Implementasi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 Dalam Perlindungan Hak Anak Pasca Perceraian (Studi Pada Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A)
Widyawanti/742302021042 - Personal Name
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, khususnya
terkait pemenuhan hak anak pasca perceraian di Pengadilan Agama Watampone
Kelas 1A. PERMA tersebut memberikan dasar hukum bagi hakim untuk
memperhatikan dan memutuskan hak anak secara ex officio. Namun, dalam
praktiknya, hakim masih cenderung menerapkan asas ultra petita partium, yaitu
hanya memutuskan berdasarkan permintaan pihak penggugat atau istri. Hal ini
menunjukkan bahwa substantive PERMA No. 3 Tahun 2017 belum dijalankan secara
optimal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode
analisis deskriptif, yang didukung oleh studi pustaka terhadap peraturan perundangundangan serta studi lapangan melalui wawancara dan dokumentasi perkara di
Pengadilan Agama Watampone.H asil penelitian menunjukkan bahwa masih
diperlukan peningkatan pemahaman terhadap prinsip perlindungan hak anak dalam
proses peradilan perceraian. Maka dari itu perempuan juga harus paham akan haknya.
Selain itu, penguatan mekanisme penerapan kewenangan ex officio perlu dilakukan
agar hakim lebih berani dan konsisten dalam menegakkan hak anak, terutama terkait
pembebanan nafkah pasca perceraian.
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 Bab II Pasal 2 mengatur
bahwa hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum berdasarkan
asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, nondiskriminasi, kesetaraan
gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Ketentuan ini memungkinkan hakim untuk memberikan putusan terkait pembebanan
nafkah kepada ayah dengan menggunakan kewenangan ex officio. Selain itu, UU
No.23 tahun 2002 pembaharuan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak,
UU No. 9 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan sesuai dengan UndangUndang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, bapak bertanggung jawab atas biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak, dan apabila bapak tidak mampu memenuhi
kewajibannya, pengadilan dapat menetapkan ibu ikut memikul biaya tersebut.
Dengan demikian, penegakan PERMA dan Undang-Undang ini sangat penting untuk
mewujudkan keadilan substantif bagi anak pasca perceraian.
A. Simpulan
1. Implementasi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait nafkah anak pasca
perceraian sudah baik tetapi belum berlaku secara menyeluruh. Hakim
belum menerapkan hak ex officio dalam memutus perkara, hakim hanya
mengabulkan pembebanan nafkah anak kepada suami terhadap anak
apabila mantan istri atau ibu memohonkan jika tidak hakim juga tidak
mengabulkan disini hakim berpatokan pada asas ultra petitum partium.
2. Pertimbangan hukum putusan Pengadilan Agama terhadap perkara
perceraian mengenai hak anak sesuai dengan Perma Nomor 3 Tahun 2017
memiliki dasar yang penting dalam konteks perlindungan anak dan
keadilan yang responsif gender. Pertimbangan hukum yang bisa dianalisis
dari peraturan yaitu perlindungan terhadap kepentingan terbaik anak.
PERMA No. 3 Tahun 2017 menekankan pentingnya prinsip "the best
interest of the child" dalam semua putusan yang menyangkut anak,
termasuk dalam konteks perceraian. Ini sejalan dengan: Pasal 3 UU No. 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan atas UU No. 23 Tahun
2002). Kewajiban memberi nafkah dan tanggung jawab orang tua PERMA
juga mengingatkan pentingnya penetapan kewajiban orang tua (terutama
ayah) dalam pemberian nafkah anak pasca perceraian sesuai dengan Pasal
41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 149 huruf d Kompilasi Hukum
Islam: Suami wajib memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan anak)
PERMA No. 3 Tahun 2017 merupakan pedoman yang sangat penting
dalam memastikan keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara
perceraian.
B. Saran
1. PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara
Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait nafkah anak pasca
perceraian ini perlu lebih di perhatikan lagi. Sekiranya hakim dalam di
Pengadilan Agama bisa memutus perkara dengan berpedoman pada
PERMA ini khususnya kasus perceraian terkait nafkah anak. Selain itu,
juga perlu penyuluhan hukum di berbagai wilayah agar masyarakat lebih
paham akan hak-haknya khususnya pada perempuan agar mereka lebih
paham tentang haknya dan dapat memperjuangkan apa yang menjadi
haknya khususnya pasca perceraian.
2. Menurut penulis PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam konteks hak anak
pasca perceraian, agar implementasi dan penafsirannya lebih optimal
dalam praktik peradilan perlu penegasan prinsip kepentingan terbaik anak
secara prioritas Mahkamah Agung sebaiknya menegaskan bahwa "the best
interest of the child" bukan hanya prinsip formal, tapi menjadi faktor
utama dan mengikat dalam setiap putusan perceraian yang menyangkut
anak. Mahkamah Agung perlu mengeluarkan pedoman lanjutan atau SOP
pelaksanaan PERMA No. 3 Tahun 2017, khususnya terkait nafkah anak
pasca perceraian agar mengurangi disparitas antar putusan dan
memperkuat konsistensi perlindungan anak. Agar prinsip-prinsipnya tidak
hanya menjadi formalitas, sangat diperlukan Penguatan kapasitas hakim,
Pemantauan pelaksanaan putusan dan konsistensi penerapan di semua
pengadilan.
