Penyelarasan Dikotomi Talak di Luar dan di Dalam Pengadilan Ditinjau Dari Segi Hukum Islam
Karmila/742302021083 - Personal Name
Skripsi ini membahas penyelarasan dikotomi talak di luar dan di dalam
pengadilan yang ditinjau dari segi hukum Islam. Penelitian ini mengidentifikasi
beberapa masalah, di antaranya bagaimana hukum Islam memandang praktik talak,
implikasi hukum terhadap hak istri dan anak perspektif hukum Islam, dan upaya
penyelarasan praktik talak di luar dan di dalam pengadilan dalam hukum Islam
dengan ketentuan hukum positif Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan Teologis normatif dan
Yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa talak di luar pengadilan tetap sah karena
merupakan hak suami yang diberikan oleh Allah, tanpa memerlukan bukti atau saksi.
Sedangkan untuk talak di dalam pengadilan tidak ada aturan khusus dalam al-Qur'an
atau hadis yang mengharuskan talak dilakukan di pengadilan. Urgensi pelaksanaan
talak di hadapan pengadilan dapat dilihat dari perspektif maslahah, yaitu untuk
menjaga kemaslahatan dan perlindungan hukum. Keabsahan pernikahan setelah talak
di luar pengadilan bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat talak. Jika syarat
tersebut dipenuhi, maka pernikahan dianggap berakhir menurut hukum Islam.
Implikasi hukum terhadap hak istri dan anak dari praktik talak di luar
pengadilan mencakup kewajiban suami untuk memberikan nafkah selama masa
‘iddah dan untuk anak hingga dewasa. Namun, perceraian yang tidak tercatat secara
resmi dapat menimbulkan masalah, seperti ketidakpastian hak asuh anak, pembagian
harta, dan warisan. Penyelarasan terkait talak antara hukum Islam dengan ketentuan
hukum positif Indonesia dapat teratasi dengan menerapkan QS. Al-Nisā’/4:59 yang
menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan pemerintah. Dengan demikian,
perceraian yang dilakukan di pengadilan dapat mengurangi mudarat dan memastikan
perlindungan hak-hak semua pihak yang terlibat
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari skripsi dengan judul “Penyelarasan
Dikotomi Talak di Luar dan di Dalam Pengadilan Ditinjau Dari Segi Hukum
Islam” dapat di berikan kesimpulan bahwa:
1. Dalam hukum Islam talak di luar pengadilan tetap sah karena talak itu
sebagian dari hak suami maka tidak perlu bukti atau saksi untuk
melaksanakan haknya, sedangkan untuk talak di dalam pengadilan tidak ada
aturan khusus dalam al-Quran maupun hadis terkait mengharuskan talak di
lakukan di dalam pengadilan, hanya saja jika talak yang dilakukan
dihadapan pengadilan jika ditinjau dari segi perspektif hukum Islam dalam
hal ini maslahah mursalah maka talak itu perlu diikrarkan dihadapan sidang
pengadilan, karena dengan mengikrarkan talak di depan sidang pengadilan
dapat menjaga kemaslahatan berupa perlindungan terhadap institusi
keluarga dan perwujudan kepastian hukum di mana perkawinan tidak
dengan mudah begitu saja diputuskan.
2. Implikasi hukum dari praktik talak di luar pengadilan terhadap hak istri dan
anak adalah setelah terjadi talak oleh suami maka suami mempunyai
kewajiban untuk memberi nafkah untuk istrinya selama masa ‘iddahnya
belum berakhir, nafkah tersebut berupa nafkah kebutuhan hidup, nafkah
tempat tinggal dan nafkah lahir lainnya (kebutuhan pangan, sandang,
papan), suami juga wajib membayarkan sisa hutang mahar jika ada, begitu
pun untuk anaknya, suami wajib memberikan nafkah hingga anaknya
mampu menafkahi dirinya sendiri (sudah dewasa).
3. Untuk penyelarasan dikotomi talak di luar dan di dalam pengadilan dalam
hukum Islam dengan ketentuan hukum positif Indonesia dapat diselaraskan
dengan cara menerapkan QS. Al-Nisā’/4:59 yang berkaitan dengan
masyarakat harus patuh pada aturan pemerintah karena dengan menerapkan
ayat tersebut, baik hukum Islam maupun hukum positif dapat berdampingan
dan berjalan secara bersama karena dalam hukum positif juga jelas
menganut prinsip hukum Islam dengan mengharuskan perceraian hanya
dapat dilakukan di pengadilan karena perceraian yang dilakukan di luar
pengadilan dapat mendatangkan banyak mudarat sehingga harus
dihilangkan karena Islam sendiri melarang keras mendatangkan
kemudaratan bagi diri sendiri maupun orang lain.
B. Saran
Dalam saran penelitian ini, penulis ingin menyampaikan beberapa hal,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah harus memperhatikan secara mendalam terkait mengatasi
praktik talak di luar pengadilan agar masyarakat menjadi tahu
konsekuensinya dan pemerintah harus hadir sebagai solusi dalam
menyelesaikan hal tersebut agar tercipta masyarakat yang patuh terhadap
hukum, karena jika pemerintah turun langsung, dalam hal ini penyuluh
agama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, maka peraturan dalam
berperilaku sesuai dengan aturan negara maupun hukum Islam yang ada
dapat terealisasikan dengan saksama.
