Penetapan Batas Minimal Mahar Dalam Masyarakat Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Pangalloang Kec.Rilau Ale, Kab.Bulukumba)
Aulia Salman/742302021006 - Personal Name
Skripsi ini berjudul penetapan batas minimal mahar dalam masyarakat ditinjau
dari segi hukum Islam (studi di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten
Bulukumba). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam masyarakat dan untuk
menganalisis kesesuaiannya dengan ketentuan hukum Islam. Metode penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research) dengan jenis penelitian kualitatif. Data
penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi langsung dengan
tokoh masyarakat dan pihak-pihak terkait menggunakan pendekatan yuridis normatif,
teologis normatif, yuridis empiris dan yuridis sosiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang
memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam masyarakat di Desa Pangalloang,
yaitu ekonomi dan kelayakan manfaat, tanggung jawab calon suami, serta musyawarah
dan adat. Masyarakat Desa Pangalloang menetapkan mahar minimal berupa tanah atau
emas karena dipandang sebagai aset produktif yang bermanfaat secara ekonomi, seperti
tanah yang dapat dijadikan lahan tempat tinggal atau perkebunan, serta emas yang
dapat digunakan sebagai modal usaha. Selain itu, mahar dinilai sebagai simbol
kesiapan dan tanggung jawab calon suami dalam membangun rumah tangga, sekaligus
bentuk penghormatan terhadap calon istri. Adapun penetapan mahar berupa tanah atau
emas juga merupakan tradisi turun temurun yang tetap mempertimbangkan
kesepakatan kedua belah pihak dan kondisi ekonomi calon mempelai pria.
Berdasarkan perspektif hukum Islam, penetapan batas minimal mahar di Desa
Pangalloang telah sesuai dengan ketentuan syariat. Hal itu ditunjukkan dengan prinsip
musyawarah dan kesanggupan dari pihak laki-laki dalam menentukan mahar, meskipun
secara adat mahar yang diberikan umumnya berupa tanah atau emas. Tradisi tersebut
sejalan dengan anjuran Nabi Muhammad saw. agar mahar dipermudah dan tidak
memberatkan pihak laki-laki. Di sisi lain, pemberian mahar bernilai tinggi juga
dipandang sebagai bentuk tanggung jawab suami, sebagaimana dicontohkan oleh
Rasūlullāh saw. Penetapan mahar berupa tanah atau emas di Desa Pangalloang
memenuhi kaidah fikih al-‘ādatu muḥakkamah, karena merupakan adat yang berlaku
umum dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadis, sehingga dapat
diterima sebagai dasar hukum yang sah dalam Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba ditinjau
dari segi hukum Islam, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Ada tiga faktor utama yang memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang. Ketiga faktor tersebut yang pertama adalah aspek
ekonomi dan kelayakan manfaat, masyarakat Desa Pangalloang menetapkan mahar
minimal berupa tanah atau emas karena dinilai sebagai aset produktif yang
membawa manfaat bagi keluarga seperti tanah yang dapat dijadikan lahan tempat
tinggal atau lahan perkebunan serta emas yang dapat dijadikan modal usaha. Faktor
kedua adalah tanggung jawab calon suami, masyarakat menganggap mahar sebagai
penentu kesiapan seorang laki-laki memasuki kehidupan rumah tangga. Pemberian
mahar berupa tanah atau emas yang merupakan aset bernilai sebagai bentuk
penghormatan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya. Faktor ketiga
adalah musyawarah dan adat. Meski masyarakat di Desa Pangalloang menetapkan
mahar berupa tanah atau emas, tetapi besar atau nilai dari mahar tersebut
disesuaikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jumlah mahar juga dapat
disesuaikan dengan kondisi ekonomi pihak laki-laki. Adapun penetapan mahar
berupa tanah atau emas merupakan tradisi turun temurun yang telah dilakukan oleh
masyarakat Desa Pangalloang sejak zaman nenek moyang.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap penetapan batas minimal dalam masyarakat di
Desa Pangalloang sudah sesuai dengan ketentuan pemberian mahar dalam syariat.
