Problematika Masa Iddah Cerai Diluar Pengadilan Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam (Studi Kasus Desa UlubalangKecamatan Salomekko)
Muh. Reski Fausan/01.18.1179 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang problematika masa iddah cerai di luar
pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam Desa ulubalang. Permasalahan
dalam penelitian ini, bagaimana problematika masa iddah cerai di luar pengadilan
menurut hukum positif dan hukum islam (Studi Kasus Desa Ulubalang Kecamatan
Salomekko) dan bagaimana solusi dalam menghadapi problematika masa iddah cerai
di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam (Studi Kasus Desa
Ulubalang Kecamatan Salomekko).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui problematika masa iddah cerai di luar
pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam (Studi kasus Desa Ulubalang
Kecamatan salomekko) dan untuk mengetahui solusi dalam menghadapi
problematika masa iddah cerai di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum
islam .
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) kualitatif
deskriptif dengan pendekatan yuridis empiris, pendekatan teologis normatif dan
pendekatan sosiologis. Adapun tekhnik pengumpulan datanya diawali dengan
observasi, kemudian wawancara dan dokumentasi. Kemudian dalam tekhnik
pengolahan data melalui reduksi data, penyajian data dan akhirnya verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama problematika masa iddah
cerai di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam. Dalam Islam,
pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan diberikan aturan yang
jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Di Indonesia, masalah
harmonisasi hukum menentukan masa iddah bagi wanita cerai di luar pengadilan
menjadi hal yang cukup kompleks dan menarik untuk dibahas. Pada tahun 1974,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Undang-undang ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai
pernikahan, perceraian, dan hal-hal terkait. Salah satu pasal dalam undang-undang
ini adalah Pasal 39, yang menjelaskan tentang masa iddah bagi wanita yang telah
diceraikan oleh suaminya. Menurut Pasal 39 tersebut, masa iddah bagi seorang
wanita yang telah diceraikan oleh suaminya adalah selama tiga bulan atau selama ia
hamil jika hamil pada saat diceraikan. Masa iddah ini dimulai pada saat terjadinya
perceraian dan berakhir pada akhir periode masa iddah tersebut.
erdasarkan hasil penelitian dari analisis yang telah diuraikan dalam bab
IV mengenai Problematika Masa Iddah Cerai Di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif dan Hukum Islam, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perceraian diluar pengadilan Desa Ulubalang Kecamatan Salomekko
Kabupaten Bone disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang pemahaman
masyarakat mengenai perceraian dipengadilan dan pemikiran masyarakat yang
masih sempit mengenai hukum sehingga mereka melakukan perceraian di luar
pengadilan. Banyak perempuan tidak menjalani masa iddah dengan benar
karena ketidakpahaman tentang durasi dan kewajiban selama masa iddah serta
minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Ketidakpastian mengenai hak
asuh anak dan kesulitan dalam mendapatkan nafkah menunjukkan bahwa
pelaksanaan masa iddah yang tidak tepat dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan hak-hak perempuan secara signifikan.
2. Dalam Islam, pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan
diberikan aturan yang jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Dalam
Islam sendiri sebuah perceraian merupakan perkara yang halal akan tetapi tidak
disenangi oleh Allah swt. Apabila pasangan suami istri telah bercerai secara
yuridis di pengadilan Agama mereka tetap mempunyai hak dan kewajibanyang
harus dipenuhi oleh keduanya terutama kewajiban suami terhadap istrinya
yakni membayar nafkah iddah. Berdasarkan problem tersebut perlu kiranya
seorang wanita yang diceraikan diberikan sebuah kepastian hukum atas hak dari
Berdasarkan hasil penelitian dari analisis yang telah diuraikan dalam bab
IV mengenai Problematika Masa Iddah Cerai Di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif dan Hukum Islam, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perceraian diluar pengadilan Desa Ulubalang Kecamatan Salomekko
Kabupaten Bone disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang pemahaman
masyarakat mengenai perceraian dipengadilan dan pemikiran masyarakat yang
masih sempit mengenai hukum sehingga mereka melakukan perceraian di luar
pengadilan. Banyak perempuan tidak menjalani masa iddah dengan benar
karena ketidakpahaman tentang durasi dan kewajiban selama masa iddah serta
minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Ketidakpastian mengenai hak
asuh anak dan kesulitan dalam mendapatkan nafkah menunjukkan bahwa
pelaksanaan masa iddah yang tidak tepat dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan hak-hak perempuan secara signifikan.
