Implementasi Konsep Walimah Al-Urs Dalam Masyarakat (Studi Di Desa Passippo Kecamatan Palakka Kabupaten Bone)
Febri Anita/742302021049 - Personal Name
Penelitian ini berjudul “Implemetasi Konsep Walimah Al-Urs Dalam
Masyarakat (Studi Di Desa Passippo Kecamatan Palakka Kabupaten Bone”.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tahapan pelaksanaan walimah al-urs di
Desa Passippo, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone dan menganalisis implementasi
konsep walimah al-urs ditinjau dari perspektif Hukum Islam. Penelitian ini
menggunakan jenis analisis kualitatif dengan tipe penelitian empiris. Pendekatan yang
digunakan meliputi yuridis-empiris, sosiologis dan teologis. Teknik pengumpulan data
diperoleh melalui observasi, wawancara dengan tokoh agama, pelaksana acara dan
masyarakat umum, didukung oleh dokumentasi berupa buku-buku fikih, karya ilmiah,
serta dokumen terkait peraturan maupun arsip desa yang berhubungan dengan
pelaksanaan walimah al-urs.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan walimah al-urs di Desa Passippo
diawali dengan mammanu-manu, lamaran, prewedding, mappetuada, mandi kembang,
mappanre temme, mappacci, mappenre botting, akad nikah, pesta pernikahan hingga
marola. Dalam praktiknya walimah al-urs di desa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan
tuntutan syariat, karena banyak menonjolkan aspek seremonial seperti pembagian
tempat duduk berdasarkan status sosial, hiburan musik modern, serta pemborosan
biaya. Masyarakat memiliki pandangan yang beragam: sebagian setuju dengan praktik
tersebut karena dianggap wajar dan sudah menjadi tradisi, sementara sebagian lain
menolak karena dinilai bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan kesetaraan
dalam Islam. Kesimpulannya implementasi walimah al-urs di Desa Passippo lebih
dekat pada bentuk pesta pernikahan modern daripada walimah al-urs syar’i
sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
kembali terhadap esensi walimah al-urs menurut Hukum Islam, yakni acara syukuran
yang sederhana, inklusif, serta menghadirkan keberkahan dan doa, bukan sekedar ajang
kemewahan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dalam skripsi ini dan kaitannya dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dirumuskan dua kesimpulan
sebagai berikut:
1. Implementasi berdasarkan hasil penelitian, tahapan pelaksanaan walimah al-urs
di Desa Passippo mengalami perkembangan dan pergeseran dari makna syar’i
yang sederhana menuju bentuk pesta pernikahan modern. Prosesnya diawali
dengan prewedding, yaitu dokumentasi foto atau video sebelum akad yang
memerlukan biaya besar dan sering kali dilakukan tanpa memperhatikan aturan
syariat. Selanjutnya dilaksanakan lamaran (khitbah) yan biasanya meriah dengan
pemberian cincin dan seserahan. Setelah itu, masyarakat mempersiapkan prosesi
adat, hingga akhirnya masuk pada akad nikah sebagai inti pernikahan. Pasca
akad, diadakan resepsi ditandai dengan jamuan makan besar, hiburan musik
electone, serta penataan tempat duduk tamu yang membedakan status sosial.
Walimah al-urs ini umumnya lebih tampak sebagai pesta daripada syukuran
sebagaimana diajarkan Rasulullah. Setelah resepsi, terdapat pula tradisi marola,
yaitu kunjungan silaturahmi pihak keluarga pengantin wanita ke rumah
pengantin laki-laki. Dari keseluruhan tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi walimah al-urs di Desa Passippo masih brcampur antara nilai
syariat, adat dan gaya hidup modern. Esensi walimah al-urs sebagai ibadah
syukur dan pengumuman pernikahan memang tetap ada, namun praktiknya lebih
73
menonjolkan aspek seremonial, gengsi, serta hiburan duniawi, sehingga tidak
jarang keluar dari batasan sederhana sebagaimana tuntunan Hukum Islam.
2. Implementasi walimah al-urs ditinjau dari perspektif Hukum Islam pada
dasarnya merupakan perayaan sederhana sebagai bentuk rasa syukur atas
pernikahan dan sarana untuk mengumumkan akad kepada masyarakat.