Hal itu karena masyarakat Desa Pangalloang menjadikan musyawarah dan
kesanggupan pihak laki-laki sebagai landasan utama dalam menentukan mahar
meski secara turun temurun mahar di Desa Pangalloang adalah tanah atau emas
sebagaimana anjuran Nabi Muhammad saw. agar mahar dipermudah dan tidak
memberatkan pihak laki-laki. Selain itu, masyarakat Desa Pangalloang juga
menganggap memberikan mahar yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
seperti tanah atau emas merupakan bagian dari tanggung jawab suami dan hal
tersebut sesuai pengalaman Nabi Nabi Muhammad saw. yang juga memberikan
mahar kepada istri dengan jumlah yang tinggi. Penetapan mahar berupa tanah atau
emas di Desa Pangalloang merupakan adat yang berlaku secara umum bagi
masyarakat Desa Pangalloang dan tidak bertentangan dengan dalil al-Qur’an
maupun hadis. Oleh karena itu, penetapan mahar tersebut sesuai dengan kaidah
fikih al-‘ādatu muḥakkamah dan dapat diterima sebagai hukum.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba ditinjau
dari segi hukum Islam, penulis menyampaikan beberapa saran kepada pihak-pihak
terkait sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat Desa Pangalloang, diharapkan masyarakat tetap mempertahankan
tradisi penetapan mahar yang telah berlaku, tetapi juga senantiasa menjunjung
tinggi prinsip musyawarah dan kerelaan.
2. Bagi Pemerintah Desa dan Tokoh Agama, perlu pembinaan dan sosialisasi secara
berkelanjutan tentang ketentuan mahar dalam Islam yang menekankan kemudahan
dan keikhlasan agar pemahaman masyarakat tidak terjebak pada adat yang
berpotensi memberatkan atau menyimpang dari syariat.
3. Bagi calon pengantin dan keluarga besar, diharapkan setiap pihak terlibat aktif
dalam proses musyawarah penetapan mahar, dengan mempertimbangkan kondisi
ekonomi calon suami secara proporsional.
4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan kajian di daerah lain yang memiliki
tradisi mahar serupa atau berbeda, guna mengetahui variasi penerapan adat mahar
di masyarakat Islam Indonesia serta kesesuaiannya dengan prinsip syariat.
dari segi hukum Islam (studi di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten
Bulukumba). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam masyarakat dan untuk
menganalisis kesesuaiannya dengan ketentuan hukum Islam. Metode penelitian ini
adalah penelitian lapangan (field research) dengan jenis penelitian kualitatif. Data
penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi langsung dengan
tokoh masyarakat dan pihak-pihak terkait menggunakan pendekatan yuridis normatif,
teologis normatif, yuridis empiris dan yuridis sosiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang
memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam masyarakat di Desa Pangalloang,
yaitu ekonomi dan kelayakan manfaat, tanggung jawab calon suami, serta musyawarah
dan adat. Masyarakat Desa Pangalloang menetapkan mahar minimal berupa tanah atau
emas karena dipandang sebagai aset produktif yang bermanfaat secara ekonomi, seperti
tanah yang dapat dijadikan lahan tempat tinggal atau perkebunan, serta emas yang
dapat digunakan sebagai modal usaha. Selain itu, mahar dinilai sebagai simbol
kesiapan dan tanggung jawab calon suami dalam membangun rumah tangga, sekaligus
bentuk penghormatan terhadap calon istri. Adapun penetapan mahar berupa tanah atau
emas juga merupakan tradisi turun temurun yang tetap mempertimbangkan
kesepakatan kedua belah pihak dan kondisi ekonomi calon mempelai pria.