2. Penelitian ini masih dapat berlanjut untuk di kaji. Penelitian selanjutnya
dapat melakukan pendekatan resolusi konflik terhadap talak di luar
pengadilan dengan pendekatan studi kasus pada pengadilan agama.
pengadilan yang ditinjau dari segi hukum Islam. Penelitian ini mengidentifikasi
beberapa masalah, di antaranya bagaimana hukum Islam memandang praktik talak,
implikasi hukum terhadap hak istri dan anak perspektif hukum Islam, dan upaya
penyelarasan praktik talak di luar dan di dalam pengadilan dalam hukum Islam
dengan ketentuan hukum positif Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan Teologis normatif dan
Yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa talak di luar pengadilan tetap sah karena
merupakan hak suami yang diberikan oleh Allah, tanpa memerlukan bukti atau saksi.
Sedangkan untuk talak di dalam pengadilan tidak ada aturan khusus dalam al-Qur'an
atau hadis yang mengharuskan talak dilakukan di pengadilan. Urgensi pelaksanaan
talak di hadapan pengadilan dapat dilihat dari perspektif maslahah, yaitu untuk
menjaga kemaslahatan dan perlindungan hukum. Keabsahan pernikahan setelah talak
di luar pengadilan bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat talak. Jika syarat
tersebut dipenuhi, maka pernikahan dianggap berakhir menurut hukum Islam.
Implikasi hukum terhadap hak istri dan anak dari praktik talak di luar
pengadilan mencakup kewajiban suami untuk memberikan nafkah selama masa
‘iddah dan untuk anak hingga dewasa. Namun, perceraian yang tidak tercatat secara
resmi dapat menimbulkan masalah, seperti ketidakpastian hak asuh anak, pembagian
harta, dan warisan. Penyelarasan terkait talak antara hukum Islam dengan ketentuan
hukum positif Indonesia dapat teratasi dengan menerapkan QS. Al-Nisā’/4:59 yang
menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan pemerintah. Dengan demikian,
perceraian yang dilakukan di pengadilan dapat mengurangi mudarat dan memastikan
perlindungan hak-hak semua pihak yang terlibat
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari skripsi dengan judul “Penyelarasan
Dikotomi Talak di Luar dan di Dalam Pengadilan Ditinjau Dari Segi Hukum
Islam” dapat di berikan kesimpulan bahwa:
1. Dalam hukum Islam talak di luar pengadilan tetap sah karena talak itu
sebagian dari hak suami maka tidak perlu bukti atau saksi untuk
melaksanakan haknya, sedangkan untuk talak di dalam pengadilan tidak ada
aturan khusus dalam al-Quran maupun hadis terkait mengharuskan talak di
lakukan di dalam pengadilan, hanya saja jika talak yang dilakukan
dihadapan pengadilan jika ditinjau dari segi perspektif hukum Islam dalam
hal ini maslahah mursalah maka talak itu perlu diikrarkan dihadapan sidang
pengadilan, karena dengan mengikrarkan talak di depan sidang pengadilan
dapat menjaga kemaslahatan berupa perlindungan terhadap institusi
keluarga dan perwujudan kepastian hukum di mana perkawinan tidak
dengan mudah begitu saja diputuskan.
2. Implikasi hukum dari praktik talak di luar pengadilan terhadap hak istri dan
anak adalah setelah terjadi talak oleh suami maka suami mempunyai
kewajiban untuk memberi nafkah untuk istrinya selama masa ‘iddahnya
belum berakhir, nafkah tersebut berupa nafkah kebutuhan hidup, nafkah
tempat tinggal dan nafkah lahir lainnya (kebutuhan pangan, sandang,
papan), suami juga wajib membayarkan sisa hutang mahar jika ada, begitu
pun untuk anaknya, suami wajib memberikan nafkah hingga anaknya
mampu menafkahi dirinya sendiri (sudah dewasa).
3. Untuk penyelarasan dikotomi talak di luar dan di dalam pengadilan dalam
hukum Islam dengan ketentuan hukum positif Indonesia dapat diselaraskan
dengan cara menerapkan QS. Al-Nisā’/4:59 yang berkaitan dengan
masyarakat harus patuh pada aturan pemerintah karena dengan menerapkan
ayat tersebut, baik hukum Islam maupun hukum positif dapat berdampingan
dan berjalan secara bersama karena dalam hukum positif juga jelas
menganut prinsip hukum Islam dengan mengharuskan perceraian hanya
dapat dilakukan di pengadilan karena perceraian yang dilakukan di luar
pengadilan dapat mendatangkan banyak mudarat sehingga harus
dihilangkan karena Islam sendiri melarang keras mendatangkan
kemudaratan bagi diri sendiri maupun orang lain.
B. Saran
Dalam saran penelitian ini, penulis ingin menyampaikan beberapa hal,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah harus memperhatikan secara mendalam terkait mengatasi
praktik talak di luar pengadilan agar masyarakat menjadi tahu
konsekuensinya dan pemerintah harus hadir sebagai solusi dalam
menyelesaikan hal tersebut agar tercipta masyarakat yang patuh terhadap
hukum, karena jika pemerintah turun langsung, dalam hal ini penyuluh
agama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, maka peraturan dalam
berperilaku sesuai dengan aturan negara maupun hukum Islam yang ada
dapat terealisasikan dengan saksama.
2. Penelitian ini masih dapat berlanjut untuk di kaji. Penelitian selanjutnya
dapat melakukan pendekatan resolusi konflik terhadap talak di luar
pengadilan dengan pendekatan studi kasus pada pengadilan agama.
Ketersediaan
| SSYA20250044 | 44/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
44/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