2. Dalam Islam, pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan
diberikan aturan yang jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Dalam
Islam sendiri sebuah perceraian merupakan perkara yang halal akan tetapi tidak
disenangi oleh Allah swt. Apabila pasangan suami istri telah bercerai secara
yuridis di pengadilan Agama mereka tetap mempunyai hak dan kewajibanyang
harus dipenuhi oleh keduanya terutama kewajiban suami terhadap istrinya
yakni membayar nafkah iddah. Berdasarkan problem tersebut perlu kiranya
seorang wanita yang diceraikan diberikan sebuah kepastian hukum atas hak dari
A. Simpulan
pembayaran iddah kepadanya. Menurut KHI, masa iddah bagi wanita yang
bercerai di luar pengadilan adalah selama tiga bulan atau selama ia hamil jika
hamil pada saat diceraikan. Hal ini sebenarnya sama dengan ketentuan dalam
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, perbedaannya terletak pada
status hukum ketentuan tersebut. Ketentuan dalam KHI hanya bersifat hukum
perdata, sedangkan ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 memiliki status
hukum yang lebih kuat, yaitu sebagai hukum nasional. Selain itu, KHI juga
memberikan kemudahan bagi pihak wanita untuk mempersingkat masa
iddahnya. Pasal 93 ayat (3) KHI menyatakan bahwa apabila suami dan istri
sepakat untuk mengakhiri masa iddah, maka masa iddah dapat diakhiri sebelum
berakhirnya periode masa iddah tersebut.
menguraikansaran-saran sebagai berikut:
1. Kantor Urusan Agama Merupakan Kantor Departemen Urusan
Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan
Salomekko serta memiliki fungsi di dalam kegiatan yang berhubungan
dengan kemasyarakatan.
2. Kepala DESA, disarankan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, meskipun dalam Islam perceraian di luar pengadilan juga
mampu mengikuti aturan Perundang-Undangan yang berlaku, sehingga tidak
terjadi permasalahan yang terus brulang dalam masyarakat di karenakan
pemikiran masyarakat masi sngat minim dan itu cacat menurut hukum.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan kesimpulan di atas, penulis akan
3. Setiap pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan mempunyai
kepentingan di dalamnya, hendaknya lebih memperhatikan prosedur dan
aturan- aturan yang berlaku baik menurut hukum negara atau hukum Islam.
Maka tugas sebagai kepala dasa ataupun imam desa dalam memperlancar
jalannya pernikahan.agar lebih memperhatikan setiap aturan.
pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam Desa ulubalang. Permasalahan
dalam penelitian ini, bagaimana problematika masa iddah cerai di luar pengadilan
menurut hukum positif dan hukum islam (Studi Kasus Desa Ulubalang Kecamatan
Salomekko) dan bagaimana solusi dalam menghadapi problematika masa iddah cerai
di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam (Studi Kasus Desa
Ulubalang Kecamatan Salomekko).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui problematika masa iddah cerai di luar
pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam (Studi kasus Desa Ulubalang
Kecamatan salomekko) dan untuk mengetahui solusi dalam menghadapi
problematika masa iddah cerai di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum
islam .
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) kualitatif
deskriptif dengan pendekatan yuridis empiris, pendekatan teologis normatif dan
pendekatan sosiologis. Adapun tekhnik pengumpulan datanya diawali dengan
observasi, kemudian wawancara dan dokumentasi. Kemudian dalam tekhnik
pengolahan data melalui reduksi data, penyajian data dan akhirnya verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama problematika masa iddah
cerai di luar pengadilan menurut hukum positif dan hukum islam. Dalam Islam,
pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan diberikan aturan yang
jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Di Indonesia, masalah
harmonisasi hukum menentukan masa iddah bagi wanita cerai di luar pengadilan
menjadi hal yang cukup kompleks dan menarik untuk dibahas. Pada tahun 1974,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Undang-undang ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai
pernikahan, perceraian, dan hal-hal terkait. Salah satu pasal dalam undang-undang
ini adalah Pasal 39, yang menjelaskan tentang masa iddah bagi wanita yang telah
diceraikan oleh suaminya. Menurut Pasal 39 tersebut, masa iddah bagi seorang
wanita yang telah diceraikan oleh suaminya adalah selama tiga bulan atau selama ia
hamil jika hamil pada saat diceraikan. Masa iddah ini dimulai pada saat terjadinya
perceraian dan berakhir pada akhir periode masa iddah tersebut.
erdasarkan hasil penelitian dari analisis yang telah diuraikan dalam bab
IV mengenai Problematika Masa Iddah Cerai Di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif dan Hukum Islam, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perceraian diluar pengadilan Desa Ulubalang Kecamatan Salomekko
Kabupaten Bone disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang pemahaman
masyarakat mengenai perceraian dipengadilan dan pemikiran masyarakat yang
masih sempit mengenai hukum sehingga mereka melakukan perceraian di luar
pengadilan. Banyak perempuan tidak menjalani masa iddah dengan benar
karena ketidakpahaman tentang durasi dan kewajiban selama masa iddah serta
minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Ketidakpastian mengenai hak
asuh anak dan kesulitan dalam mendapatkan nafkah menunjukkan bahwa
pelaksanaan masa iddah yang tidak tepat dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan hak-hak perempuan secara signifikan.
