Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengadili Perkara Pembatalan Penetapan Ahli Waris pada Putusan Nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
Nur Esa/7413202022004 - Personal Name
Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan
Pengadilan Agama dalam mengadili perkara pembatalan penetapan ahli waris pada
putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menjelaskan Perkara dalam Putusan Nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp oleh
Majelis Hakim Sudah Berdasarkan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang
Peradilan Agama, untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara pembatalan penetapan ahli waris pada putusan nomor
525/Pdt.G/2019/PA.Wtp dan untuk menganalisis perspektif hukum kewarisan Islam
terhadap putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp tentang pembatalan penetapan ahli
waris.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) kualitatif
deskriptif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan teologi
normatif, dalam metode pengumpulan data menggunakan bahan hukum untuk
menganalisi penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dengan metode deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatalan warisan merupakan cara
yang dilakukan seseorang untuk membatalkan sesuatu harta warisan yang telah
ditinggalkan pewaris kepada ahli warisnya karena adanya sesuatu hal atau masalah
dalam suatu hubungan kekeluargaan. Pada penetapan sebelumnya terdapat kekeliruan
sehingga Pengadilan Agama mempertimbangkan hal tersebut dengan membatalkan
penetapan nomor 54/Pdt.P/2019/PA.Wtp. Putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
tentang pembatalan penetapan ahli waris, hakim mempertimbangkan bahwa
permohonan penetapan ahli waris telah sesuai dengan pasal 49 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 50 tahun 2009. Putusan tentang pembatalan ahli waris pada putusan
nomor 525/Pdt.G/2019/PA. Wtp telah sesuai dengan kompilasi hukum Islam (KHI)
serta aturan lain terkait dengan kewarisan. Seseorang yang tidak terbukti memiliki
hubungan nasab dengan ahli waris tidak dapat dikategorikan sebagai ahli waris dan
ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya
daoat digantikan oleh anaknya sebagai ahli waris pengganti. Namun dengan
dikabulkannya gugatan tentang pembatalan ahli waris dianggap adil dan menjadi
solusi atau jalan tengah dari permasalahan tersebut. selain itu uapaya hukum yang
dapat dilakukan jika terjadi kesalahan permohonan atau gugatan voluntair yang keliru
maka dapat mengajukan perlawanan terhadap permohonan selama berlangsungnya
proses pemeriksaan, mengajukan gugatan perdata, mengajukan permintaan
pembatalan kepada MA dan mengajukan upaya peninjauan kembali.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa kewenangan Pengadilan Agama
dalam Mengadili Perkara Pembatalan Penetapan Ahli Waris pada Putusan Nomor
525/Pdt.G/2019/PA.Wtp, sebagai berikut:
1. Putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp tentang pembatalan penetapan
ahli waris, hakim mempertimbangkan bahwa majelis hakim
memutuskan untuk mengadili perkara tersebut dalam eksepsi yaitu
menolak eksepsi tergugat dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan
penggugat sebagian, menyatakan batal Penetapan Pengadilan Agama
Watampone Nomor 54/Pdt.P/2018/PA.Wtp, tanggal 20 Februari 2018,
menyatakan tidak dapat menerima selain dan selebihnya dan menghukum
tergugat untuk membayar biaya dalam perkara tersebut sejumlah Rp
818.000,00 (delapan ratus delapan belas ribu rupiah).
2. Perkara pembatalan penetapan ahli waris nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Pengadilan Agama dan perkara tersebut masih dibawah tugas dan
wewenang Pengadilan Agama atau Pengadilan tingkat pertama karena
pada permohonan sebelumnya yaitu Penetapan Nomor
54/Pdt.P/2019.PA.Wtp terdapat kekeliruan di dalamnya dan adanya
pihak yang merasa dirugikan setelah pengadilan menjatuhkan penetapan,
maka hal tersebut dapat dibatalkan pada tinggat pengadilan yang sama
yaitu pada Pengadilan Agama dengan upaya hukum gugatan perdata
biasa.
