Strategi Masjid sebagai Media Pemberdayaan Ekonomi Keumatan di Kota Watampone
Rosmini/:601022023031 - Personal Name
Penelitian ini mengkaji dan menganalisis strategi masjid sebagai media
pemberdayaan ekonomi keumatan di Kota Watampone. Fokus utama penelitian
adalah untuk mengetahui bentuk strategi yang diterapkan oleh masjid, tantangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan program ekonomi, serta merumuskan strategi yang
efektif dalam meningkatkan kesejahteraan umat berbasis masjid. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap empat masjid utama di Kota
Watampone, yaitu Masjid Agung al-Markaz al-Ma’arif, Masjid Nūrul Hamīrah,
Masjid Tua Al-Mujahidin, dan Masjid Songko’ Recca.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masjid di Kota Watampone telah
menerapkan dua pendekatan strategi pemberdayaan, yaitu secara offline (fisik) dan
online (digital). (1) Strategi offline dilakukan melalui pemanfaatan aset fisik seperti
penyewaan aula, pendirian unit usaha, serta pelaksanaan kegiatan sosial dan
pendidikan. (2) Strategi online masih terbatas pada penggunaan QRIS untuk infaq
dan media dakwah, namun belum mengarah pada pemberdayaan ekonomi digital
seperti marketplace syariah atau pelatihan daring. Dalam penerapannya, masjid
menggunakan beberapa akad ekonomi syariah seperti ijārah, muḍārabah, dan
wakālah. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan menghadapi sejumlah tantanga
baik tantangan internal dan eksternal diantaranya : 1) tantangan internal seperti
rendahnya kapasitas manajerial dan kelembagaan masjid, minimnya literasi ekonomi
syariah di kalangan pengurus dan jamaah, fokus masjid yang masih dominan pada
aspek ritual dan pembangunan fisik, dan Kurangnya integrasi teknologi digital dalam
pemberdayaan ekonomi umat. 2) tantangan eksternal seperti Keterbatasan kolaborasi
dengan pihak eksternal dan dampak COVID-19. Penelitian ini merumuskan enam
strategi efektif untuk menjawab tantangan tersebut, yakni: (1) Optimalisasi aset
masjid secara produktif melalui akad syariah seperti ijārah dan qarḍul hasan. (2)
Pembentukan Unit Usaha Ekonomi Masjid (UEMM). (3) Peningkatan SDM pengurus
dan jamaah. (4) Pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan ekonomi daring
(5) Penguatan jaringan dan kemitraan strategis. (6) Pembentukan ekosistem ekonomi
jamaah. Temuan ini diharapkan menjadi rekomendasi strategis bagi pengurus masjid,
pemerintah, dan masyarakat dalam memperkuat peran masjid sebagai pusat
pemberdayaan ekonomi umat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat menarik
kesimpulan terhadap empat masjid utama di Kota Watampone, yakni Masjid
Agung al-Markaz al-Ma’arif, Masjid Nurul Hamirah, Masjid Tua Al-Mujahidin,
dan Masjid Songko’ Recca, yang disusun sebagai berikut:
1. Masjid di Kota Watampone telah menunjukkan potensi besar sebagai pusat
pemberdayaan ekonomi umat, dengan menerapkan strategi dalam dua
pendekatan utama, yakni: 1) Strategi berbasis fisik (offline), berupa
penyewaan aula, pembangunan unit usaha kuliner, penyediaan fasilitas sosial,
serta pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti TPQ dan TPA. 2) Strategi
berbasis teknologi (online), walaupun masih terbatas, mencakup penggunaan
QRIS untuk infaq serta pemanfaatan media sosial seperti YouTube dan
Instagram untuk dakwah. Dalam pelaksanaan strategi offline, masjid telah
memanfaatkan akad-akad syariah seperti ijārah (sewa menyewa), muḍārabah
(bagi hasil), dan wakālah (perwakilan) dalam menghimpun dana secara
digital.
