Eksistensi Tradisi Mattoana Pada Masyarakat Bugis dalam Pandangan Al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ (Studi kasus di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone)
Harnida/742302021081 - Personal Name
Skripsi ini membahas eksistensi tradisi mattoana pada masyarakat bugis
dalam pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ (Studi kasus di Desa Matoanging
Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone). Penelitian ini mengidentifikasi
beberapa masalah, diantaranya bagaimana proses tradisi mattoana dalam masyarakat
Bugis di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone serta
bagaimana pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ terhadap tradisi mattoana pada
masyarakat Bugis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) dengan pendekatan Teologis Normatif, Empiris dan Sosiologis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi mattoana adalah praktik yang
memiliki makna mendalam dalam konteks spiritual dan sosial masyarakat Bugis,
berfungsi untuk memohon perlindungan dan mengungkapkan rasa syukur kepada
Allah subḥānahū wa ta‘ālā. Dilaksanakan pada momen penting seperti Idul Fitri, Idul
Adha, setelah panen padi dan saat pindah rumah, tradisi ini mencerminkan nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat serta melibatkan partisipasi aktif komunitas
melalui langkah-langkah terstruktur, mulai dari persiapan makanan hingga
pembacaan doa oleh tokoh masyarakat. Dengan melibatkan tuan rumah, tetangga, dan
tokoh agama, mattoana berfungsi tidak hanya sebagai tradisi spiritual, tetapi juga
sebagai penguat solidaritas dan kebersamaan, yang memperkuat ikatan antar anggota
masyarakat.
Kaidah al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ dalam khazānah hukum Islam berfungsi
sebagai pedoman penting bagi ulama dalam menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis, dengan
menekankan bahwa kebiasaan masyarakat dapat dijadikan dasar pertimbangan hukum
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Tradisi mattoana di
masyarakat Bugis menjadi contoh konkret bagaimana adat dapat berfungsi sebagai
sarana untuk memohon keselamatan dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah,
dengan syarat tidak melanggar nash syariah, tidak mengandung unsur syirik, dan
dilaksanakan dengan niat ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan
ruang bagi budaya lokal untuk berinteraksi dengan ajaran agama, sehingga tradisi
mattoana berfungsi tidak hanya sebagai tradisi sosial, tetapi juga sebagai bentuk
ibadah yang memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial dalam masyarakat, sambil
tetap menjaga kemurnian akidah dan prinsip-prinsip syariat Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari skripsi dengan judul “Eksistensi Tradisi
Mattoana pada Masyarakat Bugis dalam Pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ (Studi
kasus di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone)” dapat
diberikan kesimpulan bahwa:
1. Tradisi mattoana atau maddassalama merupakan praktik yang memiliki makna
mendalam dalam konteks spiritual dan sosial masyarakat Bugis, berfungsi
untuk memohon perlindungan dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah
Subhānahū Wa ta ‘ālā, serta menjaga keselamatan jiwa dari musibah.
Dilaksanakan pada momen penting seperti Idul Fitri, Idul Adha, setelah panen
padi dan saat pindah rumah. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat dan melibatkan partisipasi aktif komunitas
melalui langkah-langkah terstruktur, mulai dari persiapan makanan hingga
pembacaan doa oleh tokoh masyarakat. Dengan melibatkan tuan rumah,
tetangga, dan tokoh agama, mattoana tidak hanya berfungsi sebagai tradisi
spiritual, tetapi juga sebagai penguat solidaritas dan kebersamaan, memperkuat
ikatan antaranggota masyarakat.
2. Dalam khazānah hukum Islam, kaidah al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ menjadi
pedoman penting bagi ulama dalam menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis, dengan
menegaskan bahwa kebiasaan masyarakat dapat dijadikan dasar pertimbangan
hukum selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Tradisi
mattoana di masyarakat Bugis menjadi contoh konkret bagaimana adat dapat
berfungsi sebagai sarana untuk memohon keselamatan dan mengungkapkan
rasa syukur kepada Allah, dengan syarat tidak melanggar nash syariah, tidak
mengandung unsur syirik, dan dilaksanakan dengan niat ibadah. Hal ini
menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi budaya lokal untuk
berinteraksi dengan ajaran agama, sehingga tradisi mattoana tidak hanya
berfungsi sebagai tradisi sosial, tetapi juga sebagai bentuk ibadah yang
memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial dalam masyarakat, sambil tetap
menjaga kemurnian akidah dan prinsip-prinsip syariat Islam.
