Problematika Perceraian Qabla al-dukhul (Studi Kasus Desa Walenreng dan Desa Melle)
Fikha Ardhini/742302021043 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Problematika Perceraian Qabla al-dukhul
(studi kasus Desa Walenreng dan Desa Melle). Permasalahan pada penelitian ini
yaitu bagaimana penyebab dan dampak terjadinya perceraian qabla al-dukhul
masyarakat Desa Walenreng Dan Desa Melle dan bagaimana perspektif hukum
islam dan pandangan fiqh terhadap perceraian Qabla al-dukhul dalam berbagai
mazhab. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab dan dampak dalam
perceraian qabla al-dukhul masyarakat Desa Walenreng Dan Desa Melle dan untuk
mengetahui perspektif hukum islam dan pandangan terhadap perceraian Qabla al-
dukhul. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian field
research atau penelitian lapangan dan pustaka yang bersifat kualitatif. Pada skripsi
ini terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan sosiologis. Sumber data dalam penelitian ini meliputi, data primer yang
diperoleh langsung dari sumber, seperti wawancara dan observasi yang dilakukan
di lokasi penelitian dan data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (peneliti).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat masih kurang
memahami problematika perceraian Qabla al-dukhul. Sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa mengembalikan seluruh uang panai‟ dan mahar sebagai
dampak bagi keluarga pihak perempuan. Dalam hukum islam, mahar boleh
dikembalikan 50% dari bagian, dan uang panai tidak bisa dikembalikan apabila ada
kesepakatan dalam perjanjian. Menurut pendapat beberapa mazhab, Imam Syafi‟i
berpendapat, seorang wanita yang dicerai oleh suaminya qabla al-dukhul memberikan
setengah mahar yang sudah ditentukan saat akad nikah. Imam Hanafi mengatakan, suami
yang menceraikan istrinya tidak mendapat apapun dari mahar, tetapi istri mendapatkan
mut‟ah saja. Menurut Imam Maliki, suami yang menceraikan istrinya sebelum
bersenggama maka gugurlah kewajiban suami untuk membayar mahar, karena Imam Malik
berpendapat bahwa mahar sebagai pengganti untuk menyenangkan hati istri yang telah di
dukhul.Sedangkan menurut Hambali wanita berhak memperoleh separuh dari mahar
uangA
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan seluruh pembahasan mengenai
Problematika Perceraian Qabla al-dukhul (studi kasus Desa Walenreng dan Desa
Melle) maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Penyebab utama terjadinya perceraian qaba al-dukhul dalam masyarakat yaitu
kawin paksa (perjodohan). Yang dimana masyarakat setempat menjodohkan
anaknya tanpa persetujuan dari pihak perempuan. Maka dari itu pihak
perempuan tidak ridha menjalankan pernikahan dan memutuskan untuk cerai
bahkan kabur setelah acara pernikahan dan belum sempat melakukan hubungan
badan layaknya hubungan suami istri. Pengembalian uang panai dan mahar
yang terjadi di desa tersebut masyarakat menganggap bahwa itu adalah sanski
atau hukuman bagi pihak perempuan. Sebagai dampaknya, keluarga pihak
perempuan harus mengembalikan seluruh uang panai‟ dan mahar bahkan
hadiah (pammatoa‟) juga harus dikembalikan semua. Dengan begitu,
masyarakat menganggap bahwa yang mereka lakukan itu adalah sebuah jalan
keluar dari permasalahan dan perbuatan tersebut dapat memutuskan tali
silaturahmi bahkan kedua keluarga tersebut tidak saling berdamai.
2. Imam Syafi‟i berpendapat, seorang wanita yang dicerai oleh suaminya qabla
al-dukhul memberikan setengah mahar yang sudah ditentukan saat akad nikah.
Menurut Imam Malik, suami yang menceraikan istrinya sebelum bersenggama
maka gugurlah kewajiban suami untuk membayar mahar, karena Imam Malik
berpendapat bahwa mahar sebagai pengganti untuk menyenangkan hati istri
yang telah didukhul. Syafi‟i, Imamiyah dan Maliki berpendapat bahwa, wanita
tersebut memperoleh separuh mahar yang ditentukan sesudah akad. Sementara
itu Hambali berpendapat wanita tersebut memperoleh separuh yang telah
ditetapkan sesudah akad, dan tidak mendapat mut‟ah. Imam Hanafi
mengatakan, suami yang menceraikan istrinya tidak mendapat apapun dari
mahar, tetapi istri mendapatkan mut‟ah saja.
70
B. Saran
Setelah melakuan mengenai penelitian mengenai Problematika Perceraian
Qabla al-dukhul (studi kasus Desa Walenreng Dan Desa Melle) maka penulis dapat
memberi saran sebagai berikut:
1. Masyarakat Desa Walenreng Dan Melle, disarankan untuk tidak memaksakan
persetujuan pernikahan bagi anak-anak. Karena dengan adanya pemaksaan,
pernikahan dijalankan dengan tidak ridha. Dan untuk menghindari
permasalahan tersebut, sebaiknya dibicarakan dengan baik-baik agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
2. Disarankan, untuk kedua pihak keluarga agar tetap menjalin hubungan
keluarga yang harmonis dan tidak saling memutuskan tali silaturahmi. Dan
alangah baiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak perempuan,
pihak laki-laki dan kedua pihak keluarga. telah ditetapkan dan tidak berhak mendapatkan mut‟ah.
