Stratifikasi Sosial Sebagai Hambatan Persetujuan Pernikahan menurutu Perspektif Maqasid Syariah (Studi Kasus di Desa Cinennung Kec.Cina Kab.Bone)
Wardislam/742302021075 - Personal Name
Skripi ini berjudul stratifikasi sosial sebagai hambatan persetujuan perkawinan
menurut perspektif maqa>sid al-syari>’ah (studi di Desa Cinennung Kecamatan Cina
Kabupaten Bone). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk stratifikasi sosial
apa saja yang menjadi hambatan persetujuan perkawinan dan juga untuk menganalisis
bentuk stratifikasi sosial tersebut apakah sesuai dengan maqa>sid al-syari>’ah atau
bertentangan, dengan menggunakan metode penelitian lapangan (Field Research)
dengan jenis penelitian kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data observasi,
dokumentasi dan wawancara langsung dengan tokoh masyarakat, calon pasangan,
keluarga dan teman dari pihak-pihak yang terlibat. Metode pendekan penelitian yang
digunakan yaitu pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis, dan pendekatan
sosiologis.
Adapun hasil penelitian penulis yaitu ada tiga bentuk stratifikasi sosial yang
menjadi peyebab hambatan persetujuan perkawinan di desa Cinenneng, ke tiga bentuk
stratifikasi itu adalah yang pertama strata ekonomi, yang mempertimbangkan ekonomi
calon pasangan atau calon mantu, di mana ekonomi yang dianggap belum mapan rawan
mendapatkan penolakan izin perkawinan. Yang ke dua strata keturunan yaitu
mempertimbangkan asal dan orang tua dari calon pasangan ketika asal atau orang tua
calon pasangan dianggap berketurunan kurang sesuai maka izin perkawinan akan
dipertimbangkan atau bahkan ditolak. Dan yang ke tiga stratifikasi agama atau akhlak
kepribadian, di mana penilaian tingkat agama didasari pada sikap prilaku seseorang,
jika seseorang itu dianggap belum matang dan dewasa dalam berprilaku serta bertutur
kata maka di kategorikan belum beragama secara baik.
Perspektif maqa>sid al-syari>’ah terhadap stratifikasi yang dijadikan kriteria
penentu izin perkawinan di dalam masyarakat Desa Cinenneng itu sudah sesuai
dengan kriteria kafaah dalam hadis Nabi dan sejalan dengan nilai dari maqa>sid alsyari>’ah. Dimana pertimbangan ekonomi dinilai penting karena penolakan dari aspek
ekonomi terjadi karena kekhawatiran akan ketidakmampuan calon mempelai laki-laki
dalam menafkahi istrinya. Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini berhubungan dengan
menjaga agama, harta dan juga menjaga jiwa. Selanjutnya pertimbangan keturunan,
Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini dikaitkan dengan maksud tujuan syariah yaitu
menjaga agama, perlindungan terhadap jiwa, menjaga kualitas keturunan dan
menerapkan Sadd al-zari>a’ah (menutup jalan kerusakan). Selanjutnya strata agama
atau kepribadian menjadi pertimbangan karena dalam maqa>sid al-syari>’ah akal ini
berkaitan langsung dengan menjaga agama, menjaga jiwa, akal, keturunan dan harta,
karena mempertimbangkan menantu atau calon suami ataupun istri yang memiliki
akhlak buruk merupakan bentuk penjaagaan terhadap ketidak harmonisan dalam
rumah tangga.
