekankan keadilan, kesetaraan, dan perlindungan hak
setiap individu, termasuk tunawicara dalam proses pelayanan publik.
Penyediaan interpreter sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam, guna
memenuhi hak atas akses layana publik bagi tunawicra di rumah sakit.
Ketersediaan
| 741352023031 | 52/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
52/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis HTN
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