(studi kasus Desa Walenreng dan Desa Melle). Permasalahan pada penelitian ini
yaitu bagaimana penyebab dan dampak terjadinya perceraian qabla al-dukhul
masyarakat Desa Walenreng Dan Desa Melle dan bagaimana perspektif hukum
islam dan pandangan fiqh terhadap perceraian Qabla al-dukhul dalam berbagai
mazhab. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab dan dampak dalam
perceraian qabla al-dukhul masyarakat Desa Walenreng Dan Desa Melle dan untuk
mengetahui perspektif hukum islam dan pandangan terhadap perceraian Qabla al-
dukhul. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian field
research atau penelitian lapangan dan pustaka yang bersifat kualitatif. Pada skripsi
ini terdapat dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan sosiologis. Sumber data dalam penelitian ini meliputi, data primer yang
diperoleh langsung dari sumber, seperti wawancara dan observasi yang dilakukan
di lokasi penelitian dan data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (peneliti).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat masih kurang
memahami problematika perceraian Qabla al-dukhul. Sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa mengembalikan seluruh uang panai‟ dan mahar sebagai
dampak bagi keluarga pihak perempuan. Dalam hukum islam, mahar boleh
dikembalikan 50% dari bagian, dan uang panai tidak bisa dikembalikan apabila ada
kesepakatan dalam perjanjian. Menurut pendapat beberapa mazhab, Imam Syafi‟i
berpendapat, seorang wanita yang dicerai oleh suaminya qabla al-dukhul memberikan
setengah mahar yang sudah ditentukan saat akad nikah. Imam Hanafi mengatakan, suami
yang menceraikan istrinya tidak mendapat apapun dari mahar, tetapi istri mendapatkan
mut‟ah saja. Menurut Imam Maliki, suami yang menceraikan istrinya sebelum
bersenggama maka gugurlah kewajiban suami untuk membayar mahar, karena Imam Malik
berpendapat bahwa mahar sebagai pengganti untuk menyenangkan hati istri yang telah di
dukhul.Sedangkan menurut Hambali wanita berhak memperoleh separuh dari mahar
uangA
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan seluruh pembahasan mengenai
Problematika Perceraian Qabla al-dukhul (studi kasus Desa Walenreng dan Desa
Melle) maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Penyebab utama terjadinya perceraian qaba al-dukhul dalam masyarakat yaitu
kawin paksa (perjodohan). Yang dimana masyarakat setempat menjodohkan
anaknya tanpa persetujuan dari pihak perempuan. Maka dari itu pihak
perempuan tidak ridha menjalankan pernikahan dan memutuskan untuk cerai
bahkan kabur setelah acara pernikahan dan belum sempat melakukan hubungan
badan layaknya hubungan suami istri. Pengembalian uang panai dan mahar
yang terjadi di desa tersebut masyarakat menganggap bahwa itu adalah sanski
atau hukuman bagi pihak perempuan. Sebagai dampaknya, keluarga pihak
perempuan harus mengembalikan seluruh uang panai‟ dan mahar bahkan
hadiah (pammatoa‟) juga harus dikembalikan semua. Dengan begitu,
masyarakat menganggap bahwa yang mereka lakukan itu adalah sebuah jalan
keluar dari permasalahan dan perbuatan tersebut dapat memutuskan tali
silaturahmi bahkan kedua keluarga tersebut tidak saling berdamai.
2. Imam Syafi‟i berpendapat, seorang wanita yang dicerai oleh suaminya qabla
al-dukhul memberikan setengah mahar yang sudah ditentukan saat akad nikah.
Menurut Imam Malik, suami yang menceraikan istrinya sebelum bersenggama
maka gugurlah kewajiban suami untuk membayar mahar, karena Imam Malik
berpendapat bahwa mahar sebagai pengganti untuk menyenangkan hati istri
yang telah didukhul. Syafi‟i, Imamiyah dan Maliki berpendapat bahwa, wanita
tersebut memperoleh separuh mahar yang ditentukan sesudah akad. Sementara
itu Hambali berpendapat wanita tersebut memperoleh separuh yang telah
ditetapkan sesudah akad, dan tidak mendapat mut‟ah. Imam Hanafi
mengatakan, suami yang menceraikan istrinya tidak mendapat apapun dari
mahar, tetapi istri mendapatkan mut‟ah saja.
70
B. Saran
Setelah melakuan mengenai penelitian mengenai Problematika Perceraian
Qabla al-dukhul (studi kasus Desa Walenreng Dan Desa Melle) maka penulis dapat
memberi saran sebagai berikut:
1. Masyarakat Desa Walenreng Dan Melle, disarankan untuk tidak memaksakan
persetujuan pernikahan bagi anak-anak. Karena dengan adanya pemaksaan,
pernikahan dijalankan dengan tidak ridha. Dan untuk menghindari
permasalahan tersebut, sebaiknya dibicarakan dengan baik-baik agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
2. Disarankan, untuk kedua pihak keluarga agar tetap menjalin hubungan
keluarga yang harmonis dan tidak saling memutuskan tali silaturahmi. Dan
alangah baiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak perempuan,
pihak laki-laki dan kedua pihak keluarga. telah ditetapkan dan tidak berhak mendapatkan mut‟ah.
Ketersediaan
| SSYA20250183 | 183/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
183/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