2. Dalam Islam, pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan
diberikan aturan yang jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Dalam
Islam sendiri sebuah perceraian merupakan perkara yang halal akan tetapi tidak
disenangi oleh Allah swt. Apabila pasangan suami istri telah bercerai secara
yuridis di pengadilan Agama mereka tetap mempunyai hak dan kewajibanyang
harus dipenuhi oleh keduanya terutama kewajiban suami terhadap istrinya
yakni membayar nafkah iddah. Berdasarkan problem tersebut perlu kiranya
seorang wanita yang diceraikan diberikan sebuah kepastian hukum atas hak dari
Berdasarkan hasil penelitian dari analisis yang telah diuraikan dalam bab
IV mengenai Problematika Masa Iddah Cerai Di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif dan Hukum Islam, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perceraian diluar pengadilan Desa Ulubalang Kecamatan Salomekko
Kabupaten Bone disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang pemahaman
masyarakat mengenai perceraian dipengadilan dan pemikiran masyarakat yang
masih sempit mengenai hukum sehingga mereka melakukan perceraian di luar
pengadilan. Banyak perempuan tidak menjalani masa iddah dengan benar
karena ketidakpahaman tentang durasi dan kewajiban selama masa iddah serta
minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Ketidakpastian mengenai hak
asuh anak dan kesulitan dalam mendapatkan nafkah menunjukkan bahwa
pelaksanaan masa iddah yang tidak tepat dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan hak-hak perempuan secara signifikan.
2. Dalam Islam, pernikahan dan perceraian adalah bagian dari ibadah dan
diberikan aturan yang jelas dalam Kitab suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Dalam
Islam sendiri sebuah perceraian merupakan perkara yang halal akan tetapi tidak
disenangi oleh Allah swt. Apabila pasangan suami istri telah bercerai secara
yuridis di pengadilan Agama mereka tetap mempunyai hak dan kewajibanyang
harus dipenuhi oleh keduanya terutama kewajiban suami terhadap istrinya
yakni membayar nafkah iddah. Berdasarkan problem tersebut perlu kiranya
seorang wanita yang diceraikan diberikan sebuah kepastian hukum atas hak dari
A. Simpulan
pembayaran iddah kepadanya. Menurut KHI, masa iddah bagi wanita yang
bercerai di luar pengadilan adalah selama tiga bulan atau selama ia hamil jika
hamil pada saat diceraikan. Hal ini sebenarnya sama dengan ketentuan dalam
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, perbedaannya terletak pada
status hukum ketentuan tersebut. Ketentuan dalam KHI hanya bersifat hukum
perdata, sedangkan ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 memiliki status
hukum yang lebih kuat, yaitu sebagai hukum nasional. Selain itu, KHI juga
memberikan kemudahan bagi pihak wanita untuk mempersingkat masa
iddahnya. Pasal 93 ayat (3) KHI menyatakan bahwa apabila suami dan istri
sepakat untuk mengakhiri masa iddah, maka masa iddah dapat diakhiri sebelum
berakhirnya periode masa iddah tersebut.
menguraikansaran-saran sebagai berikut:
1. Kantor Urusan Agama Merupakan Kantor Departemen Urusan
Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan
Salomekko serta memiliki fungsi di dalam kegiatan yang berhubungan
dengan kemasyarakatan.
2. Kepala DESA, disarankan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, meskipun dalam Islam perceraian di luar pengadilan juga
mampu mengikuti aturan Perundang-Undangan yang berlaku, sehingga tidak
terjadi permasalahan yang terus brulang dalam masyarakat di karenakan
pemikiran masyarakat masi sngat minim dan itu cacat menurut hukum.
B. Saran
Setelah penulis menguraikan kesimpulan di atas, penulis akan
3. Setiap pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan mempunyai
kepentingan di dalamnya, hendaknya lebih memperhatikan prosedur dan
aturan- aturan yang berlaku baik menurut hukum negara atau hukum Islam.
Maka tugas sebagai kepala dasa ataupun imam desa dalam memperlancar
jalannya pernikahan.agar lebih memperhatikan setiap aturan.
Ketersediaan
| SSYA20240171 | 171/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
171/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
