Tradisi System Bagi Hasil Penggarapan Sawah Menurut Perspektif Ekonomi Syariah Di Kelurahan Biru Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone
A.Dinda Try Andini/602022020037 - Personal Name
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis awal tradisi sistem bagi hasil
penggarapan sawah di Kelurahan Biru, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone,
dari perspektif ekonomi syariah. Tradisi bagi hasil dalam penggarapan sawah telah
lama menjadi bagian integral dari praktik pertanian di wilayah ini, dimana petani dan
pemilik lahan bekerja sama untuk memaksimalkan hasil produksi. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, yang
melibatkan observasi lapangan serta wawancara mendalam. Informan utama dalam
penelitian ini meliputi petani penggarap dan pemilik sawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem bagi hasil di Kelurahan Biru secara
umum telah memenuhi prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah, seperti keadilan (al-
adl), kesepakatan (al-muwafaqah), dan transparansi (al-shafafiyah). Dalam
praktiknya, proporsi pembagian hasil antara petani dan pemilik sawah disepakati
bersama berdasarkan kesepakatan bersama, dan didasarkan pada konstribusi masing-
masing pihak dalam proses produksi. Meskipun demikian, terdapat beberapa
tantangan yang dihadapi, seperti perlunya peningkatan dalam aspek dokumentasi dan
pelaporan transaksi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun sistem bagi hasil yang berlaku di
Kelurahan Biru secara umum sudah sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah,
masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam aspek edukasi dan implementasi
teknis. Rekomendasi yang diberikan meliputi peningkatan program pelatihan dan
sosialisasi mengenai ekonomi syariah bagi para petani dan pemilik lahan, serta
pengembangan mekanisme dokumentasi yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, diharapkan tradisi bagi hasil ini dapat terus berkembang dan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahtraan masyarakat setempat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan pada bagian atas, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil di Kelurahan Biru antara pemilik lahan dan petani
penggarap didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak sesuai dengan
tradisi lokal yang telah berlaku turun-temurun. Tradisi ini menjadi
pedoman yang diikuti oleh penduduk setempat, dan perjanjian bagi hasil
dilakukan melalui ucapan dengan saling percaya di antara mereka.
2. Pembentukan kerja sama dengan sistem bagi hasil di Kelurahan Biru terjadi
karena beberapa pemilik lahan tidak sanggup mengelola sendiri lahan
pertaniannya atau tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya. Sementara
itu, beberapa petani penggarap memiliki lahan yang kecil atau bahkan tidak
memiliki lahan pertanian sama sekali. Oleh karena itu, pemilik modal dan
petani penggarap menjalin kerja sama dengan sistem bagi hasil, bukan
hanya untuk memperoleh hasil dari lahan pertanian, tetapi juga untuk
mempererat hubungan persaudaraan dan saling membantu di antara
mereka.
3. Pandangan Islam mengenai tradisi sistem kerjasama bagi hasil yang
dilakukan oleh penduduk Kelurahan Biru menunjukkan bahwa dari segi
bentuk perjanjian lisan, sudah sesuai dengan rukun akad mukhabarah.
Namun, rentang waktu dan berakhirnya kerjasama tidak sepenuhnya sesuai
dengan syarat akad mukhabarah. Penyedia modal yang berasal dari petani
penggarap telah memenuhi syarat mukhabarah, struktur bagi hasil sudah
sesuai, dan penanggungan risiko gagal panen juga sudah sesuai.
B. Saran
Setelah mengemukakan beberapa kesimpulan di atas, maka berikut ini
akan dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Hingga saat ini, sistem kerja sama bagi hasil di Kelurahan Biru masih
mengandalkan tradisi lokal dan kepercayaan antara masyarakat, biasanya
dilakukan secara verbal oleh kedua belah pihak. Penulis mengusulkan agar
setiap kerja sama dengan sistem bagi hasil sebaiknya dilakukan secara
tertulis dan disaksikan oleh pihak ketiga. Langkah ini sangat utama agar
kedua belah pihak dapat mempertanggungjawabkan tindakan mereka
dengan jelas, serta memastikan hak dan kewajiban masing-masing pihak
diakui dan dipenuhi.
2. Sistem penguasaan lahan pertanian di Kelurahan Biru lebih banyak terjadi
melalui sistem bagi hasil. Oleh karena itu, antara pemilik lahan dan
penggarap dalam melakukan suatu bentuk kerja sama dengan sistem bagi
hasil harus mengetahui sistem yang dianjurkan agama Islam khususnya
dalam bidang pertanian, agar sejalan akan sistem yang disyariatkan agama
Islam. Hal ini penting agar terlepas dari hal-ha yang tidak diinginkan atau
yang dapat merugikan seperti adanya penyimpangan, kecurangan, dan
ketidakadilan dari salah satu pihak yang melaksanakan perjanjian bagi
hasil, baik pemilik modal maupun petani sebagai penggarap.
C. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan
implikasi sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat memberikan panduan praktis bagi petani dan pemilik
lahan di Kelurahan Biru dalam memakai sistem bagi hasil yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Ini bisa meningkatkan kesejahtraan mereka
melalui praktik yang lebih adil dan sejalan dengan nilai-nilai agama Islam.
2. Penelitian ini dapat mendukung pelestarian tradisi lokal dalam penggarapan
sawah dengan sistem bagi hasil yang telah berjalan sejak dulu di Kelurahan
Biru. Hal ini penting untuk menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya
yang ada.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikann sebagai bahan ajar atau refrensi dalam
mata kuliah Ekonomi Syariah di peguruan tinggi.
4. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat dan
komunitas petani mengenai pentingnya penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.
penggarapan sawah di Kelurahan Biru, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone,
dari perspektif ekonomi syariah. Tradisi bagi hasil dalam penggarapan sawah telah
lama menjadi bagian integral dari praktik pertanian di wilayah ini, dimana petani dan
pemilik lahan bekerja sama untuk memaksimalkan hasil produksi. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, yang
melibatkan observasi lapangan serta wawancara mendalam. Informan utama dalam
penelitian ini meliputi petani penggarap dan pemilik sawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem bagi hasil di Kelurahan Biru secara
umum telah memenuhi prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah, seperti keadilan (al-
adl), kesepakatan (al-muwafaqah), dan transparansi (al-shafafiyah). Dalam
praktiknya, proporsi pembagian hasil antara petani dan pemilik sawah disepakati
bersama berdasarkan kesepakatan bersama, dan didasarkan pada konstribusi masing-
masing pihak dalam proses produksi. Meskipun demikian, terdapat beberapa
tantangan yang dihadapi, seperti perlunya peningkatan dalam aspek dokumentasi dan
pelaporan transaksi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun sistem bagi hasil yang berlaku di
Kelurahan Biru secara umum sudah sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah,
masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam aspek edukasi dan implementasi
teknis. Rekomendasi yang diberikan meliputi peningkatan program pelatihan dan
sosialisasi mengenai ekonomi syariah bagi para petani dan pemilik lahan, serta
pengembangan mekanisme dokumentasi yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, diharapkan tradisi bagi hasil ini dapat terus berkembang dan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahtraan masyarakat setempat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan pada bagian atas, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil di Kelurahan Biru antara pemilik lahan dan petani
penggarap didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak sesuai dengan
tradisi lokal yang telah berlaku turun-temurun. Tradisi ini menjadi
pedoman yang diikuti oleh penduduk setempat, dan perjanjian bagi hasil
dilakukan melalui ucapan dengan saling percaya di antara mereka.
2. Pembentukan kerja sama dengan sistem bagi hasil di Kelurahan Biru terjadi
karena beberapa pemilik lahan tidak sanggup mengelola sendiri lahan
pertaniannya atau tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya. Sementara
itu, beberapa petani penggarap memiliki lahan yang kecil atau bahkan tidak
memiliki lahan pertanian sama sekali. Oleh karena itu, pemilik modal dan
petani penggarap menjalin kerja sama dengan sistem bagi hasil, bukan
hanya untuk memperoleh hasil dari lahan pertanian, tetapi juga untuk
mempererat hubungan persaudaraan dan saling membantu di antara
mereka.
3. Pandangan Islam mengenai tradisi sistem kerjasama bagi hasil yang
dilakukan oleh penduduk Kelurahan Biru menunjukkan bahwa dari segi
bentuk perjanjian lisan, sudah sesuai dengan rukun akad mukhabarah.
Namun, rentang waktu dan berakhirnya kerjasama tidak sepenuhnya sesuai
dengan syarat akad mukhabarah. Penyedia modal yang berasal dari petani
penggarap telah memenuhi syarat mukhabarah, struktur bagi hasil sudah
sesuai, dan penanggungan risiko gagal panen juga sudah sesuai.
B. Saran
Setelah mengemukakan beberapa kesimpulan di atas, maka berikut ini
akan dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Hingga saat ini, sistem kerja sama bagi hasil di Kelurahan Biru masih
mengandalkan tradisi lokal dan kepercayaan antara masyarakat, biasanya
dilakukan secara verbal oleh kedua belah pihak. Penulis mengusulkan agar
setiap kerja sama dengan sistem bagi hasil sebaiknya dilakukan secara
tertulis dan disaksikan oleh pihak ketiga. Langkah ini sangat utama agar
kedua belah pihak dapat mempertanggungjawabkan tindakan mereka
dengan jelas, serta memastikan hak dan kewajiban masing-masing pihak
diakui dan dipenuhi.
2. Sistem penguasaan lahan pertanian di Kelurahan Biru lebih banyak terjadi
melalui sistem bagi hasil. Oleh karena itu, antara pemilik lahan dan
penggarap dalam melakukan suatu bentuk kerja sama dengan sistem bagi
hasil harus mengetahui sistem yang dianjurkan agama Islam khususnya
dalam bidang pertanian, agar sejalan akan sistem yang disyariatkan agama
Islam. Hal ini penting agar terlepas dari hal-ha yang tidak diinginkan atau
yang dapat merugikan seperti adanya penyimpangan, kecurangan, dan
ketidakadilan dari salah satu pihak yang melaksanakan perjanjian bagi
hasil, baik pemilik modal maupun petani sebagai penggarap.
C. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan
implikasi sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat memberikan panduan praktis bagi petani dan pemilik
lahan di Kelurahan Biru dalam memakai sistem bagi hasil yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Ini bisa meningkatkan kesejahtraan mereka
melalui praktik yang lebih adil dan sejalan dengan nilai-nilai agama Islam.
2. Penelitian ini dapat mendukung pelestarian tradisi lokal dalam penggarapan
sawah dengan sistem bagi hasil yang telah berjalan sejak dulu di Kelurahan
Biru. Hal ini penting untuk menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya
yang ada.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikann sebagai bahan ajar atau refrensi dalam
mata kuliah Ekonomi Syariah di peguruan tinggi.
4. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat dan
komunitas petani mengenai pentingnya penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.
Ketersediaan
| SFEBI20240123 | 123/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
123/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FEBI
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