Rasulullah mencontohkan walimah al-urs cukup dengan jamuan sederhana,
tanpa membedakan status tamu, serta menghadirkan hiburan yang tidak
melanggar syariat. Namun dalam praktiknya masyarakat modern, termasuk di
Desa Passippo, walimah al-urs sering kali bergeser menjadi pesta pernikahan
yang menuntut pengeluaran biaya besar sejak pra-nikah, mulai dari lamaran,
prewedding, dekorasi mewah, konsumsi berlebihan, hingga hiburan electone
yang kadang melanggar syariat. Akibatnya, walimah al-urs yang seharusnya
sarat dengan nilai ibadah dan kesederhanaan berubah menjadi ajang gengsi dan
formalitas sosial.
B. Saran
1. Bagi masyarakat Desa Passippo, khusunya umat Islam, disarankan untuk tetap
menjadikan walimah al-urs sebagai bentuk ibadah yang mencerminkan nilai-
nilai syariat Islam. Pelaksanaan hiburan dalam walimah al-urs hendaknya
disesuaikan dengan kaidah Islam agar tidak mengurangi nilai religius acara dan
tetap menjaga khidmatan serta kesakralan pernikahan. Terkait pembedaan tempat
duduk masyarakat diharapkan dapat lebih memahami esensi kesetaraan dalam
Islam. Meskipun penghormatan kepada toko masyarakat merupakan bagian dari
adat, namun perlu dihindari adanya perlakuan diskriminatif yang dapat
mencederai nilai ukhuwah dan persaudaraan.
74
2. Bagi tokoh agama, diharapkan dapat berperan aktif dalam membimbing dan
mengarahkan masyarakat untuk memadukan adat istiadat Bugis dengan ajaran
Islam secara harmonis.
3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan melakukan kajian lebih lanjut mengenai
dinamika antara adat dan syariat dalam pelaksanaan pernikahan masyarakat
Bugis, khususnya dalam aspek musik dan simbol sosial, agar diperoleh
pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam terkait integrasi budaya dan
agama dalam praktik sosial masyarakat.
Masyarakat (Studi Di Desa Passippo Kecamatan Palakka Kabupaten Bone”.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tahapan pelaksanaan walimah al-urs di
Desa Passippo, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone dan menganalisis implementasi
konsep walimah al-urs ditinjau dari perspektif Hukum Islam. Penelitian ini
menggunakan jenis analisis kualitatif dengan tipe penelitian empiris. Pendekatan yang
digunakan meliputi yuridis-empiris, sosiologis dan teologis. Teknik pengumpulan data
diperoleh melalui observasi, wawancara dengan tokoh agama, pelaksana acara dan
masyarakat umum, didukung oleh dokumentasi berupa buku-buku fikih, karya ilmiah,
serta dokumen terkait peraturan maupun arsip desa yang berhubungan dengan
pelaksanaan walimah al-urs.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan walimah al-urs di Desa Passippo
diawali dengan mammanu-manu, lamaran, prewedding, mappetuada, mandi kembang,
mappanre temme, mappacci, mappenre botting, akad nikah, pesta pernikahan hingga
marola. Dalam praktiknya walimah al-urs di desa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan
tuntutan syariat, karena banyak menonjolkan aspek seremonial seperti pembagian
tempat duduk berdasarkan status sosial, hiburan musik modern, serta pemborosan
biaya. Masyarakat memiliki pandangan yang beragam: sebagian setuju dengan praktik
tersebut karena dianggap wajar dan sudah menjadi tradisi, sementara sebagian lain
menolak karena dinilai bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan kesetaraan
dalam Islam. Kesimpulannya implementasi walimah al-urs di Desa Passippo lebih
dekat pada bentuk pesta pernikahan modern daripada walimah al-urs syar’i
sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
kembali terhadap esensi walimah al-urs menurut Hukum Islam, yakni acara syukuran
yang sederhana, inklusif, serta menghadirkan keberkahan dan doa, bukan sekedar ajang
kemewahan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dalam skripsi ini dan kaitannya dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dirumuskan dua kesimpulan
sebagai berikut:
1. Implementasi berdasarkan hasil penelitian, tahapan pelaksanaan walimah al-urs
di Desa Passippo mengalami perkembangan dan pergeseran dari makna syar’i
yang sederhana menuju bentuk pesta pernikahan modern. Prosesnya diawali
dengan prewedding, yaitu dokumentasi foto atau video sebelum akad yang
memerlukan biaya besar dan sering kali dilakukan tanpa memperhatikan aturan
syariat. Selanjutnya dilaksanakan lamaran (khitbah) yan biasanya meriah dengan
pemberian cincin dan seserahan. Setelah itu, masyarakat mempersiapkan prosesi
adat, hingga akhirnya masuk pada akad nikah sebagai inti pernikahan. Pasca
akad, diadakan resepsi ditandai dengan jamuan makan besar, hiburan musik
electone, serta penataan tempat duduk tamu yang membedakan status sosial.
