Implementasi Penilaian Kelayakan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Berdasarkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 20l22 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone
Fitri Aynul Syahrani/742352021072 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Implementasi Penilaian Kelayakan Pembebasan
Bersyarat Bagi Narapidana Berdasarkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 20l22 di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana implementasi sistem penilaian kelayakan pembebasan bersyarat bagi
narapidana berdasarkan Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone dan apa saja faktor-faktor yang pendukung dan
penghambat implementasi Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 dalam proses
pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Watampone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research kualitatif)
dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Sumber data dalam
penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui
observasi, wawancara, serta dokumentasi di Kantor Lapas Kelas IIA Watampone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem penilaian kelayakan
pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lapas kelas IIA Watampone telah sesuai
dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 yang terlihat dengan adanya kewajiban
bagi narapidana untuk memenuhi syarat administratif dan substantif, serta mengikuti
proses asesment melalui Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) untuk dapat
memperoleh pembebasan bersyarat. Adapun faktor pendukung pemberian pembebasan
bersyarat yaitu selain harus memenuhi syarat dari syarat administratif berdasarkan
peraturan yang berlaku, narapidana tersebut juga harus berperilakua baik selama masa
pidana, Telah menjalani masa pidana minimal dua pertiga dari total hukuman, Tidak
termasuk dalam kasus pengecualian dan Rekomendasi dari petugas pembinaan dan
pembimbing kemasyarakatan berdasarkan dari hasil penilaian SPPN yang dilakukan,
sedangkan faktor penghambatnya yaitu pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
narapidana, ketiadaan penjamin dari keluarga, keberatan dari pihak korban,
keterbatasan SDM petugas lembaga pemasyarakatan, serta lambatnya proses
administrasi di tingkat pusat. Lapas Kelas IIA Watampone telah melakukan penilaian
kelayakan pembebasan bersyarat bagi narapidana namun dalam pelaksanaannya masih
belum optimal
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone, diperoleh beberapa kesimpulan terkait
Implementasi Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 tentang Penilaian Kelayakan
Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana. Adapun kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi sistem penilaian kelayakan pembebasab bersyarat bagi
Narapidana berdasarkan Permenkumhalm Nomor 7 talhun 20l22 di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone, bahwa pelaksanaan pembebasan
bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone berjalan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena setiap narapidana yang
mengajukan permohonan harus terlebih dahulu memenuhi syarat administratif
seperti kelengkapan dokumen dan surat jaminan keluarga, serta syarat
substantif berupa perilaku baik, aktif dalam program pembinaan, dan telah
menjalani minimal dua pertiga masa pidana. Kemudian terkait dengan
penilain kelayakan pembebasan bersyarat di lembaga pemasyarakatan dengan
menggunakan sistem peninalian pembinaan narapidana (SPPN) sudah sesuai
dengan mekanisme akan tetapi belum maksimal. SPPN dilaksanakan
berdasarkan instrumen asesmen, melalui asesmen awal, asesmen risiko, dan
asesmen akhir, yang rutin dilaksanakan setiap 6 bulan. Asesmen menjadi
kunci utama dalam menentukan kelayakan narapidana untuk mendapatkan
hak pembebasan bersyarat. Proses asesmen dalam pemberian pembebasan
bersyarat belum maksimal dilakukan secara terbuka dan transparan hal ini
betujuan untuk memperkut aspek transparansi, akuntabilitas dan objektivitas,
dilakukan dengan melibatkan; Wawancara langsung, Observasi perilaku
sehari-hari narapidana, Evaluasi berkelanjutan melalui instrumen
terstandarisasi.
2. Terdapat beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
pemberian pembebasan bersyarat. Faktor yang menjadi pendukung dalam
proses pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Watampone yakni bahwa selain harus memenuhi syarat dari syarat
administratif berdasarkan peraturan yang berlaku, narapidana tersebut juga
harus berperilaku baik selama masa pidana, telah menjalani masa pidana
minimal dua pertiga dari total hukuman, tidak termasuk dalam kasus
pengecualian (seperti terorisme atau korupsi besar) dan Rekomendasi dari
petugas pembinaan dan pembimbing kemasyarakatan berdasarkan dari hasil
penilaian SPPN yang dilakukan. Kemudian terdapat juga beberapa faktor
yang menjadi kendala sehingga proses pembebasan bersyarat tidak dapat
dilaksanakan seperti adanya pelanggaran dari narapidana itu sendiri, tidak
adanya keluarga yang bersedia menjadi penjamin atau keberatan dari pihak
korban untuk kasus berat, Keterbatasan sumber daya manusia terutama wali
pemasyarakatan yang memegang terlalu banyak kamar narapidana, Proses
administrasi yang lama di tingkat pusat.
B. Saran
1. Penilaian kelayakan pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone sudah terlaksana sesuai dengan
asesmen atau instrumen penilaian, namun dalam mekanisme pelaksanaannya
masih perlu ditingkatakan lagi terutama terkait dengan penilaian, yang
seharusnya lebih meningkatkan perhatian kepada narapidana dan penilaian
seharusnya dilakukan setiap hari untuk memastikan bahwa narapidana
tersebut memang benar layak untuk memperoleh pembebasan bersyarat.
2. Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Watampone sudah sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
yang ada, namun terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat
pemberian pembebasan bersyarat terutama dalam sumber daya manusia atau
wali pemasyarakatan. Seharusnya wali pemasyarakatan ini memang bertugas
hanya sebagai wali khusus agar pelaksanaan penilaian terhadap narapidana
menjadi maksimal. Pembinaan Lapas perlu memperkuat program pembinaan
kepribadian dan kemandirian narapidana agar perilaku positif selama masa
pidana semakin terjaga, sehingga lebih memenuhi syarat substantif untuk
pembebasan bersyarat.