2. Pelaksanaan strategi pemberdayaan ekonomi keumatan tidak terlepas dari
berbagai tantangan internal dan eksternal diantaranya : 1) tantangan internal
seperti rendahnya kapasitas manajerial dan kelembagaan masjid, minimnya
literasi ekonomi syariah di kalangan pengurus dan jamaah, fokus masjid yang
masih dominan pada aspek ritual dan pembangunan fisik, dan Kurangnya
integrasi teknologi digital dalam pemberdayaan ekonomi umat. 2) tantangan
3. eksternal seperti Keterbatasan kolaborasi dengan pihak eksternal dan dampak
COVID-19.
4. Untuk menjawab tantangan di atas dan mengoptimalkan peran masjid dalam
pemberdayaan ekonomi, dirumuskan enam strategi utama yang dianggap
efektif, yaitu: 1) Optimalisasi aset masjid secara produktif melalui akad
syariah seperti ijārah dan qarḍul hasan. 2) Pembentukan Unit Usaha Ekonomi
Masjid (UEMM). Peningkatan kapasitas SDM pengurus dan jamaah. 3)
Pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan ekonomi daring. 4)
Penguatan jaringan dan kemitraan strategis. 5) Pembentukan ekosistem
ekonomi jamaah.
Melalui strategi ini, masjid diharapkan dapat bertransformasi menjadi
institusi sosial-ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berkelanjutan, serta menjadi
katalisator dalam membangun keadilan dan kesejahteraan umat. Model
pemberdayaan ini tidak hanya relevan di Kota Watampone, namun juga dapat
menjadi inspirasi strategis bagi wilayah lain dengan karakteristik keislaman dan
sosial yang serupa.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan,
peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk Pengurus Masjid:
Pengurus masjid di Kota Watampone disarankan untuk mulai
memperluas fungsi masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah, tetapi juga
sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini dapat dilakukan dengan
membentuk Unit Usaha Ekonomi Masjid (UEMM) yang dikelola secara
profesional dan berbasis syariah. Pengurus masjid juga perlu meningkatkan
kapasitas manajerial melalui pelatihan rutin tentang ekonomi syariah,
kewirausahaan, dan pengelolaan keuangan berbasis masjid.
2. Untuk Pemerintah Daerah (Pemkab Bone):
Pemerintah daerah perlu memberikan dukungan regulatif dan fasilitasi
kepada masjid yang ingin berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi
keumatan. Bentuk dukungan bisa berupa pelatihan terpadu, kemitraan dengan
lembaga keuangan syariah, bantuan permodalan, serta pengesahan peraturan
daerah (Perda) tentang masjid sebagai lembaga sosial-ekonomi masyarakat.
3. Untuk Lembaga Keuangan Syariah dan BAZNAS:
Lembaga keuangan syariah dan BAZNAS diharapkan dapat menjalin
kemitraan strategis dengan masjid-masjid di Watampone untuk memperkuat
pembiayaan syariah berbasis komunitas. Kemitraan ini dapat berbentuk
pembiayaan usaha mikro jamaah, pengelolaan zakat produktif, serta
pengembangan sistem wakaf tunai atau wakaf produktif melalui masjid.
4. Untuk Jamaah dan Masyarakat:
Jamaah masjid perlu lebih aktif dalam mendukung program ekonomi
yang dijalankan oleh masjid, baik sebagai pelaku usaha, donatur, maupun
mitra kolaboratif. Partisipasi jamaah yang tinggi akan memperkuat posisi
masjid sebagai pusat pemberdayaan umat yang berdaya dan mandiri.