A. Simpulan
Setelah melakukan pembahasan serta penelitian dengan memperhatikan pokok
masalah yang diangkat dengan judul “Stratifikasi Sosial Sebagai Hambatan
Persetujuan Perkawinan Menurut Perspektid Maqa>sid Al-Syari>’ah (Studi di Desa
Cinennung Kecamatan Cina Kabupaten Bone)” maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada tiga bentuk stratifikasi sosial yang menjadi hambatan persetujuan
perkawinan di desa Cinenneng, ke tiga bentuk stratifikasi itu adalah yang
pertama stratifikasi agama atau akhlak kepribadian, dimana penilaian tingkat
agama didasari pada sikap prilaku seseorang, jika seseorang itu dianggap
belum matang dan dewasa dalam berprilaku atau masih remaja serta bertutur
kata belum baik dan sopan maka di kategorikan belum beragama secara baik,
yang ke dua strata keturunan yaitu mempertimbangkan asal dan orang tua dari
calon pasangan ketika asal atau orang tua calon pasangan dianggap
berketurunan dari keluarga mempunyai riwayat penyakit menular atau
menurun maka izin perkawinan akan dipertimbangkan atau bahkan ditolak,
dan yang ke tiga strata ekonomi, yang mana mempertimbangkan ekonomi
calon pasangan atau calon mantu, di mana ekonomi yang dianggap belum
mapan, serta kurangnya etos kerja dari pihak calon pria maka rawan
mendapatkan penolakan perkawinan, yang ke tiga strata keturunan yaitu
mempertimbangkan asal dan orang tua dari calon pasangan ketika asal atau
orang tua calon pasangan dianggap berketurunan dari keluarga mempunyai
67
68
riwayat penyakit menular atau menurun maka izin perkawinan akan
dipertimbangkan atau bahkan ditolak.
2. Perspektif maqa>sid al-syari>’ah terhadap stratifikasi yang dijadikan kriteria
penentu izin perkawinan di masyarakat Desa Cinenneng itu sudah sesuai
dengan kriteria kafaah dalam hadis Nabi dan sejalan dengan maqa>sid alsyari’ah > . Dimana pertimbangan strata agama atau kepribadian menjadi
pertimbangan karena dalam maqa>sid al-syari>’ah akal ini berkaitan langsung
dengan menjaga agama, jiwa, menjaga akal, menjaga keturuan dan menjaga
harta, karena mempertimbangkan menantu atau calon suami ataupun istri yang
memiliki akhlak buruk merupakan bentuk penjagaan terhadap ketidak
harmonisan dalam rumah tanggga serta meminimalisir semua dampak buruk
yang mungkin terjadi dalam rumah tangga. Selanjutnya pertimbangan strata
keturunan, Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini dikaitkan dengan maksud tujuan
syariah yaitu menjaga agama, perlindungan terhadap jiwa, menjaga kualitas
keturunan. Namun pertimbangan keturunan ini bermaksud bukan hanya
menjaga status sosial semata tetapi menjaga keturunan keluarga karena darah
itu menurun jika penolakan perkawinan hanya karena perbedaaan status
keluarga ini bisa saja bertentangan dengan maqa>sid al-syari>’ah. Selanjutnya
ekonomi dinilai penting karena penolakan dari aspek ekonomi terjadi karena
kekhawatiran akan ketidak mampuan calon mempelai laki-laki dalam
menafkahi istrinya. Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini berhubungan dengan
menjaga agama, harta dan juga menjaga jiwa karena kemiskinan yang ekstrem
dapat menimbulkan konflik, tekanan mental atau bahkan kekerasan dalam
rumah tangga.
B. Saran
Dalam penelitian ini, telah dibahas mengenai stratifikasi sosial atau status
sosial yang menjadi hambatan persetujuan perkawinan yang status hukumnya
ditinjau dari perspektif maqa>sid al-syari>’ah yang diperbolehkan tetapi bagi calon
pengantin dan juga orangtua ataupun wali dalam mempertimbangkan calon pasangan
atau calon mantu sebaiknya jangan hanya berfokus kepada penilaian yang bersifat
subjektif, jangan hanya berfokus pada faktor status sosial seperti ekonomi, keturunan
atau kehormatan keluarga melainkan perlu dikaji secara mendalam dan objektif
berdasarkan nilai-nilai syariat, prinsip maqa>sid al-syari>’ah dan maslahah perlu
dijadikan dasar utama dalam mengambil keputusan.
