Teori Hudūd Muhammad Syahrur Dan Implementasinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an
Amirul Nizam/ 762312020017 - Personal Name
Terhadap Penafsiran Al-Qur’an”. memahami teori hudūd Muhammad syahrur dan
penerapannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui teori hudūd Muhammad syahrur dan penerapannya terhadap penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan yang dilakukan
dalam peneliatian ini yaitu, pendekatan hermeneutika, pendekatan linguistik, dan
pendekatan tafsir. Adapun sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data
primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data pada penelitian pustaka ini
dilakukan dengan teknik pengutipan langsung dan pengutipan tidak langsung
Analisis atau pengolahan data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif
kualitatif dan analisis isi kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori hudūd Syahrur menawarkan perspektif
yang inovatif dalam memahami dan menerapkan hukum Islam, yang dapat
menampung perubahan sosial dan budaya. Namun, implementasinya juga
menghadapi tantangan signifikan, terutama dalam hal penerimaan di kalangan
ulama dan masyarakat Muslim yang lebih konservatif. Studi ini menyimpulkan
bahwa teori hudūd Muhammad Syahrur dapat berkontribusi pada pengembangan
pemikiran Islam yang lebih dinamis dan kontekstual, namun perlu diimbangi
dengan pendekatan yang mempertimbangkan aspek tradisi dan otoritas dalam
penafsiran Al-Qur'an.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan sebelumnya, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Muhammad Syahrur (1938-2019) adalah pemikir Islam dari Suriah yang
dikenal karena pendekatannya yang inovatif dalam penafsiran Al-Qur'an.
Dengan latar belakang teknik sipil, ia mengembangkan teori Hudūd, yang
menekankan fleksibilitas dan kontekstualitas hukum Islam. Karyanya,
termasuk Al-Kitab wa-l-Qur’an: Qirā’a Mu’āṣira, memperkenalkan konsep
batas minimal dan maksimal dalam hukum Al-Qur'an, yang menginspirasi
perdebatan dan reformasi dalam studi Islam kontemporer. Meskipun
kontroversial, kontribusinya tetap signifikan dalam diskursus Islam modern.
2. Muhammad Syahrur memperluas konsep hudūd dari batasan hukuman kaku
menjadi prinsip penafsiran hukum yang fleksibel. Ia membedakan antara Al-
Hadd al-Adnā (batas minimal) sebagai standar dasar yang harus dipenuhi, dan
Al-Hadd al-A'lā (batas maksimal) sebagai batas tertinggi yang tidak boleh
dilanggar. Syahrur mengusulkan pendekatan hudūd yang dinamis yang
menyesuaikan penerapan hukum dengan konteks sosial modern, prinsip
keadilan sosial, dan tujuan hukum Islam (maqāsid al-shari’ah).
Pendekatannya mendorong reformasi berkelanjutan untuk memastikan
relevansi dan efektivitas hukum Islam dalam dunia kontemporer. Dari
penerapan teori hudūd Muhammad Syahrur dalam penafsiran Al-Qur’an
menunjukkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual dalam
85
memahami dan menerapkan hukum-hukum Islam. Syahrur memperkenalkan
konsep batas minimal dan maksimal, yang memberikan kerangka untuk
menyesuaikan penerapan hukum sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa
melanggar prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan. Misalnya, dalam kasus
hukuman zina, batas maksimal ditetapkan dengan tegas, namun dengan
mempertimbangkan keadilan dan kemampuan pemenuhan hak-hak individu.
Selain itu, batas minimal negatif dan maksimal positif mengajak umat Islam
untuk menghindari perbuatan dosa dan mendorong melakukan kebajikan
secara optimal. Konsep-konsep ini menciptakan keseimbangan antara
larangan dan anjuran, yang memungkinkan penerapan hukum yang lebih
adaptif dan relevan dalam konteks zaman modern. Syahrur menekankan
bahwa hukum-hukum Al-Qur’an harus dipahami dalam konteks sosial dan
kemanusiaan yang ada, sehingga hukum Islam dapat ditegakkan dengan adil,
konsisten, dan tetap relevan bagi semua lapisan masyarakat.
B. Implikasi
Hasil penelitian mengenai teori hudūd Muhammad Syahrur dan
implementasinya terhadap penafsiran Al-Qur’an menunjukkan bahwa teori ini
memberikan kerangka yang adaptif dan relevan dalam penerapan hukum Islam.
Syahrur memperkenalkan pendekatan yang fleksibel dengan mempertimbangkan
konteks sosial dan perubahan zaman. Konsep batas minimal dan maksimal dalam
teori hudud Syahrur memungkinkan penyesuaian hukum yang lebih adil tanpa
melanggar prinsip dasar syariat. Batasan ini menciptakan keseimbangan antara
larangan ketat dan anjuran kebajikan, serta memberikan ruang untuk fleksibilitas
dalam penerapan hukum sesuai dengan kondisi individual dan sosial.
