Analisis Hukum Terhadap Penetapan Gelar Bangsawan Andi Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone
Andi Syahri Juwita Aksa/741352023004 - Personal Name
Penelitian ini membahas analisis hukum terhadap penetapan gelar bangsawan
Andi berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone, dengan
menganalisis peroses penetapan gelar bangsawan Andi oleh Pengadilan Negeri
Watampone, analisis hukum positif terkait penetapan gelar bangsawan Andi oleh
Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone, serta akibat hukum dan dampak sosial
kultural yang timbul pasca penetapan gelar bangsawan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan didukung data lapangan melalui studi kasus Penetapan
No.90/Pdt.P/2024/PN Wtp.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, yuridis sosiologis dan sejarah kebangsawanan. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan tiga
tahap yaitu tahap reduksi data,penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan hanya berwenang
menetapkan penyesuaian nama berdasarkan perbedaan pencatatan administratif, bukan
untuk menetapkan gelar kebangsawanan. Dalam kasus yang diteliti, meskipun
permohonan penyesuaian nama dikabulkan, sebagian masyarakat menafsir bahwa
Pengadilan turut memberikan legitimasi terhadap gelar Andi, yang berpotensi
menciptakan kesalahpahaman hukum. Secara hukum positif, belum ada regulasi
spesifik yang mengatur mekanisme pemberian atau legalisasi gelar adat melalui
Pengadilan, sehingga hal ini menimbulkan kekosongan hukum (rechtsvacum) dan
berpotensi disalahgunakan. Di sisi lain, dari perspektif hukum adat, gelar Andi tetap
memerlukan pengakuan genealogis dari struktur adat, bukan dari lembaga adat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil rumusan masalah dan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Proses penetapan gelar bangsawan Andi yang dilakukan melalui permohonan
Voluntair di Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone semata-mata bersifat
administratif keperdataan dan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
terhadap identitas pribadi pemohon. Pengadilan tidak memiliki kewenangan
dalam konteks struktur sosial adat, melainkan hanya memastikan bahwa nama
yang berbeda-beda dalam dokumen resmi seperti KTP, Ijazah, Akta kelahiran,
merujuk pada orang yang sama. Penetapan pengadilan bersifat deklaratif ini
tidak menciptakan status baru, tetapi hanya mengakui dan menegaskan keadaan
hukum yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, pengadilan hanya
berfungsi sebagai lembaga yang mengesahkan kesesuaian identitas dalam
rangka mendukung keabsahan data kependudukan yang sah secara hukum
formal. Ditinjau dari teori kepastian hukum, permohonan tersebut bukan semata-
mata untuk mendapatkan gelar Andi karena gelar itu sudah ada sebelumnya,
tetapi untuk menyamakan data identitas yang berbeda pada berbagai dokumen
resmi. Penetapan Pengadilan memberikan jalan agar pemohon dapat diakui
secaralegal sebagai satu individu yang sama dalam semua catatan sipil. Ini
adalah bentuk konkret dari Rechtzekerheid atau kepastian hukum.
2. Secara normatif tidak terdapat satupun peraturan perundang-undangan yang
secara eksplisit mengatur mengenai pengesahan gelar adat seperti Andi. Namun
melalui pendekatan interpretatif terhadap Pasal 52 KUH Perdata mengenai
perubahan status sipil, serta ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor
48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, terdapat dasar hukum yang cukup
bagi hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonan yang berkaitan
dengan penyesuaian identitas yang mengandung nilai adat dan sosial. Dengan
demikian meskipun tidak ada spesifik mengatur gelar adat, sistem hukum
nasional tetap memberikan ruang pengakuan terhadap eksistensi nilai-nilai
hukum adat dalam konteks keadilan subtantif yang hidup di masyarakat.
Ditinjau dari teori hukum positif, menunjukkan batasan yuridiksi hukum positif
serta peran Pengadilan dalam menjaga tertib administrasi penduduk. Penjelasan
hakim yang menghindari pemberian status kebangsawanan secara subtantif juga
mempertegas dominasi pendekatan hukum formal dalam analisis ini.
3. Penetapan Pengadilan yang menyatakan bahwa nama pemohon yang lama dan
nama bergelar Andi merujuk pada orang yang sama, secara hukum memberikan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap identitas sipil/keperdataan
pemohon, khususnya dalam hal administrasi kepedudukan, kepegawaian, dan
hak-hak konstitusional lainnya. Akan tetapi, dari sisi sosial budaya, langkah ini
memunculkan respon berbeda di masyarakat. Sebagian masyarakat melihat
penetapan ini sebagai upaya positif untuk meluruskan identitas berdasarkan
silsilah keluarga, tetapi sebagian lainnya justru mengkhawatirkan bahwa tanpa
verifikasi ketat dari lembaga adat, gelar Andi bisa disalahgunakan atau
kehilangan nilai sakralnya. Dengan demikian, meskipun penetapan tersebut sah
secara hukum, belum tentu serta merta sah secara sosial dalam konteks adat
Bugis Bone. Ditinjau dari teori Maslahat, penetapan pengadilan tersebut
membawa maslahah sosial karena menghindari stigma, dan memperkuat
identitas sosial. Sementara ditinjau dari teori hukum adat, penetapan nama yang
mengandung gelar Andi oleh Pengadilan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai
legitimasi atas status kebangsawanan, hal ini memperlihatkan bahwa meskipun
secara hukum formal keputusan tersebut bersifat administratif, namun dalam
realitas sosial budaya masyarakat keputusan tersebut diterjemahkan sebagai
pengukuhan status adat, tidak melalui verifikasi ketat dari lembaga adat.
