Peran Penghulu dalam Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Seksual pada Calon Pengantin Perspektif Hukum Keluarga Islam (Studi KUA Kecamatan Tanete Riattang Timur)
Nur Afifah. HS/741302023011 - Personal Name
Penelitian ini membahas peran penghulu dalam edukasi kesehatan reproduksi
dan seksual bagi calon pengantin dalam perspektif Hukum Keluarga Islam (KUA
Kecamatan Tanete Riattang Timur). Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan bentuk peran penghulu dalam memberikan edukasi kesehatan
reproduksi dan seksual kepada calon pengantin di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Timur serta menganalisisnya berdasarkan perspektif Hukum Keluarga Islam.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan
dengan jenis penelitian lapangan (field research). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris, teologi normatif dan sosiologi hukum.
Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data
dilakukan dengan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
secara deskriptif-kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghulu di KUA Kecamatan Tanete
Riattang Timur telah menjalankan peran edukasinya melalui bimbingan perkawinan,
namun belum maksimal dalam menyampaikan aspek kesehatan reproduksi dan
seksual secara komprehensif. Analisis berdasarkan perspektif Hukum Keluarga Islam
dan teori maqāṣid al-syarī„ah menunjukkan bahwa peran penghulu dalam hal ini
berkaitan erat dengan perlindungan terhadap jiwa (ḥifẓ al-nafs), keturunan (ḥifẓ al-
nasl), dan agama (ḥifẓ ad-dīn). Edukasi yang diberikan oleh penghulu memiliki
urgensi dalam mencegah konflik rumah tangga dan perceraian yang berkaitan dengan
ketidaktahuan terhadap kesehatan reproduksi dan seksual. Penelitian ini
merekomendasikan penguatan kapasitas penghulu serta sinergi dengan tenaga
kesehatan dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta masalah pokok
yang penulis teliti dalam penelitian ini, maka penulis menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Bentuk peran penghulu dalam edukasi kesehatan reproduksi dan seksual
pada calon pengantin di KUA Kecamatan Tanete Riattang Timur bersifat
multidimensional, mencakup fungsi edukatif, preventif, konsultatif, dan
persuasif. Penghulu tidak hanya bertindak sebagai pencatat perkawinan,
tetapi juga sebagai narasumber yang memberikan materi bimbingan
perkawinan terkait kesehatan reproduksi dalam hal ini pentingnya
menjaga kebersihan dan kesehatan seksual, perencanaan keluarga, hak
dan kewajiban suami istri dalam hubungan seksual. Penghulu juga
berperan sebagai konselor yang siap memberikan pendampingan dan
nasihat secara pribadi kepada calon pengantin yang menghadapi masalah
atau memiliki pertanyaan spesifik seputar kesehatan reproduksi dan
kehidupan seksual. Selain itu, penghulu menjadi mediator yang
menjembatani calon pengantin dengan tenaga kesehatan bila diperlukan
penanganan atau konsultasi medis lebih lanjut. Namun, peran ini belum
sepenuhnya optimal karena masih terdapat beberapa hambatan, seperti
keterbatasan waktu bimbingan, kurangnya materi yang aplikatif,
rendahnya partisipasi calon pengantin laki-laki, dan kurangnya koordinasi
dengan pihak tenaga kesehatan.
Dengan demikian, peran penghulu dalam edukasi kesehatan reproduksi
dan seksual bersifat komprehensif, tetapi masih memerlukan penguatan,
baik dari segi materi, metode, maupun sinergi lintas sektor agar dapat
memberikan bekal yang lebih utuh bagi calon pengantin dalam
mempersiapkan kehidupan rumah tangga yang sehat dan sesuai dengan
prinsip Hukum Keluarga Islam
2. Berdasarkan perspektif hukum keluarga Islam, upaya penghulu dalam
edukasi kesehatan reproduksi dan seksual pada calon pengantin di KUA
Kecamatan Tanete Riattang Timur merupakan bagian integral dari tujuan
syariat (maqāṣid al-syarī„ah). Hukum Keluarga Islam menekankan
pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan keharmonisan hubungan
seksual dalam perkawinan sebagai sarana mencapai keluarga yang
sakīnah, mawaddah, wa raḥmah. Upaya penghulu dalam memberikan
edukasi tersebut dinilai sejalan dengan prinsip-prinsip syariat yang tidak
hanya mengatur aspek legalitas perkawinan, tetapi juga aspek moral,
kesehatan, dan sosial demi kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, edukasi kesehatan reproduksi dan seksual yang
diberikan penghulu memiliki legitimasi kuat dalam hukum Islam dan
menjadi kewajiban moral serta profesional yang harus terus dioptimalkan
dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA.