B. Saran
Tradisi mattoana merupakan salah satu unsur yang hidup dan mengambil
tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Desa Mattoanging, oleh karena itu
sangat penting untuk tetap menjaga eksistensinya. Tradisi mattoana selain sebagai
sebuah tradisi juga merupakan ritual keagamaan yang memiliki nilai filosofi dan nilai
realigius yang dalam, jadi sudah sepatutnya tradisi kita jadikan sebuah sarana untuk
mengedukasi generasi muda agar tetap menjadi manusia yang memiliki kesadaran
untuk selalu bersyukur atas apa yang telah mereka miliki.
Pemahaman masyarakat terhadap tradisi mattoana harusnya dipertajam,
karena kebanyakan dari anggota masyarakat hanya sekedar melaksanakan saja,
mereka sama sekali tidak tau apa tujuan, makna dan esensi dari tradisi ini. Seharusnya
pihak-pihak yang memiliki pengetahuan atau wawasan kebudayaan terkait tradisi ini,
diharapkan ikut berperan aktif dalam mendidik masyarakat agar mereka memiliki
alasan yang kuat dan logis untuk tetap menjalankan tradisi ini.
Kepada kelompok masyarakat yang merasa terganggu dengan pelaksanaan
tradisi ini karena, beranggapan mattoana bertentangan dengan syariat Islam, karena
tidak pernah dicontohkan oleh nabi, atau kerena tidak ada dalil yang menjelaskanya,
mohon untuk tidak selalu berburuksangka terhadap suatu hal yang harus anda kenali,
jangan sampai muncul fitnah hanya karena dasar ketidaktahuan. Mari kita sama-sama
untuk terus belajar agar kita menemukan hikmah diantara perbedaan pendapat.
dalam pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ (Studi kasus di Desa Matoanging
Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone). Penelitian ini mengidentifikasi
beberapa masalah, diantaranya bagaimana proses tradisi mattoana dalam masyarakat
Bugis di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone serta
bagaimana pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ terhadap tradisi mattoana pada
masyarakat Bugis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) dengan pendekatan Teologis Normatif, Empiris dan Sosiologis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi mattoana adalah praktik yang
memiliki makna mendalam dalam konteks spiritual dan sosial masyarakat Bugis,
berfungsi untuk memohon perlindungan dan mengungkapkan rasa syukur kepada
Allah subḥānahū wa ta‘ālā. Dilaksanakan pada momen penting seperti Idul Fitri, Idul
Adha, setelah panen padi dan saat pindah rumah, tradisi ini mencerminkan nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat serta melibatkan partisipasi aktif komunitas
melalui langkah-langkah terstruktur, mulai dari persiapan makanan hingga
pembacaan doa oleh tokoh masyarakat. Dengan melibatkan tuan rumah, tetangga, dan
tokoh agama, mattoana berfungsi tidak hanya sebagai tradisi spiritual, tetapi juga
sebagai penguat solidaritas dan kebersamaan, yang memperkuat ikatan antar anggota
masyarakat.
Kaidah al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ dalam khazānah hukum Islam berfungsi
sebagai pedoman penting bagi ulama dalam menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis, dengan
menekankan bahwa kebiasaan masyarakat dapat dijadikan dasar pertimbangan hukum
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Tradisi mattoana di
masyarakat Bugis menjadi contoh konkret bagaimana adat dapat berfungsi sebagai
sarana untuk memohon keselamatan dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah,
dengan syarat tidak melanggar nash syariah, tidak mengandung unsur syirik, dan
dilaksanakan dengan niat ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan
ruang bagi budaya lokal untuk berinteraksi dengan ajaran agama, sehingga tradisi
mattoana berfungsi tidak hanya sebagai tradisi sosial, tetapi juga sebagai bentuk
ibadah yang memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial dalam masyarakat, sambil
tetap menjaga kemurnian akidah dan prinsip-prinsip syariat Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari skripsi dengan judul “Eksistensi Tradisi
Mattoana pada Masyarakat Bugis dalam Pandangan al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ (Studi
kasus di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone)” dapat
diberikan kesimpulan bahwa:
1. Tradisi mattoana atau maddassalama merupakan praktik yang memiliki makna
mendalam dalam konteks spiritual dan sosial masyarakat Bugis, berfungsi
untuk memohon perlindungan dan mengungkapkan rasa syukur kepada Allah
Subhānahū Wa ta ‘ālā, serta menjaga keselamatan jiwa dari musibah.