5. Untuk Peneliti Selanjutnya:
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan pada aspek wilayah dan
jumlah masjid yang menjadi objek penelitian. Oleh karena itu, disarankan
bagi peneliti selanjutnya untuk memperluas cakupan penelitian di daerah lain
dan mengeksplorasi lebih dalam integrasi teknologi digital dalam penguatan
ekonomi umat berbasis masjid secara lebih komprehensif serta
pemberdayaan ekonomi keumatan di Kota Watampone. Fokus utama penelitian
adalah untuk mengetahui bentuk strategi yang diterapkan oleh masjid, tantangan yang
dihadapi dalam pelaksanaan program ekonomi, serta merumuskan strategi yang
efektif dalam meningkatkan kesejahteraan umat berbasis masjid. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap empat masjid utama di Kota
Watampone, yaitu Masjid Agung al-Markaz al-Ma’arif, Masjid Nūrul Hamīrah,
Masjid Tua Al-Mujahidin, dan Masjid Songko’ Recca.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masjid di Kota Watampone telah
menerapkan dua pendekatan strategi pemberdayaan, yaitu secara offline (fisik) dan
online (digital). (1) Strategi offline dilakukan melalui pemanfaatan aset fisik seperti
penyewaan aula, pendirian unit usaha, serta pelaksanaan kegiatan sosial dan
pendidikan. (2) Strategi online masih terbatas pada penggunaan QRIS untuk infaq
dan media dakwah, namun belum mengarah pada pemberdayaan ekonomi digital
seperti marketplace syariah atau pelatihan daring. Dalam penerapannya, masjid
menggunakan beberapa akad ekonomi syariah seperti ijārah, muḍārabah, dan
wakālah. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan menghadapi sejumlah tantanga
baik tantangan internal dan eksternal diantaranya : 1) tantangan internal seperti
rendahnya kapasitas manajerial dan kelembagaan masjid, minimnya literasi ekonomi
syariah di kalangan pengurus dan jamaah, fokus masjid yang masih dominan pada
aspek ritual dan pembangunan fisik, dan Kurangnya integrasi teknologi digital dalam
pemberdayaan ekonomi umat. 2) tantangan eksternal seperti Keterbatasan kolaborasi
dengan pihak eksternal dan dampak COVID-19. Penelitian ini merumuskan enam
strategi efektif untuk menjawab tantangan tersebut, yakni: (1) Optimalisasi aset
masjid secara produktif melalui akad syariah seperti ijārah dan qarḍul hasan. (2)
Pembentukan Unit Usaha Ekonomi Masjid (UEMM). (3) Peningkatan SDM pengurus
dan jamaah. (4) Pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan ekonomi daring
(5) Penguatan jaringan dan kemitraan strategis. (6) Pembentukan ekosistem ekonomi
jamaah. Temuan ini diharapkan menjadi rekomendasi strategis bagi pengurus masjid,
pemerintah, dan masyarakat dalam memperkuat peran masjid sebagai pusat
pemberdayaan ekonomi umat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat menarik
kesimpulan terhadap empat masjid utama di Kota Watampone, yakni Masjid
Agung al-Markaz al-Ma’arif, Masjid Nurul Hamirah, Masjid Tua Al-Mujahidin,
dan Masjid Songko’ Recca, yang disusun sebagai berikut:
1. Masjid di Kota Watampone telah menunjukkan potensi besar sebagai pusat
pemberdayaan ekonomi umat, dengan menerapkan strategi dalam dua
pendekatan utama, yakni: 1) Strategi berbasis fisik (offline), berupa
penyewaan aula, pembangunan unit usaha kuliner, penyediaan fasilitas sosial,
serta pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti TPQ dan TPA. 2) Strategi
berbasis teknologi (online), walaupun masih terbatas, mencakup penggunaan
QRIS untuk infaq serta pemanfaatan media sosial seperti YouTube dan
Instagram untuk dakwah. Dalam pelaksanaan strategi offline, masjid telah
memanfaatkan akad-akad syariah seperti ijārah (sewa menyewa), muḍārabah
(bagi hasil), dan wakālah (perwakilan) dalam menghimpun dana secara
digital.
