Representasi Masyarakat Bugis Dalam Channel Youtube Timur Kota (Studi Semiologi Ferdinand De Saussure)

No image available for this title
Skripsi ini membahas tentang Representasi Masyarakat Bugis Dalam
Channel Youtube Timur Kota (Studi Semiologi Ferdinand De Saussure).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa repressentasi dari pesan yang akan
disampaikan melalui tanda-tanda yang terdapat pada setiap adegan dalam series
ambo nai anak jalanan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
komunikasi yang melibatkan metode yang ada, yaitu analisis semiotika Ferdinand
de Saussure dengan pendekatan kritis serta teknik pengumpulan data dilakukan
dengan mengamati Series Ambo Nai Jalanan kemudian mengambil scene tertentu.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari video
konten Ambo Nai Anak Jalanan yang populer yaitu episode 16. Data dari sumber
lain yang dapat mendukung penelitian ini, seperti studi perpustakaan terdapat
video konten Ambo Nai Anak Jalanan yang relavan dengan penelitian ini seperti
viewer (pengunjung), komentar, dan likes. Adapun Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika Ferdinand de
Saussure.
Temuan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya beberapa nilai –
nilai yang mencerminkan budaya Bugis yang terdapat dalam konten di Channel
Youtueb Timur Kota melalui tanda, penanda, dan petanda yang ditampilkan
dalam adegan-adegan, dialog, dan karakter tokoh yaitu harga diri yang dijunjung
tinggi, harkat dan martabat, serta nilai siri’ (malu) dalam menjaga kehormatan
pribadi dan keluarga dan sangat memegang teguh adat istiadat dalam melakukan
sesuatu.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian metode analisis semiotika model Ferdinand
Saussure dapat disimpulkan bahwa terdapat manifestasi konsumerisme dalam
konten video Ambo Nai anak jalanan. Nilai Budaya suku Bugis dalam konten
Video Ambo Nai Anak Jalanan disampaikan melalui tokoh-tokoh yang berperan
dalam video tersebut, tersaji dalam bentuk dialog, perilaku, karakter, serta
kejadian dalam Video tersebut. Dalam penelitian ini terdapat lima scene atau
cuplikan adegan yang dianalisis menggunakan semiotika Ferdinand De Saussure,
dengan analisis semiotik Ferdinad de Saussure, beberapa tanda dan pertanda
ditampilkan dalam series Ambo Nai Anak Jalanan Episode 16.
Kesimpulan yang didapat, dari konten Ambo Nai ini bahwa konten ini
memiliki karakteristik yang unik dan lucu, dan perilaku Ambo Nai dan Malla
memiliki karakteristiknya sendiri melalui bahasa yang digunakan yaitu bahasa
bugis yang kental, menjadikan konten ini cerminan konsumerisme yang baik.
Walaupun masih ada beberapa scene yang mencerminkan ketidaksopanan yang
tidak sepatutnya untuk ditiru seperti buang angin didepan muka orang maupun
mengambil yang bukan hak miliknya. Hal ini menunjukkan bahwa media hanya
menyuguhkan informasi/ konten kepada khalayak sebagai konsumen, dan
khalayaklah yang mempertimbangkan secara bijak baik dan buruknya suatu
konten.
PENUTUP
81
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai budaya suku bugis dalam konten
video Ambo Nai Anak Jalanan ditunjukkan melalui penanda dan petanda lewat
adegan-adegan video yang diperankan oleh tokoh utamanya, yaitu Ambo Nai.
Adat istiadat suku bugis dalam video ini direpresentasikan melalui perilaku social
yang terjadi dalam lingkungan tersebut. Nilai-nilai tersebut ditunjukkan melalui
penanda dan pertanda yang ditampilkan melalui peran tokoh dalam film tersebut,
seperti:
a). Nilai Malu (Siri’)
Siri’ merupakan salah satu nilai yang berkaitan dengan aspek kehidupan
social di lingkungan masyarakat Bugis. Makna malu (siri’) dalam film ini
adalah malu karena sudah memiliki umur yang cukup untuk menikah, tetapi
belum menikah. Hal ini digambarkan pada scene ke 1 dimana Ambo Nai
mencari surat tanah di rumahnya untuk kemudian di jual sebagai modal
menikah. Ambo Nai merasa malu karena ia sudah cukup dewasa tapi belum
memiliki istri dan anak.
Dalam masyarakat Bugis, seorang laki-laki yang belum menikah dianggap
belum "lengkap" dalam perannya sebagai anggota masyarakat dewasa.
Menikah merupakan simbol kedewasaan dan tanggung jawab. Laki-laki yang
sudah mencapai usia tertentu namun belum menikah sering dianggap sebagai
seseorang yang belum memenuhi tugas sosialnya, sehingga hal ini bisa
menimbulkan rasa malu atau "siri'" bagi dirinya dan keluarganya.