B. Implikasi Penelitian
1. Secara Praktis, kesehatan dari Puskesmas dan BKKBN perlu diperkuat,
tidak hanya sekadar undangan insidental, tetapi melalui program
terstruktur dengan alokasi anggaran yang jelas. Selain itu, ruang
konsultasi di KUA dapat dikembangkan menjadi pusat layanan keluarga
yang lebih komprehensif, melibatkan psikolog dan konselor perkawinan
untuk menangani masalah-masalah spesifik seperti disfungsi seksual atau
konflik rumah tangga. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya
meningkatkan pemahaman calon pengantin tetapi juga memberikan
pendampingan berkelanjutan pascaperkawinan.
2. Secara teoritis, penelitian ini memperluas pemahaman mengenai integrasi
Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual (HKSR) dengan pendekatan
keagamaan dalam konteks bimbingan perkawinan. Temuan bahwa
penghulu cenderung menghindari materi teknis kesehatan reproduksi
menunjukkan adanya gap antara otoritas keagamaan dan medis, yang
perlu dijembatani melalui model edukasi interdisipliner. Penelitian ini
juga mengonfirmasi teori implementasi kebijakan, di mana meskipun
Peraturan Menteri Agama No. 20 Tahun 2019 telah mengatur keterlibatan
lintas sektor, pelaksanaannya belum optimal akibat kurangnya sinergi dan
sumber daya. Temuan ini membuka peluang pengembangan model
"Edukasi Kesehatan Reproduksi Islami" yang memadukan prinsip fiqh
munakahat dengan standar medis.
dan seksual bagi calon pengantin dalam perspektif Hukum Keluarga Islam (KUA
Kecamatan Tanete Riattang Timur). Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan bentuk peran penghulu dalam memberikan edukasi kesehatan
reproduksi dan seksual kepada calon pengantin di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Timur serta menganalisisnya berdasarkan perspektif Hukum Keluarga Islam.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan
dengan jenis penelitian lapangan (field research). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris, teologi normatif dan sosiologi hukum.
Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data
dilakukan dengan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
secara deskriptif-kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghulu di KUA Kecamatan Tanete
Riattang Timur telah menjalankan peran edukasinya melalui bimbingan perkawinan,
namun belum maksimal dalam menyampaikan aspek kesehatan reproduksi dan
seksual secara komprehensif. Analisis berdasarkan perspektif Hukum Keluarga Islam
dan teori maqāṣid al-syarī„ah menunjukkan bahwa peran penghulu dalam hal ini
berkaitan erat dengan perlindungan terhadap jiwa (ḥifẓ al-nafs), keturunan (ḥifẓ al-
nasl), dan agama (ḥifẓ ad-dīn). Edukasi yang diberikan oleh penghulu memiliki
urgensi dalam mencegah konflik rumah tangga dan perceraian yang berkaitan dengan
ketidaktahuan terhadap kesehatan reproduksi dan seksual. Penelitian ini
merekomendasikan penguatan kapasitas penghulu serta sinergi dengan tenaga
kesehatan dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta masalah pokok
yang penulis teliti dalam penelitian ini, maka penulis menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Bentuk peran penghulu dalam edukasi kesehatan reproduksi dan seksual
pada calon pengantin di KUA Kecamatan Tanete Riattang Timur bersifat
multidimensional, mencakup fungsi edukatif, preventif, konsultatif, dan
persuasif. Penghulu tidak hanya bertindak sebagai pencatat perkawinan,
tetapi juga sebagai narasumber yang memberikan materi bimbingan
perkawinan terkait kesehatan reproduksi dalam hal ini pentingnya
menjaga kebersihan dan kesehatan seksual, perencanaan keluarga, hak
dan kewajiban suami istri dalam hubungan seksual. Penghulu juga
berperan sebagai konselor yang siap memberikan pendampingan dan
nasihat secara pribadi kepada calon pengantin yang menghadapi masalah
atau memiliki pertanyaan spesifik seputar kesehatan reproduksi dan
kehidupan seksual. Selain itu, penghulu menjadi mediator yang
menjembatani calon pengantin dengan tenaga kesehatan bila diperlukan
penanganan atau konsultasi medis lebih lanjut. Namun, peran ini belum
sepenuhnya optimal karena masih terdapat beberapa hambatan, seperti
keterbatasan waktu bimbingan, kurangnya materi yang aplikatif,
rendahnya partisipasi calon pengantin laki-laki, dan kurangnya koordinasi
dengan pihak tenaga kesehatan.