B. Implikasi Penelitian
1. Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, proses penetapan gelar Andi hanya
bersifat administratif deklaratif dan tidak memiliki legitimasi adat subtantif,
maka ke depan dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian dari para hakim agar
tidak melampaui batas yuridiksi voluntair. Implikasinya, Mahkama Agung perlu
memberikan pedoman teknis yang lebih rinci untuk mencegah Pengadilan
Negeri salah dimaknai sebagai lembaga pemberi gelar Kebangsawanan. Ini
penting agar publik memahami bahwa pengadilan tidak menetapkan status sosial
adat, melainkan hanya menyelesaikan permasalahan administrasi identitas.
2. Hukum positif Indonesia tidak secara eksplisit mengatur tentang pengesahan
gelar adat seperti Andi, muncul kebutuhan mendesak agar pembentuk Undang-
Undang atau lembaga terkait merumuskan regulasi nasional yang memayungi
praktis legalisasi nama yang mengandung gelar adat. Dengan begitu, setiap
putusan Pengadilan yang bersifat administratif tetap memiliki standar hukum
yang seragam dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kultural yang sudah
mapan di masyarakat.
3. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa penetapan pengadilan atas
nama bergelar Andi menimbulkan reaksi sosial yang beragam baik penerimaan
maupun penolakan, maka proses hukum seperti ini semestinya dirancang agar
membuka ruang partisipasi aktif dari komunitas adat. Implikasinya adalah
penting bagi instansi hukum dan pemerintah daerah untuk menyusun mekanisme
kolaboratif antara pengadilan dan lembaga adat agar nilai-nilai budaya tetap
dilestarikan, dan pengesahan administratif tidak menjadi jalan pintas untuk
memperoleh status sosial secara instan.
Andi berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone, dengan
menganalisis peroses penetapan gelar bangsawan Andi oleh Pengadilan Negeri
Watampone, analisis hukum positif terkait penetapan gelar bangsawan Andi oleh
Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone, serta akibat hukum dan dampak sosial
kultural yang timbul pasca penetapan gelar bangsawan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan didukung data lapangan melalui studi kasus Penetapan
No.90/Pdt.P/2024/PN Wtp.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, yuridis sosiologis dan sejarah kebangsawanan. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan tiga
tahap yaitu tahap reduksi data,penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan hanya berwenang
menetapkan penyesuaian nama berdasarkan perbedaan pencatatan administratif, bukan
untuk menetapkan gelar kebangsawanan. Dalam kasus yang diteliti, meskipun
permohonan penyesuaian nama dikabulkan, sebagian masyarakat menafsir bahwa
Pengadilan turut memberikan legitimasi terhadap gelar Andi, yang berpotensi
menciptakan kesalahpahaman hukum. Secara hukum positif, belum ada regulasi
spesifik yang mengatur mekanisme pemberian atau legalisasi gelar adat melalui
Pengadilan, sehingga hal ini menimbulkan kekosongan hukum (rechtsvacum) dan
berpotensi disalahgunakan. Di sisi lain, dari perspektif hukum adat, gelar Andi tetap
memerlukan pengakuan genealogis dari struktur adat, bukan dari lembaga adat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil rumusan masalah dan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Proses penetapan gelar bangsawan Andi yang dilakukan melalui permohonan
Voluntair di Pengadilan Negeri Kelas 1A Watampone semata-mata bersifat
administratif keperdataan dan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
terhadap identitas pribadi pemohon. Pengadilan tidak memiliki kewenangan
dalam konteks struktur sosial adat, melainkan hanya memastikan bahwa nama
yang berbeda-beda dalam dokumen resmi seperti KTP, Ijazah, Akta kelahiran,
merujuk pada orang yang sama. Penetapan pengadilan bersifat deklaratif ini
tidak menciptakan status baru, tetapi hanya mengakui dan menegaskan keadaan
hukum yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, pengadilan hanya
berfungsi sebagai lembaga yang mengesahkan kesesuaian identitas dalam
rangka mendukung keabsahan data kependudukan yang sah secara hukum
formal. Ditinjau dari teori kepastian hukum, permohonan tersebut bukan semata-
mata untuk mendapatkan gelar Andi karena gelar itu sudah ada sebelumnya,
tetapi untuk menyamakan data identitas yang berbeda pada berbagai dokumen
resmi. Penetapan Pengadilan memberikan jalan agar pemohon dapat diakui
secaralegal sebagai satu individu yang sama dalam semua catatan sipil. Ini
adalah bentuk konkret dari Rechtzekerheid atau kepastian hukum.