3. Putusan tentang pembatalan ahli waris pada putusan nomor
525/Pdt.G/2019/PA. Wtp telah sesuai dengan kompilasi hukum Islam
(KHI) serta aturan lain terkait dengan kewarisan. Seseorang yang tidak
terbukti memiliki hubungan nasab dengan ahli waris tidak dapat
dikategorikan sebagai ahli waris dan ahli waris yang meninggal lebih
dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya daoat digantikan oleh
anaknya sebagai ahli waris pengganti. Maka hal tersebut juga sesuai
dengan putusan hakim dalam perkara nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
yang tidak dapat menetapkan anak dari penggugat yang bernama
Muhammad Hafis Syahwani Nur Afdal dan Muhammad Aidil Putra
apakah berhak atau tidak menjadi ahli waris dari almarhum Halpasmal
serta menetapkan ke empat anak dari Minsir Milia yang menggantikan
kedudukan ibunya sebagai ahli waris pengganti, namun dengan
dikabulkannya gugatan tentang pembatalan ahli waris dianggap adil dan
menjadi solusi atau jalan tengah dari permasalahan tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, peneliti
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam proses penelitian ini.
untuk itu terdapat beberapa saran untuk bahan pertimbangan bagi pihak
Pengadilan Agama dan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan penelitian yang sama. Adapun saran tersebut yaitu:
1. Sebaiknya pihak Pengadilan Agama lebih memperhatikan perkara yang
masuk agar data yang diperlukan oleh peneliti dapat di akses dengan baik.
2. Perlu adanya kerja sama semua pihak untuk mengambil langkah-langkah
strategis agar masyarakat dapat memahami pentingnya mediasi dalam
suatu perkara agar tetap terjalin hubungan baik bagi para pihak yang
berperkara, serta bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait
untuk mengadakan penyuluhan hukum kepada kelompok-kelompok
masyarakat khususnya mengenai hukum kewarisan Islam.
3. Penulis mengharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangan
penelitian ini dengan menambah dan memperkaya sumber informasi.
Pengadilan Agama dalam mengadili perkara pembatalan penetapan ahli waris pada
putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menjelaskan Perkara dalam Putusan Nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp oleh
Majelis Hakim Sudah Berdasarkan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang
Peradilan Agama, untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara pembatalan penetapan ahli waris pada putusan nomor
525/Pdt.G/2019/PA.Wtp dan untuk menganalisis perspektif hukum kewarisan Islam
terhadap putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp tentang pembatalan penetapan ahli
waris.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) kualitatif
deskriptif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan teologi
normatif, dalam metode pengumpulan data menggunakan bahan hukum untuk
menganalisi penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dengan metode deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatalan warisan merupakan cara
yang dilakukan seseorang untuk membatalkan sesuatu harta warisan yang telah
ditinggalkan pewaris kepada ahli warisnya karena adanya sesuatu hal atau masalah
dalam suatu hubungan kekeluargaan. Pada penetapan sebelumnya terdapat kekeliruan
sehingga Pengadilan Agama mempertimbangkan hal tersebut dengan membatalkan
penetapan nomor 54/Pdt.P/2019/PA.Wtp. Putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
tentang pembatalan penetapan ahli waris, hakim mempertimbangkan bahwa
permohonan penetapan ahli waris telah sesuai dengan pasal 49 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 50 tahun 2009. Putusan tentang pembatalan ahli waris pada putusan
nomor 525/Pdt.G/2019/PA. Wtp telah sesuai dengan kompilasi hukum Islam (KHI)
serta aturan lain terkait dengan kewarisan. Seseorang yang tidak terbukti memiliki
hubungan nasab dengan ahli waris tidak dapat dikategorikan sebagai ahli waris dan
ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya
daoat digantikan oleh anaknya sebagai ahli waris pengganti. Namun dengan
