Penetapan Uang Panaik Dalam Perkawinan Adat Bugis Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Parippung)
Nurfadillah Kanna/742302021028 - Personal Name
Skripsi ini berjudul tentang Penetapan Uang Panaik dalam Perkawinan Adat
Bugis Ditinjau dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Parippung). Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat menetapkan uang panaik dalam
perkawinan adat Bugis dan bagaimana pandangan menurut hukum Islam. Tujuan
penelitian ini untuk mengatahui penetapan uang panaik dalam perkawinan adat Bugis
dan bagaimana tinjauan menurut hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian
lapangann (field research) dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang panaik merupakan tradisi yang
sangat penting dalam perkawinan adat Bugis, di mana calon mempelai laki-laki
memberikan sejumlah uang kepada keluarga calon perempuan sebagai tanda
keseriusan dan biaya penyelenggaraan resepsi pernikahan. Dalam penetapan uang
panaik ditentukan berdasarkan status sosial dan tingkat pendidikan perempuan,
sehingga nominalnya seringkali sangat besar dan menjadi beban bagi pihak laki-laki.
Dari prespektif hukum Islam, pemberian uang panaik tidak diatur secara eksplisit dan
tidak menjadi syarat sah perkawinan. Uang panaik dipandang sebagai tradisi urf yang
diperbolehkan (mubah) selama tidak membertakan dan tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
A. Simpulan
Setelah seluruh pembahasan dalam skripsi ini selesai, penulis menyusun
kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dan diselaraskan dengan
tujuan penelitian. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Penetapan uang panaik dalam perkawinan adat Bugis di desa Parippung
proses penetapan dilakukan melalui wusyawarah antara kedua keluarga.
Penetapan uang panaik didasarkan pada standar yang sudah ada
dimasyarakat, namun keputusan akhir seringkali sangat dipengaruhi oleh
keluarga pihak perempuan. Uang panaik dalam perkawinan menjadi syarat
utama di suku Bugis, dimana pihak laki-laki wajib memberikan sejumlah
uang kepada pihak perempuan sebagai bagian biaya resepsi.
2. Tinjauan Hukum Islam terhadap uang panaik dalam perkawinan adat Bugis
di desa Parippung tidak mengatur adanya uang panaik, namun Islam
memperbolehkan sesuatu selama tidak ada dalil yang menunjukkan larangan
atau keharamannya. Pemberian uang panaik diperbolehkan (mubah) selama
tidak berlebihan dan tidak memberatkan pihak laki-laki sehingga
menghalangi terlaksananya pernikahan, jika uang panaik dimintai terlalu
tinggi hingga menyulitkan, hal ini tidak diperbolehkan karena bertentangan
dengan prinsip Islam.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan peneliti terkait dengan penulisan
skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Pelaksanan tradisi uang panaik pada perkawinan adat Bugis perlu adanya
keseimbangan antara nilai adat dan prinsip hukum Islam agar masyarakat
memahami bahwa uang panaik adalah adat yang bersifat mubah dan bukan
kewajiban syariat Islam, sehingga tidak memberatkan calon pengantin laki-
laki, kahususnya calon pengantin perempuan disarankan menetapkan uang
panaik dengan pertimbangan kemampuan ekonomi calon mempelai laki-
laki.
2. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini mungkin
masih terdapat kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak yang
sepenuhnya merupakan tanggung jawab peneliti. Peneliti berharap skripsi ini
dapat menjadi sumber bacaan atau refrensi bagi masyarakat umum maupun
mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mengenai topik yang dibahas.
Bugis Ditinjau dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Parippung). Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat menetapkan uang panaik dalam
perkawinan adat Bugis dan bagaimana pandangan menurut hukum Islam. Tujuan
penelitian ini untuk mengatahui penetapan uang panaik dalam perkawinan adat Bugis
dan bagaimana tinjauan menurut hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian
lapangann (field research) dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uang panaik merupakan tradisi yang
sangat penting dalam perkawinan adat Bugis, di mana calon mempelai laki-laki
memberikan sejumlah uang kepada keluarga calon perempuan sebagai tanda
keseriusan dan biaya penyelenggaraan resepsi pernikahan. Dalam penetapan uang
panaik ditentukan berdasarkan status sosial dan tingkat pendidikan perempuan,
sehingga nominalnya seringkali sangat besar dan menjadi beban bagi pihak laki-laki.
Dari prespektif hukum Islam, pemberian uang panaik tidak diatur secara eksplisit dan
tidak menjadi syarat sah perkawinan. Uang panaik dipandang sebagai tradisi urf yang
diperbolehkan (mubah) selama tidak membertakan dan tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
A. Simpulan
Setelah seluruh pembahasan dalam skripsi ini selesai, penulis menyusun
kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dan diselaraskan dengan
tujuan penelitian. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Penetapan uang panaik dalam perkawinan adat Bugis di desa Parippung
proses penetapan dilakukan melalui wusyawarah antara kedua keluarga.
Penetapan uang panaik didasarkan pada standar yang sudah ada
dimasyarakat, namun keputusan akhir seringkali sangat dipengaruhi oleh
keluarga pihak perempuan. Uang panaik dalam perkawinan menjadi syarat
utama di suku Bugis, dimana pihak laki-laki wajib memberikan sejumlah
uang kepada pihak perempuan sebagai bagian biaya resepsi.
2. Tinjauan Hukum Islam terhadap uang panaik dalam perkawinan adat Bugis
di desa Parippung tidak mengatur adanya uang panaik, namun Islam
memperbolehkan sesuatu selama tidak ada dalil yang menunjukkan larangan
atau keharamannya. Pemberian uang panaik diperbolehkan (mubah) selama
tidak berlebihan dan tidak memberatkan pihak laki-laki sehingga
menghalangi terlaksananya pernikahan, jika uang panaik dimintai terlalu
tinggi hingga menyulitkan, hal ini tidak diperbolehkan karena bertentangan
dengan prinsip Islam.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan peneliti terkait dengan penulisan
skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Pelaksanan tradisi uang panaik pada perkawinan adat Bugis perlu adanya
keseimbangan antara nilai adat dan prinsip hukum Islam agar masyarakat
memahami bahwa uang panaik adalah adat yang bersifat mubah dan bukan
kewajiban syariat Islam, sehingga tidak memberatkan calon pengantin laki-
laki, kahususnya calon pengantin perempuan disarankan menetapkan uang
panaik dengan pertimbangan kemampuan ekonomi calon mempelai laki-
laki.
2. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini mungkin
masih terdapat kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak yang
sepenuhnya merupakan tanggung jawab peneliti. Peneliti berharap skripsi ini
dapat menjadi sumber bacaan atau refrensi bagi masyarakat umum maupun
mahasiswa untuk memperdalam pemahaman mengenai topik yang dibahas.
Ketersediaan
| SSYA2025166 | 166/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
166/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