menurut perspektif maqa>sid al-syari>’ah (studi di Desa Cinennung Kecamatan Cina
Kabupaten Bone). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk stratifikasi sosial
apa saja yang menjadi hambatan persetujuan perkawinan dan juga untuk menganalisis
bentuk stratifikasi sosial tersebut apakah sesuai dengan maqa>sid al-syari>’ah atau
bertentangan, dengan menggunakan metode penelitian lapangan (Field Research)
dengan jenis penelitian kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data observasi,
dokumentasi dan wawancara langsung dengan tokoh masyarakat, calon pasangan,
keluarga dan teman dari pihak-pihak yang terlibat. Metode pendekan penelitian yang
digunakan yaitu pendekatan teologis normatif, pendekatan yuridis, dan pendekatan
sosiologis.
Adapun hasil penelitian penulis yaitu ada tiga bentuk stratifikasi sosial yang
menjadi peyebab hambatan persetujuan perkawinan di desa Cinenneng, ke tiga bentuk
stratifikasi itu adalah yang pertama strata ekonomi, yang mempertimbangkan ekonomi
calon pasangan atau calon mantu, di mana ekonomi yang dianggap belum mapan rawan
mendapatkan penolakan izin perkawinan. Yang ke dua strata keturunan yaitu
mempertimbangkan asal dan orang tua dari calon pasangan ketika asal atau orang tua
calon pasangan dianggap berketurunan kurang sesuai maka izin perkawinan akan
dipertimbangkan atau bahkan ditolak. Dan yang ke tiga stratifikasi agama atau akhlak
kepribadian, di mana penilaian tingkat agama didasari pada sikap prilaku seseorang,
jika seseorang itu dianggap belum matang dan dewasa dalam berprilaku serta bertutur
kata maka di kategorikan belum beragama secara baik.
Perspektif maqa>sid al-syari>’ah terhadap stratifikasi yang dijadikan kriteria
penentu izin perkawinan di dalam masyarakat Desa Cinenneng itu sudah sesuai
dengan kriteria kafaah dalam hadis Nabi dan sejalan dengan nilai dari maqa>sid alsyari>’ah. Dimana pertimbangan ekonomi dinilai penting karena penolakan dari aspek
ekonomi terjadi karena kekhawatiran akan ketidakmampuan calon mempelai laki-laki
dalam menafkahi istrinya. Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini berhubungan dengan
menjaga agama, harta dan juga menjaga jiwa. Selanjutnya pertimbangan keturunan,
Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini dikaitkan dengan maksud tujuan syariah yaitu
menjaga agama, perlindungan terhadap jiwa, menjaga kualitas keturunan dan
menerapkan Sadd al-zari>a’ah (menutup jalan kerusakan). Selanjutnya strata agama
atau kepribadian menjadi pertimbangan karena dalam maqa>sid al-syari>’ah akal ini
berkaitan langsung dengan menjaga agama, menjaga jiwa, akal, keturunan dan harta,
karena mempertimbangkan menantu atau calon suami ataupun istri yang memiliki
akhlak buruk merupakan bentuk penjaagaan terhadap ketidak harmonisan dalam
rumah tangga.
