Analisis pemikiraan Carl Von Savigny tentang Hukum Sebagai Manifestasi Jiwa Bangsa terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
Lukman Ansar/741302021014 - Personal Name
Pancasila adalah volkgeist (jiwa bangsa), yang menjadi ideologi dalam
berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara hukum membutuhkan hukum
yang memiliki jiwa pancasila dalam membangun intergritas diri dan keadilan di
tengah masyarakat. Tujuan penuisan tesis ini adalah untuk mendetesiskan hakikat
pancasila sebagai Volkgeist dalam mewujudkan integritas diri dan keadilan.
Metode penulisan ini adalah penulisan secara normative melalui pendekatan
analitis (analytical approach). Hasil penulisan tesis ini yaitu pancasila memiliki
unsur nilai yang dapat digunakan untuk membangun jiwa integritas bagi pembuat
hukum dan memiliki energi positif (positive energy) dalam mewujudkan keadilan
sosial. Peran pancasila dalam meningkatkan integritas penegakan hukum adalah
dengan mendorong aparat-aparat penegak hukum dalam menghayati, menggali,
mencari dan menemukan nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa masyarakat agar
tercipta keadilan yang bukan hanya keadilan hukum semata melainkan juga
keadilan social yaitu keadilan yang menghormati kesetaraan antara manusia
dengan manusia lainnya dalam masyarakat.
A. KESIMPULAN
1. Savigny merefleksikan hukum dengan mengajukan pertanyaan bagaimana
sebenarnya hukum telah berkembang pada bangsa-bangsa manusia yang
beradab. Pertanyaan ini sesungguhnya mempersoalkan pusat hukum dan
hubungannya dengan konteks sosial. Dalam identifikasi Savigny, pada
masa-masa paling awal dimana sejarah masyarakat yang otentik masih
terlihat, hukum telah dijumpai pada saat itu, seperti juga halnya bahasa,
tata krama, dan konstitusi mereka. Fenomena fenomena ini, bahasa, tata
krama, hukum, konstitusi, tidak memiliki keberadaan yang terpisah. Apa
yang mengikat berbagai fenomena itu menjadi satu kesatuan adalah
keyakinan umum orang-orang atau rakyat (the common conviction of the
people), yaitu kesadaran yang sama dari kebutuhan batin (the kindred
consciousness of an inward necessity). Karena itu hukum, seperti halnya
bahasa, berada dalam kesadaran rakyat (the consciousness of people).
2. Dalam pandangan Savigny, semua hukum pada awalnya berkembang dari
adat dan kebiasaan, dan baru selanjutnya oleh yurisprudensi. Jika
ditanyakan tentang subjek dimana dan untukmana hukum ada, maka
ditemukan orang-orang yang menjadi subjeknya. Mereka bukanlah orang-
orang istimewa dengan kewenangan-kewenangan yang khusus dalam soal
hukum. Hukum yang ada tidaklah, Semangat orang-orang yang hidup dan
bekerjasama yang melahirkan hukum. Dalam kesadaran umum suatu
masyarakat itulah berlaku dan ditemukan hukum, dan karenanya harus
disebut hukum rakyat. Hukum dengan begitu berkembang melalui
kekuatan internal yang beroperasi secara diam-diam (internal silently-
operating powers), bukan oleh kehendak sewenangwenang dari
pembentuk hukum. sosial. sehingga tercapailah penegakan hukum yang di
cita-citakan pancasila sebagai volkgeist seperti yang di tuangkan sila ke-5
“keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”.
B. Saran
1. Berfungsinya hukum secara efektif, juga di kemukakan oleh Eugen
Ehrlich, bahwa Pada hakikatnya kemajuan sebuah hukum tidak hanya
berada pada ruang peraturan-peraturan yang sifatnya tertulis maupun
yurisprudensi pengadilan yang telah ada sebelumny ataupun yang terdapat
dalam buku-buku tentang ilmu pengetahuan hukum melainkan hukum
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Harus melihat Peraturan-
peraturan yang di gali dan hidup dalam masyarakat secara nyata (living
law), juga norma hukum yang berangkat jiwa bangsa (volkgeist) pada
mayoritas keinginan masyarakat, bukan dari sekadar norma yang di di
himpun dan di implementasikan oleh institus negara. Artinya bahwa nilai
hukum tersebut akan jauh lebih berwibawa dan di taati jika mengakomodir
komponen nilai-nilai jiwa bangsa yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat itu (volkgeist). Lebih dari itu ehrlich juga menguraikan bahwa
hukum yang hidup (living law) adalah hukum yang berkembang dan eksis
dalam kehidupan masyarakat dan terus mengalami perkembangan. Oleh
karena itu negara wajib merespon kebutuhan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat tersebut untuk di tuangkan dalam peraturan perundang-
undangan sehingga masyarakat dalam menikmati penegakan hukum sesuai
dengan spirit dan harapan jiwa mereka sebagaimana yang telah tertuang
dalam pancasila.
2. Bahwa struktur hukum merupakan komponen utama dalam sistem
pembangunan hukum yang di cita-citakan pancasila, karena unsur pokok
penegakan hukum ditentukan oleh perilaku yang di jalankan oleh orang
baik secara individu maupun secara institusional. Perilaku hukum ini (legal
behavior) yang di bangun dengan semangat jiwa bangsa (volkgeist) tentu
akan memberikan arah dan kemajuan pembangunan hukum yang di cita-
citakan oleh masyarakat sehingga hukum menjadi satu-satunya Ruh atau
napas masyarakat dalam menjalani segala aktivitasnya karena berangkat
dari jiwa masyarakat itu sendiri.
berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara hukum membutuhkan hukum
yang memiliki jiwa pancasila dalam membangun intergritas diri dan keadilan di
tengah masyarakat. Tujuan penuisan tesis ini adalah untuk mendetesiskan hakikat
pancasila sebagai Volkgeist dalam mewujudkan integritas diri dan keadilan.