Dengan demikian, peran penghulu dalam edukasi kesehatan reproduksi
dan seksual bersifat komprehensif, tetapi masih memerlukan penguatan,
baik dari segi materi, metode, maupun sinergi lintas sektor agar dapat
memberikan bekal yang lebih utuh bagi calon pengantin dalam
mempersiapkan kehidupan rumah tangga yang sehat dan sesuai dengan
prinsip Hukum Keluarga Islam
2. Berdasarkan perspektif hukum keluarga Islam, upaya penghulu dalam
edukasi kesehatan reproduksi dan seksual pada calon pengantin di KUA
Kecamatan Tanete Riattang Timur merupakan bagian integral dari tujuan
syariat (maqāṣid al-syarī„ah). Hukum Keluarga Islam menekankan
pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan keharmonisan hubungan
seksual dalam perkawinan sebagai sarana mencapai keluarga yang
sakīnah, mawaddah, wa raḥmah. Upaya penghulu dalam memberikan
edukasi tersebut dinilai sejalan dengan prinsip-prinsip syariat yang tidak
hanya mengatur aspek legalitas perkawinan, tetapi juga aspek moral,
kesehatan, dan sosial demi kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, edukasi kesehatan reproduksi dan seksual yang
diberikan penghulu memiliki legitimasi kuat dalam hukum Islam dan
menjadi kewajiban moral serta profesional yang harus terus dioptimalkan
dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA.
B. Implikasi Penelitian
1. Secara Praktis, kesehatan dari Puskesmas dan BKKBN perlu diperkuat,
tidak hanya sekadar undangan insidental, tetapi melalui program
terstruktur dengan alokasi anggaran yang jelas. Selain itu, ruang
konsultasi di KUA dapat dikembangkan menjadi pusat layanan keluarga
yang lebih komprehensif, melibatkan psikolog dan konselor perkawinan
untuk menangani masalah-masalah spesifik seperti disfungsi seksual atau
konflik rumah tangga. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya
meningkatkan pemahaman calon pengantin tetapi juga memberikan
pendampingan berkelanjutan pascaperkawinan.
2. Secara teoritis, penelitian ini memperluas pemahaman mengenai integrasi
Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual (HKSR) dengan pendekatan
keagamaan dalam konteks bimbingan perkawinan. Temuan bahwa
penghulu cenderung menghindari materi teknis kesehatan reproduksi
menunjukkan adanya gap antara otoritas keagamaan dan medis, yang
perlu dijembatani melalui model edukasi interdisipliner. Penelitian ini
juga mengonfirmasi teori implementasi kebijakan, di mana meskipun
Peraturan Menteri Agama No. 20 Tahun 2019 telah mengatur keterlibatan
lintas sektor, pelaksanaannya belum optimal akibat kurangnya sinergi dan
sumber daya. Temuan ini membuka peluang pengembangan model
"Edukasi Kesehatan Reproduksi Islami" yang memadukan prinsip fiqh
munakahat dengan standar medis.
Ketersediaan
| 741302023011 | 31/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
31/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis HKI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