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, khususnya
terkait pemenuhan hak anak pasca perceraian di Pengadilan Agama Watampone
Kelas 1A. PERMA tersebut memberikan dasar hukum bagi hakim untuk
memperhatikan dan memutuskan hak anak secara ex officio. Namun, dalam
praktiknya, hakim masih cenderung menerapkan asas ultra petita partium, yaitu
hanya memutuskan berdasarkan permintaan pihak penggugat atau istri. Hal ini
menunjukkan bahwa substantive PERMA No. 3 Tahun 2017 belum dijalankan secara
optimal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode
analisis deskriptif, yang didukung oleh studi pustaka terhadap peraturan perundangundangan serta studi lapangan melalui wawancara dan dokumentasi perkara di
Pengadilan Agama Watampone.H asil penelitian menunjukkan bahwa masih
diperlukan peningkatan pemahaman terhadap prinsip perlindungan hak anak dalam
proses peradilan perceraian. Maka dari itu perempuan juga harus paham akan haknya.
Selain itu, penguatan mekanisme penerapan kewenangan ex officio perlu dilakukan
agar hakim lebih berani dan konsisten dalam menegakkan hak anak, terutama terkait
pembebanan nafkah pasca perceraian.
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 Bab II Pasal 2 mengatur
bahwa hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum berdasarkan
asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, nondiskriminasi, kesetaraan
gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Ketentuan ini memungkinkan hakim untuk memberikan putusan terkait pembebanan
nafkah kepada ayah dengan menggunakan kewenangan ex officio. Selain itu, UU
No.23 tahun 2002 pembaharuan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak,
UU No. 9 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan sesuai dengan UndangUndang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, bapak bertanggung jawab atas biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak, dan apabila bapak tidak mampu memenuhi
kewajibannya, pengadilan dapat menetapkan ibu ikut memikul biaya tersebut.
Dengan demikian, penegakan PERMA dan Undang-Undang ini sangat penting untuk
mewujudkan keadilan substantif bagi anak pasca perceraian.
A. Simpulan
1. Implementasi PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait nafkah anak pasca
perceraian sudah baik tetapi belum berlaku secara menyeluruh. Hakim
belum menerapkan hak ex officio dalam memutus perkara, hakim hanya
mengabulkan pembebanan nafkah anak kepada suami terhadap anak
apabila mantan istri atau ibu memohonkan jika tidak hakim juga tidak
mengabulkan disini hakim berpatokan pada asas ultra petitum partium.
2. Pertimbangan hukum putusan Pengadilan Agama terhadap perkara
perceraian mengenai hak anak sesuai dengan Perma Nomor 3 Tahun 2017
memiliki dasar yang penting dalam konteks perlindungan anak dan
keadilan yang responsif gender. Pertimbangan hukum yang bisa dianalisis
dari peraturan yaitu perlindungan terhadap kepentingan terbaik anak.
PERMA No. 3 Tahun 2017 menekankan pentingnya prinsip "the best
interest of the child" dalam semua putusan yang menyangkut anak,
termasuk dalam konteks perceraian. Ini sejalan dengan: Pasal 3 UU No. 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan atas UU No. 23 Tahun
2002). Kewajiban memberi nafkah dan tanggung jawab orang tua PERMA
juga mengingatkan pentingnya penetapan kewajiban orang tua (terutama
ayah) dalam pemberian nafkah anak pasca perceraian sesuai dengan Pasal
41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 149 huruf d Kompilasi Hukum
Islam: Suami wajib memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan anak)
PERMA No. 3 Tahun 2017 merupakan pedoman yang sangat penting
dalam memastikan keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara
perceraian.
B. Saran
1. PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara
Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait nafkah anak pasca
perceraian ini perlu lebih di perhatikan lagi. Sekiranya hakim dalam di
Pengadilan Agama bisa memutus perkara dengan berpedoman pada
PERMA ini khususnya kasus perceraian terkait nafkah anak. Selain itu,
juga perlu penyuluhan hukum di berbagai wilayah agar masyarakat lebih
paham akan hak-haknya khususnya pada perempuan agar mereka lebih
paham tentang haknya dan dapat memperjuangkan apa yang menjadi
haknya khususnya pasca perceraian.
2. Menurut penulis PERMA No. 3 Tahun 2017 dalam konteks hak anak
pasca perceraian, agar implementasi dan penafsirannya lebih optimal
dalam praktik peradilan perlu penegasan prinsip kepentingan terbaik anak
secara prioritas Mahkamah Agung sebaiknya menegaskan bahwa "the best
interest of the child" bukan hanya prinsip formal, tapi menjadi faktor
utama dan mengikat dalam setiap putusan perceraian yang menyangkut
anak. Mahkamah Agung perlu mengeluarkan pedoman lanjutan atau SOP
pelaksanaan PERMA No. 3 Tahun 2017, khususnya terkait nafkah anak
pasca perceraian agar mengurangi disparitas antar putusan dan
memperkuat konsistensi perlindungan anak. Agar prinsip-prinsipnya tidak
hanya menjadi formalitas, sangat diperlukan Penguatan kapasitas hakim,
Pemantauan pelaksanaan putusan dan konsistensi penerapan di semua
pengadilan.
Ketersediaan
| SSYA20250150 | 150/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
150/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