Bersyarat Bagi Narapidana Berdasarkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 20l22 di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone. Permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana implementasi sistem penilaian kelayakan pembebasan bersyarat bagi
narapidana berdasarkan Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone dan apa saja faktor-faktor yang pendukung dan
penghambat implementasi Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 dalam proses
pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Watampone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research kualitatif)
dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Sumber data dalam
penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui
observasi, wawancara, serta dokumentasi di Kantor Lapas Kelas IIA Watampone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem penilaian kelayakan
pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lapas kelas IIA Watampone telah sesuai
dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 yang terlihat dengan adanya kewajiban
bagi narapidana untuk memenuhi syarat administratif dan substantif, serta mengikuti
proses asesment melalui Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) untuk dapat
memperoleh pembebasan bersyarat. Adapun faktor pendukung pemberian pembebasan
bersyarat yaitu selain harus memenuhi syarat dari syarat administratif berdasarkan
peraturan yang berlaku, narapidana tersebut juga harus berperilakua baik selama masa
pidana, Telah menjalani masa pidana minimal dua pertiga dari total hukuman, Tidak
termasuk dalam kasus pengecualian dan Rekomendasi dari petugas pembinaan dan
pembimbing kemasyarakatan berdasarkan dari hasil penilaian SPPN yang dilakukan,
sedangkan faktor penghambatnya yaitu pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
narapidana, ketiadaan penjamin dari keluarga, keberatan dari pihak korban,
keterbatasan SDM petugas lembaga pemasyarakatan, serta lambatnya proses
administrasi di tingkat pusat. Lapas Kelas IIA Watampone telah melakukan penilaian
kelayakan pembebasan bersyarat bagi narapidana namun dalam pelaksanaannya masih
belum optimal
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone, diperoleh beberapa kesimpulan terkait
Implementasi Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 tentang Penilaian Kelayakan
Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana. Adapun kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi sistem penilaian kelayakan pembebasab bersyarat bagi
Narapidana berdasarkan Permenkumhalm Nomor 7 talhun 20l22 di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone, bahwa pelaksanaan pembebasan
bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone berjalan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena setiap narapidana yang
mengajukan permohonan harus terlebih dahulu memenuhi syarat administratif
seperti kelengkapan dokumen dan surat jaminan keluarga, serta syarat
substantif berupa perilaku baik, aktif dalam program pembinaan, dan telah
menjalani minimal dua pertiga masa pidana. Kemudian terkait dengan
penilain kelayakan pembebasan bersyarat di lembaga pemasyarakatan dengan
menggunakan sistem peninalian pembinaan narapidana (SPPN) sudah sesuai
dengan mekanisme akan tetapi belum maksimal. SPPN dilaksanakan
berdasarkan instrumen asesmen, melalui asesmen awal, asesmen risiko, dan
asesmen akhir, yang rutin dilaksanakan setiap 6 bulan. Asesmen menjadi
kunci utama dalam menentukan kelayakan narapidana untuk mendapatkan
hak pembebasan bersyarat. Proses asesmen dalam pemberian pembebasan
bersyarat belum maksimal dilakukan secara terbuka dan transparan hal ini
betujuan untuk memperkut aspek transparansi, akuntabilitas dan objektivitas,
dilakukan dengan melibatkan; Wawancara langsung, Observasi perilaku
sehari-hari narapidana, Evaluasi berkelanjutan melalui instrumen
terstandarisasi.
2. Terdapat beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
pemberian pembebasan bersyarat. Faktor yang menjadi pendukung dalam
proses pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Watampone yakni bahwa selain harus memenuhi syarat dari syarat
administratif berdasarkan peraturan yang berlaku, narapidana tersebut juga
harus berperilaku baik selama masa pidana, telah menjalani masa pidana
minimal dua pertiga dari total hukuman, tidak termasuk dalam kasus
pengecualian (seperti terorisme atau korupsi besar) dan Rekomendasi dari
petugas pembinaan dan pembimbing kemasyarakatan berdasarkan dari hasil
penilaian SPPN yang dilakukan. Kemudian terdapat juga beberapa faktor
yang menjadi kendala sehingga proses pembebasan bersyarat tidak dapat
dilaksanakan seperti adanya pelanggaran dari narapidana itu sendiri, tidak
adanya keluarga yang bersedia menjadi penjamin atau keberatan dari pihak
korban untuk kasus berat, Keterbatasan sumber daya manusia terutama wali
pemasyarakatan yang memegang terlalu banyak kamar narapidana, Proses
administrasi yang lama di tingkat pusat.
B. Saran
1. Penilaian kelayakan pembebasan bersyarat bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone sudah terlaksana sesuai dengan
asesmen atau instrumen penilaian, namun dalam mekanisme pelaksanaannya
masih perlu ditingkatakan lagi terutama terkait dengan penilaian, yang
seharusnya lebih meningkatkan perhatian kepada narapidana dan penilaian
seharusnya dilakukan setiap hari untuk memastikan bahwa narapidana
tersebut memang benar layak untuk memperoleh pembebasan bersyarat.
2. Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Watampone sudah sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
yang ada, namun terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat
pemberian pembebasan bersyarat terutama dalam sumber daya manusia atau
wali pemasyarakatan. Seharusnya wali pemasyarakatan ini memang bertugas
hanya sebagai wali khusus agar pelaksanaan penilaian terhadap narapidana
menjadi maksimal. Pembinaan Lapas perlu memperkuat program pembinaan
kepribadian dan kemandirian narapidana agar perilaku positif selama masa
pidana semakin terjaga, sehingga lebih memenuhi syarat substantif untuk
pembebasan bersyarat.
Ketersediaan
| SSYA20250075 | 75/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
75/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