Metode penulisan ini adalah penulisan secara normative melalui pendekatan
analitis (analytical approach). Hasil penulisan tesis ini yaitu pancasila memiliki
unsur nilai yang dapat digunakan untuk membangun jiwa integritas bagi pembuat
hukum dan memiliki energi positif (positive energy) dalam mewujudkan keadilan
sosial. Peran pancasila dalam meningkatkan integritas penegakan hukum adalah
dengan mendorong aparat-aparat penegak hukum dalam menghayati, menggali,
mencari dan menemukan nilai-nilai yang terdapat di dalam jiwa masyarakat agar
tercipta keadilan yang bukan hanya keadilan hukum semata melainkan juga
keadilan social yaitu keadilan yang menghormati kesetaraan antara manusia
dengan manusia lainnya dalam masyarakat.
A. KESIMPULAN
1. Savigny merefleksikan hukum dengan mengajukan pertanyaan bagaimana
sebenarnya hukum telah berkembang pada bangsa-bangsa manusia yang
beradab. Pertanyaan ini sesungguhnya mempersoalkan pusat hukum dan
hubungannya dengan konteks sosial. Dalam identifikasi Savigny, pada
masa-masa paling awal dimana sejarah masyarakat yang otentik masih
terlihat, hukum telah dijumpai pada saat itu, seperti juga halnya bahasa,
tata krama, dan konstitusi mereka. Fenomena fenomena ini, bahasa, tata
krama, hukum, konstitusi, tidak memiliki keberadaan yang terpisah. Apa
yang mengikat berbagai fenomena itu menjadi satu kesatuan adalah
keyakinan umum orang-orang atau rakyat (the common conviction of the
people), yaitu kesadaran yang sama dari kebutuhan batin (the kindred
consciousness of an inward necessity). Karena itu hukum, seperti halnya
bahasa, berada dalam kesadaran rakyat (the consciousness of people).
2. Dalam pandangan Savigny, semua hukum pada awalnya berkembang dari
adat dan kebiasaan, dan baru selanjutnya oleh yurisprudensi. Jika
ditanyakan tentang subjek dimana dan untukmana hukum ada, maka
ditemukan orang-orang yang menjadi subjeknya. Mereka bukanlah orang-
orang istimewa dengan kewenangan-kewenangan yang khusus dalam soal
hukum. Hukum yang ada tidaklah, Semangat orang-orang yang hidup dan
bekerjasama yang melahirkan hukum. Dalam kesadaran umum suatu
masyarakat itulah berlaku dan ditemukan hukum, dan karenanya harus
disebut hukum rakyat. Hukum dengan begitu berkembang melalui
kekuatan internal yang beroperasi secara diam-diam (internal silently-
operating powers), bukan oleh kehendak sewenangwenang dari
pembentuk hukum. sosial. sehingga tercapailah penegakan hukum yang di
cita-citakan pancasila sebagai volkgeist seperti yang di tuangkan sila ke-5
“keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”.
B. Saran
1. Berfungsinya hukum secara efektif, juga di kemukakan oleh Eugen
Ehrlich, bahwa Pada hakikatnya kemajuan sebuah hukum tidak hanya
berada pada ruang peraturan-peraturan yang sifatnya tertulis maupun
yurisprudensi pengadilan yang telah ada sebelumny ataupun yang terdapat
dalam buku-buku tentang ilmu pengetahuan hukum melainkan hukum
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Harus melihat Peraturan-
peraturan yang di gali dan hidup dalam masyarakat secara nyata (living
law), juga norma hukum yang berangkat jiwa bangsa (volkgeist) pada
mayoritas keinginan masyarakat, bukan dari sekadar norma yang di di
himpun dan di implementasikan oleh institus negara. Artinya bahwa nilai
hukum tersebut akan jauh lebih berwibawa dan di taati jika mengakomodir
komponen nilai-nilai jiwa bangsa yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat itu (volkgeist). Lebih dari itu ehrlich juga menguraikan bahwa
hukum yang hidup (living law) adalah hukum yang berkembang dan eksis
dalam kehidupan masyarakat dan terus mengalami perkembangan. Oleh
karena itu negara wajib merespon kebutuhan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat tersebut untuk di tuangkan dalam peraturan perundang-
undangan sehingga masyarakat dalam menikmati penegakan hukum sesuai
dengan spirit dan harapan jiwa mereka sebagaimana yang telah tertuang
dalam pancasila.
2. Bahwa struktur hukum merupakan komponen utama dalam sistem
pembangunan hukum yang di cita-citakan pancasila, karena unsur pokok
penegakan hukum ditentukan oleh perilaku yang di jalankan oleh orang
baik secara individu maupun secara institusional. Perilaku hukum ini (legal
behavior) yang di bangun dengan semangat jiwa bangsa (volkgeist) tentu
akan memberikan arah dan kemajuan pembangunan hukum yang di cita-
citakan oleh masyarakat sehingga hukum menjadi satu-satunya Ruh atau
napas masyarakat dalam menjalani segala aktivitasnya karena berangkat
dari jiwa masyarakat itu sendiri.
Ketersediaan
| 741302021014 | 45/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
45/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Tesis HTN
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
