Penggunaan Bahasa Simbol dalam Ijab Kabul Tentang Mahar Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus di KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone)
Husniati/742302021040 - Personal Name
Skripsi ini membahas Tentang Penggunaan Bahasa Simbol dalam Ijab Kabul
Tentang Mahar Ditinjau dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Di KUA Tanete
Riattang Kabupaten Bone). Permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama,
Bagaimana bentuk bahasa simbol tentang mahar dalam ijab kabul perkawinan
masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone? Dan kedua,
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol tentang mahar
dalam ijab kabul perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk bahasa simbol
dalam perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang dan untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol tentang mahar
dalam ijab kabul perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pada skripsi ini
terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan sosiologis. Sumber data dalam penelitian ini meliputi, data primer yang
diperoleh langsung dari sumber, seperti wawancaradan observasi yang dilakukan di
lokasi penelitian dan data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (peneliti). Fokus penelitan ini adalah
menganalisis bentuk bahasa simbol dalam perkawinan masyarakat Bugis dan
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol dalam ijab
kabuul tentang mahar di KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di KUA Tanete Riattang masih ada
mahar yang
berbentuk real.Tingkatan mahar atau sompa berdasarkan stratifikasi
sosial mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Bugis
Bone saat ini, tidak lagi menyimbolkan mahar berdasarkan strata sosial mempelai
perempuan.Jika maharnya 88 real maka uang real-nya harus ada bentuk fisikatau
wujudnya. Masyarakat pada umumnya langsung menggunakan dan menyebut wujud
sompa yang sesungguhnya sebagaimana yang disepakati, seperti sawah, kebun, emas
perhiasan satu stel, dan lain sebagainya. kedudukan mahar dan lafal ijab kabul dalam
perkawinan masyarakat bugis Bone khususnya di KUA kecamatan Tanete Riattang
tidak bertentangan dengan syariat Islam, bahkan sompa dalam perkawinan adat bugis
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk ditunaikan hal ini sama dengan
ketentuan syariat Islam yang menempatkan mahar sebagai kewajiban bagi suami
untuk membayar sesuai dengan kadar yang telah disepakati bersama.
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan seluruh pembahasan mengenai Penggunaan
Bahasa Simbol dalam Ijab Kabul Tentang Mahar Ditinjau Dari Segi Hukum
Islam (Studi Kasus di KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone) maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa:
1.
Bentuk bahasa simbol dalam perkawinan masyarakat bugis khususnya di
KUA Tanete Riattang masih ada menggunakan mahar yang berbentuk Real
akan tetapi praktiknya uang real itu disiapkan tidak lagi seperti dulu yang
hanya menyebut tanpa ada wujud dari mahar tersebut. Sekarang, masyarakat
pada umumnya langsung menyebutkan wujud mahar (sompa) seperti sepetak
sawah, seperangkat alat solat, satu stel perhiasan emas dan lain sebagainya
sesuai kesepakatan yang akan diberikan kepada calon istri pada saat ijab
kabul tidak lagi disimbolkan berdasarkan strata sosial. Stratifikasi sosial
masyarakat, khususnya di Kecamatan Tanete Riatang mulai bergeser
sehingga strata sosial tidak diukur lagi berdasarkan keturunan tetapi diukur
dari ekonomi dan pendidikan yang disandang oleh keluarga calon mempelai
perempuan.
2.
Pada dasarnya hukum mahar itu wajib dan disesuaikan dengan kemampuan
suami dan kesepakatan atau persetujuan istri. Sehingga tidak ada nas} yang
mengatur secara pasti tentang ukuran mahar atau jumlah mahar. Berkaitan
dengan kedudukan mahar dan lafal ijab kabul dalam perkawinan masyarakat
bugis Bone khususnya di KUA kecamatan Tanete Riattang tidak
bertentangan dengan syariat Islam, konsep sompa dalam tradisi Bugis Bone
tidak bertentangan dengan konsep mahar dalam Islam. Karena dalam Islam
sendiri membolehkan memberikan mahar dengan apa saja selama
bermanfaat. Klasifiasi sompa tidak lagi sepenuhnya diterapakan secara kaku
72
menurut tradisi lama melaikan menyesuaikan dengan standar-standar yang
ditetapkan oleh syariat hukum Islam.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai Penggunaan Bahasa Simbol dalam
Ijab Kabul Tentang Mahar Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus di
KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone) maka penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Kepala KUA, disarankan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, meskipun dalam Islam tidak mengatur kadar mahar. Pihak
KUA agar meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya di Tanete
Riattang pentingnya kejelasan mahar dalam ijab kabul. Dan untuk
menghindari kesalahpahaman dan sengketa di kemudian hari penting agar
KUA memastikan bahwa bentuk dan nilai mahar dicatat secara jelas.
2.
Disarankan, setiap pihak yang ingin melangsungkan perkawinan hendaknya
menyepakati bentuk dan jumlah mahar sebelum dilangsungkan akad nikah
(ijab kabul) dan dibicarakan antara pihak mempelai laki-laki, pihak
mempelai perempuan, wali dan saksi.