b). Nilai Kekeluargaan
Makna kekeluargaan dalam film ini adalah dimana keluarga memiliki
peranan yang sangat penting dalam sebuah proses pernikahan. Hal ini dapat
dilihat pada scene 2 dimana adegan tersebut menceritakan bahwa Mama
Ambo Nai mengelilingi desa untuk mencari perempuan yang nantinya akan
dinikahi oleh anaknya.
Dalam masyarakat Bugis, pernikahan bukan hanya urusan pribadi antara dua
individu, tetapi juga melibatkan keluarga besar. Keluarga memiliki peran
penting dalam menentukan calon pasangan anak mereka. Proses ini sering
melibatkan konsultasi keluarga dan penilaian menyeluruh terhadap calon
pasangan, termasuk latar belakang keluarga, status sosial, dan reputasi. Hal
ini mencerminkan nilai kekeluargaan yang menjunjung tinggi keharmonisan
dan kesamaan sosial antar keluarga.
Makna kekeluargaan juga dapat dilihat di scene 4 pada saat prosesi
mapacci. Prosesi mapacci melibatkan banyak orang, terutama keluarga besar
dan kerabat calon pengantin. Setiap anggota keluarga dan tetangga berperan
aktif dalam mempersiapkan segala kebutuhan, mulai dari dekorasi, makanan,
hingga perlengkapan upacara. Semangat gotong royong terlihat jelas dalam
kerja sama yang harmonis, di mana setiap orang menyumbangkan tenaga,
waktu, dan materi secara sukarela. Ini mencerminkan budaya solidaritas yang
kuat dalam masyarakat Bugis

c). Nilai Religiusitas
Makna religiusitas dalam film ini adalah tawakkal atau berserah diri
kepada Allah SWT terkait masalah jodoh. Kalimat "kecuali tuhan
berkehendak lain" merepresentasikan aspek religiusitas yang kuat dalam
masyarakat Bugis. Ada pemahaman bahwa semua usaha manusia tetap
berada di bawah kehendak Tuhan. Ini menunjukkan nilai pasrah (tawakkal)
dan keimanan yang mendalam terhadap ketentuan Tuhan. Selain itu, ini juga
mencerminkan sikap hidup masyarakat Bugis yang mengakui batas-batas
kemampuan manusia dan percaya bahwa keputusan akhir ada di tangan
Tuhan.
d). Nilai Memaafkan
Makna memafkan dalam film ini adalah meminta maaf untuk
mensucikan diri sebelum pernikahan. Meminta maaf sebelum pernikahan,
baik dari pihak pengantin maupun keluarganya, sering dianggap sebagai cara
untuk "membersihkan" diri dari kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja, sebelum memasuki babak baru dalam kehidupan. Dalam perspektif
semiotik, permintaan maaf ini adalah tanda atau simbol pembersihan diri dari
segala dosa atau kesalahan, sehingga pernikahan dapat dimulai dalam
keadaan suci dan harmonis.
e). Nilai Menghormati
Penggunaan kata-kata sopan dan penuh penghormatan seperti "mama"
dan "nak" menunjukkan adanya struktur hierarkis dalam keluarga Bugis dan
menunjukkan pentingnya tata krama dan penghormatan terhadap orang tua.

Hal ini juga memperlihatkan aspek patriarki dalam budaya Bugis, di mana
komunikasi antaranggota keluarga diatur oleh norma-norma kesopanan yang
ketat. Nilai-nilai menghormati tidak hanya berlaku di lingkungan keluarga
tetapi juga di masyarakat, mencearminkan betapa pentingnya penghormatan
terhadap orang tua dalam budaya bugis.
f). Menjunjung tinggi adat istiadat (Pangadereng)
Pangadereng adalah sistem adat yang menjadi pedoman hidup
masyarakat Bugis. Ini mencakup tata aturan sosial, hukum adat, etika, dan
ritual keagamaan. Kepatuhan pada pangadereng menegaskan bahwa nilai-
nilai adat sangat dihormati dan diikuti, tidak hanya dalam konteks ritual
besar seperti pernikahan atau kematian, tetapi juga dalam hubungan sosial
sehari-hari. Misalnya, aturan dalam bertamu, menyapa orang tua, atau
menjalankan kewajiban sosial semuanya diatur dalam pangadereng. Pada
scene 5, terlihat Ambo Nai yang pada saat itu memasuki rumah paengantin
wanita kemudian ia dilemparkan segenggam beras. Beras dalam budaya
Bugis
(dan
banyak
budaya
lainnya)
melambangkan
kesuburan,
kemakmuran, dan kelangsungan hidup. Menghamburkan beras di sekitar
pengantin atau di jalur yang mereka lalui adalah simbol harapan agar
pasangan yang baru menikah dikaruniai keturunan yang banyak dan
kehidupan yang subur dan makmur.
Ketersediaan
SFUD2023003535/2024Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

35/2024

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi FUD

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top