2. Pelaksanaan strategi pemberdayaan ekonomi keumatan tidak terlepas dari
berbagai tantangan internal dan eksternal diantaranya : 1) tantangan internal
seperti rendahnya kapasitas manajerial dan kelembagaan masjid, minimnya
literasi ekonomi syariah di kalangan pengurus dan jamaah, fokus masjid yang
masih dominan pada aspek ritual dan pembangunan fisik, dan Kurangnya
integrasi teknologi digital dalam pemberdayaan ekonomi umat. 2) tantangan
3. eksternal seperti Keterbatasan kolaborasi dengan pihak eksternal dan dampak
COVID-19.
4. Untuk menjawab tantangan di atas dan mengoptimalkan peran masjid dalam
pemberdayaan ekonomi, dirumuskan enam strategi utama yang dianggap
efektif, yaitu: 1) Optimalisasi aset masjid secara produktif melalui akad
syariah seperti ijārah dan qarḍul hasan. 2) Pembentukan Unit Usaha Ekonomi
Masjid (UEMM). Peningkatan kapasitas SDM pengurus dan jamaah. 3)
Pemanfaatan teknologi digital untuk pengembangan ekonomi daring. 4)
Penguatan jaringan dan kemitraan strategis. 5) Pembentukan ekosistem
ekonomi jamaah.
Melalui strategi ini, masjid diharapkan dapat bertransformasi menjadi
institusi sosial-ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berkelanjutan, serta menjadi
katalisator dalam membangun keadilan dan kesejahteraan umat. Model
pemberdayaan ini tidak hanya relevan di Kota Watampone, namun juga dapat
menjadi inspirasi strategis bagi wilayah lain dengan karakteristik keislaman dan
sosial yang serupa.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan,
peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk Pengurus Masjid:
Pengurus masjid di Kota Watampone disarankan untuk mulai
memperluas fungsi masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah, tetapi juga
sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini dapat dilakukan dengan
membentuk Unit Usaha Ekonomi Masjid (UEMM) yang dikelola secara
profesional dan berbasis syariah. Pengurus masjid juga perlu meningkatkan
kapasitas manajerial melalui pelatihan rutin tentang ekonomi syariah,
kewirausahaan, dan pengelolaan keuangan berbasis masjid.
2. Untuk Pemerintah Daerah (Pemkab Bone):
Pemerintah daerah perlu memberikan dukungan regulatif dan fasilitasi
kepada masjid yang ingin berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi
keumatan. Bentuk dukungan bisa berupa pelatihan terpadu, kemitraan dengan
lembaga keuangan syariah, bantuan permodalan, serta pengesahan peraturan
daerah (Perda) tentang masjid sebagai lembaga sosial-ekonomi masyarakat.
3. Untuk Lembaga Keuangan Syariah dan BAZNAS:
Lembaga keuangan syariah dan BAZNAS diharapkan dapat menjalin
kemitraan strategis dengan masjid-masjid di Watampone untuk memperkuat
pembiayaan syariah berbasis komunitas. Kemitraan ini dapat berbentuk
pembiayaan usaha mikro jamaah, pengelolaan zakat produktif, serta
pengembangan sistem wakaf tunai atau wakaf produktif melalui masjid.
4. Untuk Jamaah dan Masyarakat:
Jamaah masjid perlu lebih aktif dalam mendukung program ekonomi
yang dijalankan oleh masjid, baik sebagai pelaku usaha, donatur, maupun
mitra kolaboratif. Partisipasi jamaah yang tinggi akan memperkuat posisi
masjid sebagai pusat pemberdayaan umat yang berdaya dan mandiri.
5. Untuk Peneliti Selanjutnya:
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan pada aspek wilayah dan
jumlah masjid yang menjadi objek penelitian. Oleh karena itu, disarankan
bagi peneliti selanjutnya untuk memperluas cakupan penelitian di daerah lain
dan mengeksplorasi lebih dalam integrasi teknologi digital dalam penguatan
ekonomi umat berbasis masjid secara lebih komprehensif serta
Ketersediaan
| 601022023031 | 14/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
14/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis PAI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