2. Secara normatif tidak terdapat satupun peraturan perundang-undangan yang
secara eksplisit mengatur mengenai pengesahan gelar adat seperti Andi. Namun
melalui pendekatan interpretatif terhadap Pasal 52 KUH Perdata mengenai
perubahan status sipil, serta ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor
48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, terdapat dasar hukum yang cukup
bagi hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonan yang berkaitan
dengan penyesuaian identitas yang mengandung nilai adat dan sosial. Dengan
demikian meskipun tidak ada spesifik mengatur gelar adat, sistem hukum
nasional tetap memberikan ruang pengakuan terhadap eksistensi nilai-nilai
hukum adat dalam konteks keadilan subtantif yang hidup di masyarakat.
Ditinjau dari teori hukum positif, menunjukkan batasan yuridiksi hukum positif
serta peran Pengadilan dalam menjaga tertib administrasi penduduk. Penjelasan
hakim yang menghindari pemberian status kebangsawanan secara subtantif juga
mempertegas dominasi pendekatan hukum formal dalam analisis ini.
3. Penetapan Pengadilan yang menyatakan bahwa nama pemohon yang lama dan
nama bergelar Andi merujuk pada orang yang sama, secara hukum memberikan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap identitas sipil/keperdataan
pemohon, khususnya dalam hal administrasi kepedudukan, kepegawaian, dan
hak-hak konstitusional lainnya. Akan tetapi, dari sisi sosial budaya, langkah ini
memunculkan respon berbeda di masyarakat. Sebagian masyarakat melihat
penetapan ini sebagai upaya positif untuk meluruskan identitas berdasarkan
silsilah keluarga, tetapi sebagian lainnya justru mengkhawatirkan bahwa tanpa
verifikasi ketat dari lembaga adat, gelar Andi bisa disalahgunakan atau
kehilangan nilai sakralnya. Dengan demikian, meskipun penetapan tersebut sah
secara hukum, belum tentu serta merta sah secara sosial dalam konteks adat
Bugis Bone. Ditinjau dari teori Maslahat, penetapan pengadilan tersebut
membawa maslahah sosial karena menghindari stigma, dan memperkuat
identitas sosial. Sementara ditinjau dari teori hukum adat, penetapan nama yang
mengandung gelar Andi oleh Pengadilan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai
legitimasi atas status kebangsawanan, hal ini memperlihatkan bahwa meskipun
secara hukum formal keputusan tersebut bersifat administratif, namun dalam
realitas sosial budaya masyarakat keputusan tersebut diterjemahkan sebagai
pengukuhan status adat, tidak melalui verifikasi ketat dari lembaga adat.
B. Implikasi Penelitian
1. Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, proses penetapan gelar Andi hanya
bersifat administratif deklaratif dan tidak memiliki legitimasi adat subtantif,
maka ke depan dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian dari para hakim agar
tidak melampaui batas yuridiksi voluntair. Implikasinya, Mahkama Agung perlu
memberikan pedoman teknis yang lebih rinci untuk mencegah Pengadilan
Negeri salah dimaknai sebagai lembaga pemberi gelar Kebangsawanan. Ini
penting agar publik memahami bahwa pengadilan tidak menetapkan status sosial
adat, melainkan hanya menyelesaikan permasalahan administrasi identitas.
2. Hukum positif Indonesia tidak secara eksplisit mengatur tentang pengesahan
gelar adat seperti Andi, muncul kebutuhan mendesak agar pembentuk Undang-
Undang atau lembaga terkait merumuskan regulasi nasional yang memayungi
praktis legalisasi nama yang mengandung gelar adat. Dengan begitu, setiap
putusan Pengadilan yang bersifat administratif tetap memiliki standar hukum
yang seragam dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kultural yang sudah
mapan di masyarakat.
3. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa penetapan pengadilan atas
nama bergelar Andi menimbulkan reaksi sosial yang beragam baik penerimaan
maupun penolakan, maka proses hukum seperti ini semestinya dirancang agar
membuka ruang partisipasi aktif dari komunitas adat. Implikasinya adalah
penting bagi instansi hukum dan pemerintah daerah untuk menyusun mekanisme
kolaboratif antara pengadilan dan lembaga adat agar nilai-nilai budaya tetap
dilestarikan, dan pengesahan administratif tidak menjadi jalan pintas untuk
memperoleh status sosial secara instan.
Ketersediaan
| 741352023004 | 17/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
17/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis HTN
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