Urgensi teori ini terletak pada kemampuannya untuk menjaga relevansi
ajaran Islam dalam konteks modern, memastikan bahwa hukum yang diterapkan
tetap sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Implementasi teori ini
mendukung penerapan hukum yang konsisten namun adaptif, sehingga hukum
Islam dapat lebih efektif dan berfungsi dengan baik dalam menghadapi tantangan
dan dinamika masyarakat modern.
penerapannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui teori hudūd Muhammad syahrur dan penerapannya terhadap penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan yang dilakukan
dalam peneliatian ini yaitu, pendekatan hermeneutika, pendekatan linguistik, dan
pendekatan tafsir. Adapun sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data
primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data pada penelitian pustaka ini
dilakukan dengan teknik pengutipan langsung dan pengutipan tidak langsung
Analisis atau pengolahan data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif
kualitatif dan analisis isi kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori hudūd Syahrur menawarkan perspektif
yang inovatif dalam memahami dan menerapkan hukum Islam, yang dapat
menampung perubahan sosial dan budaya. Namun, implementasinya juga
menghadapi tantangan signifikan, terutama dalam hal penerimaan di kalangan
ulama dan masyarakat Muslim yang lebih konservatif. Studi ini menyimpulkan
bahwa teori hudūd Muhammad Syahrur dapat berkontribusi pada pengembangan
pemikiran Islam yang lebih dinamis dan kontekstual, namun perlu diimbangi
dengan pendekatan yang mempertimbangkan aspek tradisi dan otoritas dalam
penafsiran Al-Qur'an.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan sebelumnya, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Muhammad Syahrur (1938-2019) adalah pemikir Islam dari Suriah yang
dikenal karena pendekatannya yang inovatif dalam penafsiran Al-Qur'an.
Dengan latar belakang teknik sipil, ia mengembangkan teori Hudūd, yang
menekankan fleksibilitas dan kontekstualitas hukum Islam. Karyanya,
termasuk Al-Kitab wa-l-Qur’an: Qirā’a Mu’āṣira, memperkenalkan konsep
batas minimal dan maksimal dalam hukum Al-Qur'an, yang menginspirasi
perdebatan dan reformasi dalam studi Islam kontemporer. Meskipun
kontroversial, kontribusinya tetap signifikan dalam diskursus Islam modern.
2. Muhammad Syahrur memperluas konsep hudūd dari batasan hukuman kaku
menjadi prinsip penafsiran hukum yang fleksibel. Ia membedakan antara Al-
Hadd al-Adnā (batas minimal) sebagai standar dasar yang harus dipenuhi, dan
Al-Hadd al-A'lā (batas maksimal) sebagai batas tertinggi yang tidak boleh
dilanggar. Syahrur mengusulkan pendekatan hudūd yang dinamis yang
menyesuaikan penerapan hukum dengan konteks sosial modern, prinsip
keadilan sosial, dan tujuan hukum Islam (maqāsid al-shari’ah).
Pendekatannya mendorong reformasi berkelanjutan untuk memastikan
relevansi dan efektivitas hukum Islam dalam dunia kontemporer. Dari
penerapan teori hudūd Muhammad Syahrur dalam penafsiran Al-Qur’an
menunjukkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual dalam
85
memahami dan menerapkan hukum-hukum Islam. Syahrur memperkenalkan
konsep batas minimal dan maksimal, yang memberikan kerangka untuk
menyesuaikan penerapan hukum sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa
melanggar prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan. Misalnya, dalam kasus
hukuman zina, batas maksimal ditetapkan dengan tegas, namun dengan
mempertimbangkan keadilan dan kemampuan pemenuhan hak-hak individu.
Selain itu, batas minimal negatif dan maksimal positif mengajak umat Islam
untuk menghindari perbuatan dosa dan mendorong melakukan kebajikan
secara optimal. Konsep-konsep ini menciptakan keseimbangan antara
larangan dan anjuran, yang memungkinkan penerapan hukum yang lebih
adaptif dan relevan dalam konteks zaman modern. Syahrur menekankan
bahwa hukum-hukum Al-Qur’an harus dipahami dalam konteks sosial dan
kemanusiaan yang ada, sehingga hukum Islam dapat ditegakkan dengan adil,
konsisten, dan tetap relevan bagi semua lapisan masyarakat.
B. Implikasi
Hasil penelitian mengenai teori hudūd Muhammad Syahrur dan
implementasinya terhadap penafsiran Al-Qur’an menunjukkan bahwa teori ini
memberikan kerangka yang adaptif dan relevan dalam penerapan hukum Islam.
Syahrur memperkenalkan pendekatan yang fleksibel dengan mempertimbangkan
konteks sosial dan perubahan zaman. Konsep batas minimal dan maksimal dalam
teori hudud Syahrur memungkinkan penyesuaian hukum yang lebih adil tanpa
melanggar prinsip dasar syariat. Batasan ini menciptakan keseimbangan antara
larangan ketat dan anjuran kebajikan, serta memberikan ruang untuk fleksibilitas
dalam penerapan hukum sesuai dengan kondisi individual dan sosial.
Urgensi teori ini terletak pada kemampuannya untuk menjaga relevansi
ajaran Islam dalam konteks modern, memastikan bahwa hukum yang diterapkan
tetap sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Implementasi teori ini
mendukung penerapan hukum yang konsisten namun adaptif, sehingga hukum
Islam dapat lebih efektif dan berfungsi dengan baik dalam menghadapi tantangan
dan dinamika masyarakat modern.
Ketersediaan
| SFUD20240042 | 42/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
42/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FUD
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