A. Simpulan
Setelah melakukan pembahasan serta penelitian dengan memperhatikan pokok
masalah yang diangkat dengan judul “Stratifikasi Sosial Sebagai Hambatan
Persetujuan Perkawinan Menurut Perspektid Maqa>sid Al-Syari>’ah (Studi di Desa
Cinennung Kecamatan Cina Kabupaten Bone)” maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada tiga bentuk stratifikasi sosial yang menjadi hambatan persetujuan
perkawinan di desa Cinenneng, ke tiga bentuk stratifikasi itu adalah yang
pertama stratifikasi agama atau akhlak kepribadian, dimana penilaian tingkat
agama didasari pada sikap prilaku seseorang, jika seseorang itu dianggap
belum matang dan dewasa dalam berprilaku atau masih remaja serta bertutur
kata belum baik dan sopan maka di kategorikan belum beragama secara baik,
yang ke dua strata keturunan yaitu mempertimbangkan asal dan orang tua dari
calon pasangan ketika asal atau orang tua calon pasangan dianggap
berketurunan dari keluarga mempunyai riwayat penyakit menular atau
menurun maka izin perkawinan akan dipertimbangkan atau bahkan ditolak,
dan yang ke tiga strata ekonomi, yang mana mempertimbangkan ekonomi
calon pasangan atau calon mantu, di mana ekonomi yang dianggap belum
mapan, serta kurangnya etos kerja dari pihak calon pria maka rawan
mendapatkan penolakan perkawinan, yang ke tiga strata keturunan yaitu
mempertimbangkan asal dan orang tua dari calon pasangan ketika asal atau
orang tua calon pasangan dianggap berketurunan dari keluarga mempunyai
67
68
riwayat penyakit menular atau menurun maka izin perkawinan akan
dipertimbangkan atau bahkan ditolak.
2. Perspektif maqa>sid al-syari>’ah terhadap stratifikasi yang dijadikan kriteria
penentu izin perkawinan di masyarakat Desa Cinenneng itu sudah sesuai
dengan kriteria kafaah dalam hadis Nabi dan sejalan dengan maqa>sid alsyari’ah > . Dimana pertimbangan strata agama atau kepribadian menjadi
pertimbangan karena dalam maqa>sid al-syari>’ah akal ini berkaitan langsung
dengan menjaga agama, jiwa, menjaga akal, menjaga keturuan dan menjaga
harta, karena mempertimbangkan menantu atau calon suami ataupun istri yang
memiliki akhlak buruk merupakan bentuk penjagaan terhadap ketidak
harmonisan dalam rumah tanggga serta meminimalisir semua dampak buruk
yang mungkin terjadi dalam rumah tangga. Selanjutnya pertimbangan strata
keturunan, Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini dikaitkan dengan maksud tujuan
syariah yaitu menjaga agama, perlindungan terhadap jiwa, menjaga kualitas
keturunan. Namun pertimbangan keturunan ini bermaksud bukan hanya
menjaga status sosial semata tetapi menjaga keturunan keluarga karena darah
itu menurun jika penolakan perkawinan hanya karena perbedaaan status
keluarga ini bisa saja bertentangan dengan maqa>sid al-syari>’ah. Selanjutnya
ekonomi dinilai penting karena penolakan dari aspek ekonomi terjadi karena
kekhawatiran akan ketidak mampuan calon mempelai laki-laki dalam
menafkahi istrinya. Dalam maqa>sid al-syari>’ah hal ini berhubungan dengan
menjaga agama, harta dan juga menjaga jiwa karena kemiskinan yang ekstrem
dapat menimbulkan konflik, tekanan mental atau bahkan kekerasan dalam
rumah tangga.
B. Saran
Dalam penelitian ini, telah dibahas mengenai stratifikasi sosial atau status
sosial yang menjadi hambatan persetujuan perkawinan yang status hukumnya
ditinjau dari perspektif maqa>sid al-syari>’ah yang diperbolehkan tetapi bagi calon
pengantin dan juga orangtua ataupun wali dalam mempertimbangkan calon pasangan
atau calon mantu sebaiknya jangan hanya berfokus kepada penilaian yang bersifat
subjektif, jangan hanya berfokus pada faktor status sosial seperti ekonomi, keturunan
atau kehormatan keluarga melainkan perlu dikaji secara mendalam dan objektif
berdasarkan nilai-nilai syariat, prinsip maqa>sid al-syari>’ah dan maslahah perlu
dijadikan dasar utama dalam mengambil keputusan.
Ketersediaan
| SSYA20250093 | 93/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
93/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