Tentang Mahar Ditinjau dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Di KUA Tanete
Riattang Kabupaten Bone). Permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama,
Bagaimana bentuk bahasa simbol tentang mahar dalam ijab kabul perkawinan
masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone? Dan kedua,
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol tentang mahar
dalam ijab kabul perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk bahasa simbol
dalam perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang dan untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol tentang mahar
dalam ijab kabul perkawinan masyarakat Bugis di KUA Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pada skripsi ini
terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan sosiologis. Sumber data dalam penelitian ini meliputi, data primer yang
diperoleh langsung dari sumber, seperti wawancaradan observasi yang dilakukan di
lokasi penelitian dan data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (peneliti). Fokus penelitan ini adalah
menganalisis bentuk bahasa simbol dalam perkawinan masyarakat Bugis dan
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan bahasa simbol dalam ijab
kabuul tentang mahar di KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di KUA Tanete Riattang masih ada
mahar yang
berbentuk real.Tingkatan mahar atau sompa berdasarkan stratifikasi
sosial mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Bugis
Bone saat ini, tidak lagi menyimbolkan mahar berdasarkan strata sosial mempelai
perempuan.Jika maharnya 88 real maka uang real-nya harus ada bentuk fisikatau
wujudnya. Masyarakat pada umumnya langsung menggunakan dan menyebut wujud
sompa yang sesungguhnya sebagaimana yang disepakati, seperti sawah, kebun, emas
perhiasan satu stel, dan lain sebagainya. kedudukan mahar dan lafal ijab kabul dalam
perkawinan masyarakat bugis Bone khususnya di KUA kecamatan Tanete Riattang
tidak bertentangan dengan syariat Islam, bahkan sompa dalam perkawinan adat bugis
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk ditunaikan hal ini sama dengan
ketentuan syariat Islam yang menempatkan mahar sebagai kewajiban bagi suami
untuk membayar sesuai dengan kadar yang telah disepakati bersama.
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan seluruh pembahasan mengenai Penggunaan
Bahasa Simbol dalam Ijab Kabul Tentang Mahar Ditinjau Dari Segi Hukum
Islam (Studi Kasus di KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone) maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa:
1.
Bentuk bahasa simbol dalam perkawinan masyarakat bugis khususnya di
KUA Tanete Riattang masih ada menggunakan mahar yang berbentuk Real
akan tetapi praktiknya uang real itu disiapkan tidak lagi seperti dulu yang
hanya menyebut tanpa ada wujud dari mahar tersebut. Sekarang, masyarakat
pada umumnya langsung menyebutkan wujud mahar (sompa) seperti sepetak
sawah, seperangkat alat solat, satu stel perhiasan emas dan lain sebagainya
sesuai kesepakatan yang akan diberikan kepada calon istri pada saat ijab
kabul tidak lagi disimbolkan berdasarkan strata sosial. Stratifikasi sosial
masyarakat, khususnya di Kecamatan Tanete Riatang mulai bergeser
sehingga strata sosial tidak diukur lagi berdasarkan keturunan tetapi diukur
dari ekonomi dan pendidikan yang disandang oleh keluarga calon mempelai
perempuan.
2.
Pada dasarnya hukum mahar itu wajib dan disesuaikan dengan kemampuan
suami dan kesepakatan atau persetujuan istri. Sehingga tidak ada nas} yang
mengatur secara pasti tentang ukuran mahar atau jumlah mahar. Berkaitan
dengan kedudukan mahar dan lafal ijab kabul dalam perkawinan masyarakat
bugis Bone khususnya di KUA kecamatan Tanete Riattang tidak
bertentangan dengan syariat Islam, konsep sompa dalam tradisi Bugis Bone
tidak bertentangan dengan konsep mahar dalam Islam. Karena dalam Islam
sendiri membolehkan memberikan mahar dengan apa saja selama
bermanfaat. Klasifiasi sompa tidak lagi sepenuhnya diterapakan secara kaku
72
menurut tradisi lama melaikan menyesuaikan dengan standar-standar yang
ditetapkan oleh syariat hukum Islam.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai Penggunaan Bahasa Simbol dalam
Ijab Kabul Tentang Mahar Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus di
KUA Tanete Riattang Kabupaten Bone) maka penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Kepala KUA, disarankan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, meskipun dalam Islam tidak mengatur kadar mahar. Pihak
KUA agar meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya di Tanete
Riattang pentingnya kejelasan mahar dalam ijab kabul. Dan untuk
menghindari kesalahpahaman dan sengketa di kemudian hari penting agar
KUA memastikan bahwa bentuk dan nilai mahar dicatat secara jelas.
2.
Disarankan, setiap pihak yang ingin melangsungkan perkawinan hendaknya
menyepakati bentuk dan jumlah mahar sebelum dilangsungkan akad nikah
(ijab kabul) dan dibicarakan antara pihak mempelai laki-laki, pihak
mempelai perempuan, wali dan saksi.
Ketersediaan
| SSYA20250169 | 169/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
169/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