Berdasarkan perspektif hukum Islam, penetapan batas minimal mahar di Desa
Pangalloang telah sesuai dengan ketentuan syariat. Hal itu ditunjukkan dengan prinsip
musyawarah dan kesanggupan dari pihak laki-laki dalam menentukan mahar, meskipun
secara adat mahar yang diberikan umumnya berupa tanah atau emas. Tradisi tersebut
sejalan dengan anjuran Nabi Muhammad saw. agar mahar dipermudah dan tidak
memberatkan pihak laki-laki. Di sisi lain, pemberian mahar bernilai tinggi juga
dipandang sebagai bentuk tanggung jawab suami, sebagaimana dicontohkan oleh
Rasūlullāh saw. Penetapan mahar berupa tanah atau emas di Desa Pangalloang
memenuhi kaidah fikih al-‘ādatu muḥakkamah, karena merupakan adat yang berlaku
umum dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadis, sehingga dapat
diterima sebagai dasar hukum yang sah dalam Islam.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba ditinjau
dari segi hukum Islam, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Ada tiga faktor utama yang memengaruhi penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang. Ketiga faktor tersebut yang pertama adalah aspek
ekonomi dan kelayakan manfaat, masyarakat Desa Pangalloang menetapkan mahar
minimal berupa tanah atau emas karena dinilai sebagai aset produktif yang
membawa manfaat bagi keluarga seperti tanah yang dapat dijadikan lahan tempat
tinggal atau lahan perkebunan serta emas yang dapat dijadikan modal usaha. Faktor
kedua adalah tanggung jawab calon suami, masyarakat menganggap mahar sebagai
penentu kesiapan seorang laki-laki memasuki kehidupan rumah tangga. Pemberian
mahar berupa tanah atau emas yang merupakan aset bernilai sebagai bentuk
penghormatan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya. Faktor ketiga
adalah musyawarah dan adat. Meski masyarakat di Desa Pangalloang menetapkan
mahar berupa tanah atau emas, tetapi besar atau nilai dari mahar tersebut
disesuaikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jumlah mahar juga dapat
disesuaikan dengan kondisi ekonomi pihak laki-laki. Adapun penetapan mahar
berupa tanah atau emas merupakan tradisi turun temurun yang telah dilakukan oleh
masyarakat Desa Pangalloang sejak zaman nenek moyang.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap penetapan batas minimal dalam masyarakat di
Desa Pangalloang sudah sesuai dengan ketentuan pemberian mahar dalam syariat.
Hal itu karena masyarakat Desa Pangalloang menjadikan musyawarah dan
kesanggupan pihak laki-laki sebagai landasan utama dalam menentukan mahar
meski secara turun temurun mahar di Desa Pangalloang adalah tanah atau emas
sebagaimana anjuran Nabi Muhammad saw. agar mahar dipermudah dan tidak
memberatkan pihak laki-laki. Selain itu, masyarakat Desa Pangalloang juga
menganggap memberikan mahar yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
seperti tanah atau emas merupakan bagian dari tanggung jawab suami dan hal
tersebut sesuai pengalaman Nabi Nabi Muhammad saw. yang juga memberikan
mahar kepada istri dengan jumlah yang tinggi. Penetapan mahar berupa tanah atau
emas di Desa Pangalloang merupakan adat yang berlaku secara umum bagi
masyarakat Desa Pangalloang dan tidak bertentangan dengan dalil al-Qur’an
maupun hadis. Oleh karena itu, penetapan mahar tersebut sesuai dengan kaidah
fikih al-‘ādatu muḥakkamah dan dapat diterima sebagai hukum.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang penetapan batas minimal mahar dalam
masyarakat di Desa Pangalloang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba ditinjau
dari segi hukum Islam, penulis menyampaikan beberapa saran kepada pihak-pihak
terkait sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat Desa Pangalloang, diharapkan masyarakat tetap mempertahankan
tradisi penetapan mahar yang telah berlaku, tetapi juga senantiasa menjunjung
tinggi prinsip musyawarah dan kerelaan.
2. Bagi Pemerintah Desa dan Tokoh Agama, perlu pembinaan dan sosialisasi secara
berkelanjutan tentang ketentuan mahar dalam Islam yang menekankan kemudahan
dan keikhlasan agar pemahaman masyarakat tidak terjebak pada adat yang
berpotensi memberatkan atau menyimpang dari syariat.
3. Bagi calon pengantin dan keluarga besar, diharapkan setiap pihak terlibat aktif
dalam proses musyawarah penetapan mahar, dengan mempertimbangkan kondisi
ekonomi calon suami secara proporsional.
4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan kajian di daerah lain yang memiliki
tradisi mahar serupa atau berbeda, guna mengetahui variasi penerapan adat mahar
di masyarakat Islam Indonesia serta kesesuaiannya dengan prinsip syariat.
Ketersediaan
| SSYA2025204 | 204/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
204/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
