Status Keabsahan Perceraian Dibawah Tangan (StudiKomperatif Antara Hukum Positif dan Hukum Islam)
Cindy Gita Priskila/01.17.1094 - Personal Name
Skripsi ini berjudul Status Keabsahan Perceraian Dibawah Tangan (Studi
Komperatif Antara Hukum Positif dan Hukum Islam. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui keabsahan perceraian di bawah tangan menurut hukum positif dan
hukum Islam dan untuk mengetahui perbandingan perceraian di bawah tangan
menurut Hukum Islam dan Hukum positif. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu penelitian normatif yaitu pendekatan hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dengan pertimbangan
bahwa bahan yang digunakan adalah hukum positif dan hukum Islam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perceraian di bawah tangan menurut
fikih atau Hukum Islam sah hukumnya. Dalam fikih, ikrar talak oleh suami tidak
mensyaratkan di depan sidang pengadilan; sedangkan menurut Pasal 39 Undang
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 Perceraian di bawah tangan hukumnya tidak sah, karena ikrar
talak tidak dilakukan di depan sidang pengadilan dan Perkawinan adalah perjanjian
yang kokoh, yang dengannya Allah swt mengikat hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Perkawinan itu merupakan jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan. Namun dalam perjalanan kehidupan
pasangan suami istri bisa dilanda masalah, yang akhirnya bisa berakhir dengan
perceraian. tentang Perceraian di luar Pengadilan dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif. Bahwa seorang suami bisa menjatuhkan talaknya kepada istrinya di
luar Pengadilan, dari sinilah terjadi perbedaan pandangan terhadap keabsahan
perceraian seperti ini. Menurut Hukum (fikih) Islam yang dianut oleh mayoritas
masyarakat di Indonesia, talak adalah hak suami, sehingga talak yang dilakukan oleh
suami dimanapun otomatis akan jatuh talaknya. Menurut Hukum Positif, talak yang
dilakukan di luar Pengadilan itu tidak sah. Karna merujuk pada ketentuan Pasal 39
ayat (1) UUP, bahwa perceraian hanya bisa dilakukan melalui proses sidang di
pengadilan, dalam hal ini untuk orang yang beragama Islam di Pengadilan Agama
Komperatif Antara Hukum Positif dan Hukum Islam. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui keabsahan perceraian di bawah tangan menurut hukum positif dan
hukum Islam dan untuk mengetahui perbandingan perceraian di bawah tangan
menurut Hukum Islam dan Hukum positif. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu penelitian normatif yaitu pendekatan hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dengan pertimbangan
bahwa bahan yang digunakan adalah hukum positif dan hukum Islam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perceraian di bawah tangan menurut
fikih atau Hukum Islam sah hukumnya. Dalam fikih, ikrar talak oleh suami tidak
mensyaratkan di depan sidang pengadilan; sedangkan menurut Pasal 39 Undang
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 Perceraian di bawah tangan hukumnya tidak sah, karena ikrar
talak tidak dilakukan di depan sidang pengadilan dan Perkawinan adalah perjanjian
yang kokoh, yang dengannya Allah swt mengikat hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Perkawinan itu merupakan jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan. Namun dalam perjalanan kehidupan
pasangan suami istri bisa dilanda masalah, yang akhirnya bisa berakhir dengan
perceraian. tentang Perceraian di luar Pengadilan dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif. Bahwa seorang suami bisa menjatuhkan talaknya kepada istrinya di
luar Pengadilan, dari sinilah terjadi perbedaan pandangan terhadap keabsahan
perceraian seperti ini. Menurut Hukum (fikih) Islam yang dianut oleh mayoritas
masyarakat di Indonesia, talak adalah hak suami, sehingga talak yang dilakukan oleh
suami dimanapun otomatis akan jatuh talaknya. Menurut Hukum Positif, talak yang
dilakukan di luar Pengadilan itu tidak sah. Karna merujuk pada ketentuan Pasal 39
ayat (1) UUP, bahwa perceraian hanya bisa dilakukan melalui proses sidang di
pengadilan, dalam hal ini untuk orang yang beragama Islam di Pengadilan Agama
Ketersediaan
| SSYA20220304 | 304/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
304/2022
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
