Pelanggaran Kewajiban Syariat Sebagai Alasan Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Nagauleng Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone)
A. Dwi Erfiana/01.18.1031 - Personal Name
Skripsi ini membahas Pelanggaran Kewajiban Syariat Sebagai Alasan
Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Nagauleng Kec.
Cenrana). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran
syariat di Desa Nagauleng Kec. Cenrana dan perspektif Islam terhadap pelanggaran
syariat tersebut.
Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis menggunakan field
research (penelitian lapangan) yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan
pemahaman mengenai fenomena yang terjadi di lapangan terkait masalah sosial yang
mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial. Data yang diperoleh dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data, penulis
menggunakan Teknik analisis kualitatif. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui
bentuk-bentuk pelanggaran syariat di Desa Nagauleng Kec. Cenrana dan perspektif
Islam terhadap pelanggaran syariat tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran syariat yang
menjadi alasan perceraian di Desa Nagauleng Kec. Cenrana, yaitu: meninggalkan
shalat wajib, mengonsumsi dan meminum zat yang memabukkan, tidak menafkahi
lahir dan batin, melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan
terjadinya perselingkuhan baik suami ataupun istri sehingga menyebabkan terjadinya
perceraian. Dalam tinjauan hukum Islam, menunjukkan bahwa masyarakat Desa
Nagauleng menilai pelanggaran syariat merupakan bentuk pengabaian terhadap
tanggung jawab moral dan agama dalam rumah tangga, sehingga dianggap cukup
kuat untuk dijadikan dasar perceraian. Dalam perspektif hukum Islam, perbuatan
seperti meninggalkan shalat secara terus-menerus, berzina, atau menjadi pemabuk
dikategorikan sebagai dosa besar dan dapat menghilangkan nilai sakinah dalam
pernikahan, sehingga memungkinkan bagi pasangan untuk mengajukan fasakh
(pembatalan pernikahan). Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia
juga mengakomodasi alasan perceraian karena perilaku menyimpang dari ajaran
agama sebagaimana tercantum dalam Pasal 116 huruf (f) dan (h). Oleh karena itu,
penelitian ini menegaskan bahwa pelanggaran kewajiban syariat, jika dilakukan
secara terus-menerus dan tanpa penyesalan, dapat dibenarkan sebagai alasan
perceraian baik menurut hukum Islam maupun hukum positif Indonesia.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana,
Kabupaten Bone, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuk-bentuk pelanggaran kewajiban syariat sebagai alasan terjadinya
perceraian di Desa Nagauleng Kec. Cenrana yaitu: meninggalkan shalat
wajib, mengonsumsi dan meminum zat yang memabukkan, tidak
menafkahi lahir dan batin, melakukan tindak kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) dan terjadinya perselingkuhan baik suami ataupun istri
sehingga menyebabkan terjadinya perceraian.
2. Dalam tinjauan hukum Islam, perbuatan-perbuatan tersebut termasuk
kategori nusyuz dan pelanggaran terhadap hak-hak syar‟i dalam
pernikahan. Hukum Islam memberikan kelonggaran untuk melakukan
perceraian apabila pasangan melakukan pelanggaran berat terhadap ajaran
agama yang berpengaruh langsung terhadap keharmonisan rumah tangga.
Ini sejalan dengan prinsip bahwa pernikahan dalam Islam bertujuan untuk
mewujudkan sakinah, mawaddah, dan rahmah, serta membina keluarga
sesuai tuntunan syariat. Jika salah satu pihak melalaikan kewajiban agama
seperti meninggalkan salat atau berbuat maksiat seperti berjudi dan mabuk-
mabukan, maka hak istri maupun suami untuk menuntut perceraian dapat
dibenarkan oleh hukum Islam berdasarkan prinsip dar'ul mafasid wa jalbul
mashalih (menolak kerusakan dan menarik kemaslahatan).
B. Saran
1. Diperlukan adanya pembinaan keagamaan yang intensif bagi masyarakat
Desa Nagauleng, khususnya tentang hak dan kewajiban suami istri dalam
Islam. Pemerintah desa bersama lembaga keagamaan perlu
menyelenggarakan pengajian rutin, kursus pranikah, dan penyuluhan
tentang pentingnya menjaga kewajiban syariat dalam rumah tangga.
2. Tokoh agama dan tokoh adat di desa perlu lebih aktif dalam melakukan
mediasi serta memberi nasihat kepada pasangan suami istri yang
mengalami konflik, agar permasalahan tidak langsung berujung pada
perceraian, tetapi diselesaikan secara baik sesuai tuntunan Islam.
3. Pemerintah setempat bersama lembaga keislaman seperti KUA harus
memperkuat aturan dan pendampingan bagi pasangan suami istri dalam
menyelesaikan persoalan rumah tangga, terutama terkait pelanggaran
syariat, agar tidak menjadi alasan perceraian yang berulang di masyarakat.
Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Nagauleng Kec.
Cenrana). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran
syariat di Desa Nagauleng Kec. Cenrana dan perspektif Islam terhadap pelanggaran
syariat tersebut.
Untuk memperoleh data dari masalah tersebut, penulis menggunakan field
research (penelitian lapangan) yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan
pemahaman mengenai fenomena yang terjadi di lapangan terkait masalah sosial yang
mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial. Data yang diperoleh dengan
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data, penulis
menggunakan Teknik analisis kualitatif. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui
bentuk-bentuk pelanggaran syariat di Desa Nagauleng Kec. Cenrana dan perspektif
Islam terhadap pelanggaran syariat tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk pelanggaran syariat yang
menjadi alasan perceraian di Desa Nagauleng Kec. Cenrana, yaitu: meninggalkan
shalat wajib, mengonsumsi dan meminum zat yang memabukkan, tidak menafkahi
lahir dan batin, melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan
terjadinya perselingkuhan baik suami ataupun istri sehingga menyebabkan terjadinya
perceraian. Dalam tinjauan hukum Islam, menunjukkan bahwa masyarakat Desa
Nagauleng menilai pelanggaran syariat merupakan bentuk pengabaian terhadap
tanggung jawab moral dan agama dalam rumah tangga, sehingga dianggap cukup
kuat untuk dijadikan dasar perceraian. Dalam perspektif hukum Islam, perbuatan
seperti meninggalkan shalat secara terus-menerus, berzina, atau menjadi pemabuk
dikategorikan sebagai dosa besar dan dapat menghilangkan nilai sakinah dalam
pernikahan, sehingga memungkinkan bagi pasangan untuk mengajukan fasakh
(pembatalan pernikahan). Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia
juga mengakomodasi alasan perceraian karena perilaku menyimpang dari ajaran
agama sebagaimana tercantum dalam Pasal 116 huruf (f) dan (h). Oleh karena itu,
penelitian ini menegaskan bahwa pelanggaran kewajiban syariat, jika dilakukan
secara terus-menerus dan tanpa penyesalan, dapat dibenarkan sebagai alasan
perceraian baik menurut hukum Islam maupun hukum positif Indonesia.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana,
Kabupaten Bone, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuk-bentuk pelanggaran kewajiban syariat sebagai alasan terjadinya
perceraian di Desa Nagauleng Kec. Cenrana yaitu: meninggalkan shalat
wajib, mengonsumsi dan meminum zat yang memabukkan, tidak
menafkahi lahir dan batin, melakukan tindak kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) dan terjadinya perselingkuhan baik suami ataupun istri
sehingga menyebabkan terjadinya perceraian.
2. Dalam tinjauan hukum Islam, perbuatan-perbuatan tersebut termasuk
kategori nusyuz dan pelanggaran terhadap hak-hak syar‟i dalam
pernikahan. Hukum Islam memberikan kelonggaran untuk melakukan
perceraian apabila pasangan melakukan pelanggaran berat terhadap ajaran
agama yang berpengaruh langsung terhadap keharmonisan rumah tangga.
Ini sejalan dengan prinsip bahwa pernikahan dalam Islam bertujuan untuk
mewujudkan sakinah, mawaddah, dan rahmah, serta membina keluarga
sesuai tuntunan syariat. Jika salah satu pihak melalaikan kewajiban agama
seperti meninggalkan salat atau berbuat maksiat seperti berjudi dan mabuk-
mabukan, maka hak istri maupun suami untuk menuntut perceraian dapat
dibenarkan oleh hukum Islam berdasarkan prinsip dar'ul mafasid wa jalbul
mashalih (menolak kerusakan dan menarik kemaslahatan).
B. Saran
1. Diperlukan adanya pembinaan keagamaan yang intensif bagi masyarakat
Desa Nagauleng, khususnya tentang hak dan kewajiban suami istri dalam
Islam. Pemerintah desa bersama lembaga keagamaan perlu
menyelenggarakan pengajian rutin, kursus pranikah, dan penyuluhan
tentang pentingnya menjaga kewajiban syariat dalam rumah tangga.
2. Tokoh agama dan tokoh adat di desa perlu lebih aktif dalam melakukan
mediasi serta memberi nasihat kepada pasangan suami istri yang
mengalami konflik, agar permasalahan tidak langsung berujung pada
perceraian, tetapi diselesaikan secara baik sesuai tuntunan Islam.
3. Pemerintah setempat bersama lembaga keislaman seperti KUA harus
memperkuat aturan dan pendampingan bagi pasangan suami istri dalam
menyelesaikan persoalan rumah tangga, terutama terkait pelanggaran
syariat, agar tidak menjadi alasan perceraian yang berulang di masyarakat.
Ketersediaan
| SSYA20250209 | 209/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
209/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