dikabulkannya gugatan tentang pembatalan ahli waris dianggap adil dan menjadi
solusi atau jalan tengah dari permasalahan tersebut. selain itu uapaya hukum yang
dapat dilakukan jika terjadi kesalahan permohonan atau gugatan voluntair yang keliru
maka dapat mengajukan perlawanan terhadap permohonan selama berlangsungnya
proses pemeriksaan, mengajukan gugatan perdata, mengajukan permintaan
pembatalan kepada MA dan mengajukan upaya peninjauan kembali.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa kewenangan Pengadilan Agama
dalam Mengadili Perkara Pembatalan Penetapan Ahli Waris pada Putusan Nomor
525/Pdt.G/2019/PA.Wtp, sebagai berikut:
1. Putusan nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp tentang pembatalan penetapan
ahli waris, hakim mempertimbangkan bahwa majelis hakim
memutuskan untuk mengadili perkara tersebut dalam eksepsi yaitu
menolak eksepsi tergugat dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan
penggugat sebagian, menyatakan batal Penetapan Pengadilan Agama
Watampone Nomor 54/Pdt.P/2018/PA.Wtp, tanggal 20 Februari 2018,
menyatakan tidak dapat menerima selain dan selebihnya dan menghukum
tergugat untuk membayar biaya dalam perkara tersebut sejumlah Rp
818.000,00 (delapan ratus delapan belas ribu rupiah).
2. Perkara pembatalan penetapan ahli waris nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Pengadilan Agama dan perkara tersebut masih dibawah tugas dan
wewenang Pengadilan Agama atau Pengadilan tingkat pertama karena
pada permohonan sebelumnya yaitu Penetapan Nomor
54/Pdt.P/2019.PA.Wtp terdapat kekeliruan di dalamnya dan adanya
pihak yang merasa dirugikan setelah pengadilan menjatuhkan penetapan,
maka hal tersebut dapat dibatalkan pada tinggat pengadilan yang sama
yaitu pada Pengadilan Agama dengan upaya hukum gugatan perdata
biasa.
3. Putusan tentang pembatalan ahli waris pada putusan nomor
525/Pdt.G/2019/PA. Wtp telah sesuai dengan kompilasi hukum Islam
(KHI) serta aturan lain terkait dengan kewarisan. Seseorang yang tidak
terbukti memiliki hubungan nasab dengan ahli waris tidak dapat
dikategorikan sebagai ahli waris dan ahli waris yang meninggal lebih
dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya daoat digantikan oleh
anaknya sebagai ahli waris pengganti. Maka hal tersebut juga sesuai
dengan putusan hakim dalam perkara nomor 525/Pdt.G/2019/PA.Wtp
yang tidak dapat menetapkan anak dari penggugat yang bernama
Muhammad Hafis Syahwani Nur Afdal dan Muhammad Aidil Putra
apakah berhak atau tidak menjadi ahli waris dari almarhum Halpasmal
serta menetapkan ke empat anak dari Minsir Milia yang menggantikan
kedudukan ibunya sebagai ahli waris pengganti, namun dengan
dikabulkannya gugatan tentang pembatalan ahli waris dianggap adil dan
menjadi solusi atau jalan tengah dari permasalahan tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, peneliti
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam proses penelitian ini.
untuk itu terdapat beberapa saran untuk bahan pertimbangan bagi pihak
Pengadilan Agama dan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan penelitian yang sama. Adapun saran tersebut yaitu:
1. Sebaiknya pihak Pengadilan Agama lebih memperhatikan perkara yang
masuk agar data yang diperlukan oleh peneliti dapat di akses dengan baik.
2. Perlu adanya kerja sama semua pihak untuk mengambil langkah-langkah
strategis agar masyarakat dapat memahami pentingnya mediasi dalam
suatu perkara agar tetap terjalin hubungan baik bagi para pihak yang
berperkara, serta bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait
untuk mengadakan penyuluhan hukum kepada kelompok-kelompok
masyarakat khususnya mengenai hukum kewarisan Islam.
3. Penulis mengharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangan
penelitian ini dengan menambah dan memperkaya sumber informasi.
Ketersediaan
| 7413202022004 | 52/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
52/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis HKI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