Walimah al-urs ini umumnya lebih tampak sebagai pesta daripada syukuran
sebagaimana diajarkan Rasulullah. Setelah resepsi, terdapat pula tradisi marola,
yaitu kunjungan silaturahmi pihak keluarga pengantin wanita ke rumah
pengantin laki-laki. Dari keseluruhan tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi walimah al-urs di Desa Passippo masih brcampur antara nilai
syariat, adat dan gaya hidup modern. Esensi walimah al-urs sebagai ibadah
syukur dan pengumuman pernikahan memang tetap ada, namun praktiknya lebih
73
menonjolkan aspek seremonial, gengsi, serta hiburan duniawi, sehingga tidak
jarang keluar dari batasan sederhana sebagaimana tuntunan Hukum Islam.
2. Implementasi walimah al-urs ditinjau dari perspektif Hukum Islam pada
dasarnya merupakan perayaan sederhana sebagai bentuk rasa syukur atas
pernikahan dan sarana untuk mengumumkan akad kepada masyarakat.
Rasulullah mencontohkan walimah al-urs cukup dengan jamuan sederhana,
tanpa membedakan status tamu, serta menghadirkan hiburan yang tidak
melanggar syariat. Namun dalam praktiknya masyarakat modern, termasuk di
Desa Passippo, walimah al-urs sering kali bergeser menjadi pesta pernikahan
yang menuntut pengeluaran biaya besar sejak pra-nikah, mulai dari lamaran,
prewedding, dekorasi mewah, konsumsi berlebihan, hingga hiburan electone
yang kadang melanggar syariat. Akibatnya, walimah al-urs yang seharusnya
sarat dengan nilai ibadah dan kesederhanaan berubah menjadi ajang gengsi dan
formalitas sosial.
B. Saran
1. Bagi masyarakat Desa Passippo, khusunya umat Islam, disarankan untuk tetap
menjadikan walimah al-urs sebagai bentuk ibadah yang mencerminkan nilai-
nilai syariat Islam. Pelaksanaan hiburan dalam walimah al-urs hendaknya
disesuaikan dengan kaidah Islam agar tidak mengurangi nilai religius acara dan
tetap menjaga khidmatan serta kesakralan pernikahan. Terkait pembedaan tempat
duduk masyarakat diharapkan dapat lebih memahami esensi kesetaraan dalam
Islam. Meskipun penghormatan kepada toko masyarakat merupakan bagian dari
adat, namun perlu dihindari adanya perlakuan diskriminatif yang dapat
mencederai nilai ukhuwah dan persaudaraan.
74
2. Bagi tokoh agama, diharapkan dapat berperan aktif dalam membimbing dan
mengarahkan masyarakat untuk memadukan adat istiadat Bugis dengan ajaran
Islam secara harmonis.
3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan melakukan kajian lebih lanjut mengenai
dinamika antara adat dan syariat dalam pelaksanaan pernikahan masyarakat
Bugis, khususnya dalam aspek musik dan simbol sosial, agar diperoleh
pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam terkait integrasi budaya dan
agama dalam praktik sosial masyarakat.
Ketersediaan
| SSYA20250178 | 178/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
178/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