Dilaksanakan pada momen penting seperti Idul Fitri, Idul Adha, setelah panen
padi dan saat pindah rumah. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat dan melibatkan partisipasi aktif komunitas
melalui langkah-langkah terstruktur, mulai dari persiapan makanan hingga
pembacaan doa oleh tokoh masyarakat. Dengan melibatkan tuan rumah,
tetangga, dan tokoh agama, mattoana tidak hanya berfungsi sebagai tradisi
spiritual, tetapi juga sebagai penguat solidaritas dan kebersamaan, memperkuat
ikatan antaranggota masyarakat.
2. Dalam khazānah hukum Islam, kaidah al-‘Ᾱdah Muḥakkamaḥ menjadi
pedoman penting bagi ulama dalam menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis, dengan
menegaskan bahwa kebiasaan masyarakat dapat dijadikan dasar pertimbangan
hukum selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Tradisi
mattoana di masyarakat Bugis menjadi contoh konkret bagaimana adat dapat
berfungsi sebagai sarana untuk memohon keselamatan dan mengungkapkan
rasa syukur kepada Allah, dengan syarat tidak melanggar nash syariah, tidak
mengandung unsur syirik, dan dilaksanakan dengan niat ibadah. Hal ini
menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi budaya lokal untuk
berinteraksi dengan ajaran agama, sehingga tradisi mattoana tidak hanya
berfungsi sebagai tradisi sosial, tetapi juga sebagai bentuk ibadah yang
memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial dalam masyarakat, sambil tetap
menjaga kemurnian akidah dan prinsip-prinsip syariat Islam.
B. Saran
Tradisi mattoana merupakan salah satu unsur yang hidup dan mengambil
tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Desa Mattoanging, oleh karena itu
sangat penting untuk tetap menjaga eksistensinya. Tradisi mattoana selain sebagai
sebuah tradisi juga merupakan ritual keagamaan yang memiliki nilai filosofi dan nilai
realigius yang dalam, jadi sudah sepatutnya tradisi kita jadikan sebuah sarana untuk
mengedukasi generasi muda agar tetap menjadi manusia yang memiliki kesadaran
untuk selalu bersyukur atas apa yang telah mereka miliki.
Pemahaman masyarakat terhadap tradisi mattoana harusnya dipertajam,
karena kebanyakan dari anggota masyarakat hanya sekedar melaksanakan saja,
mereka sama sekali tidak tau apa tujuan, makna dan esensi dari tradisi ini. Seharusnya
pihak-pihak yang memiliki pengetahuan atau wawasan kebudayaan terkait tradisi ini,
diharapkan ikut berperan aktif dalam mendidik masyarakat agar mereka memiliki
alasan yang kuat dan logis untuk tetap menjalankan tradisi ini.
Kepada kelompok masyarakat yang merasa terganggu dengan pelaksanaan
tradisi ini karena, beranggapan mattoana bertentangan dengan syariat Islam, karena
tidak pernah dicontohkan oleh nabi, atau kerena tidak ada dalil yang menjelaskanya,
mohon untuk tidak selalu berburuksangka terhadap suatu hal yang harus anda kenali,
jangan sampai muncul fitnah hanya karena dasar ketidaktahuan. Mari kita sama-sama
untuk terus belajar agar kita menemukan hikmah diantara perbedaan pendapat.
Ketersediaan
| SSYA20250213 | 213/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
213/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
