Problematika Pengupahan Passangki Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Jaling)
Risda Maulana/742342021074 - Personal Name
kripsi ini membahas praktik pengupahan passangki yang diterapkan dalam
kegiatan pertanian di Desa Jaling, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone.
Sistem ini merupakan bentuk kerja harian yang dilakukan oleh passangki dengan
pola pengupahan yang diwariskan secara turun-temurun. Namun dalam praktiknya,
ditemukan beberapa permasalahan, seperti ketidaksesuaian antara kesepakatan
awal dengan realisasi upah, ketidakjelasan akad kerja, serta tidak terpenuhinya
prinsip keadilan dalam pelaksanaan pengupahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bentuk akad yang terjadi antara pemilik sawah dan passangki, serta
menganalisisnya dari sudut pandang hukum Islam.
Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan pendekatan
teologis normatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan passangki dan
pemilik sawah, serta dokumentasi dan observasi langsung di lapangan. Analisis
dilakukan dengan mengacu pada teori akad ijārah dalam hukum Islam serta dalildalil syar’i yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad antara pemilik sawah dan
passangki umumnya bersifat lisan, tidak tertulis, dan tidak menjelaskan secara rinci
syarat serta ketentuannya. Dalam praktiknya, hal ini menyebabkan pelanggaran
terhadap prinsip ijārah, seperti ketidakjelasan waktu kerja, besaran upah, dan
mekanisme pembayaran. Menurut hukum Islam, kondisi ini berpotensi
mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan zulm (kezaliman), sehingga
bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengupahan. Oleh karena itu, sistem
pengupahan passangki di Desa Jaling perlu ditata ulang agar sesuai dengan prinsipprinsip hukum Islam, terutama dalam hal kejelasan akad dan keadilan pemberian
upah
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai praktik pengupahan antara passangki
dan pemilik sawah di Desa Jaling, serta ditinjau dari perspektif hukum Islam, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bentuk akad yang disepakadi antara passangki dan pemilik sawah pada
dasarnya bersifat lisan dan tidak tertulis. Sistem pengupahan yang
digunakan adalah sistem harian yang telah menjadi kebiasaan turuntemurun di masyarakat setempat. Meskipun terdapat kesepakadan awal,
dalam praktiknya sering kali terjadi penambahan pekerjaan tanpa adanya
kesepakadan baru atau kompensasi tambahan, yang dilakukan atas dasar
kebiasaan ('urf).
2. Pandangan hukum Islam terhadap realisasi akad pengupahan ini
menunjukkan bahwa praktik yang berjalan belum sepenuhnya sesuai
dengan prinsip akad ijārah dalam Islam. Islam menekankan pentingnya
kejelasan objek kerja, nilai upah, serta adanya kerelaan kedua pihak.
Penambahan pekerjaan tanpa akad baru dan tanpa upah tambahan
bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejelasan yang menjadi syarat
sahnya akad dalam Islam.
Namun demikian, sistem pengupahan di Desa Jaling juga memiliki aspek
positif, yaitu tidak adanya perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan ini sejalan dengan nilai-nilai keadilan dalam Islam selama pekerjaan
yang dilakukan setara dalam tanggung jawab dan hasilnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun praktik pengupahan di
Desa Jaling dilandasi oleh kebiasaan masyarakat setempat, namun masih terdapat
ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang mengharuskan kejelasan
dan keadilan dalam setiap perjanjian kerja (akad).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi pemilik sawah, diharapkan agar menyusun akad kerja yang lebih jelas
dan adil, baik secara lisan maupun tertulis, serta memberikan kompensasi
tambahan jika terdapat pekerjaan tambahan di luar kesepakadan awal.
2. Bagi para passangki, disarankan untuk lebih memahami hak-hak mereka
dalam akad kerja, termasuk hak untuk menerima upah yang setara dan adil
sesuai beban pekerjaan yang dijalankan.
3. Bagi tokoh agama dan pemerintah Desa Jaling, disarankan untuk
memberikan edukasi tentang pentingnya akad dalam hukum Islam serta
menerapkan nilai-nilai keadilan dalam praktik kerja dan pengupahan di
tingkat masyarakat.
4. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji sistem pengupahan
tradisional lain yang berlaku di daerah pedesaan untuk memperluas
pemahaman dan solusi dalam penerapan hukum Islam dalam kehidupan
sosial masyarakat.
kegiatan pertanian di Desa Jaling, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone.
Sistem ini merupakan bentuk kerja harian yang dilakukan oleh passangki dengan
pola pengupahan yang diwariskan secara turun-temurun. Namun dalam praktiknya,
ditemukan beberapa permasalahan, seperti ketidaksesuaian antara kesepakatan
awal dengan realisasi upah, ketidakjelasan akad kerja, serta tidak terpenuhinya
prinsip keadilan dalam pelaksanaan pengupahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bentuk akad yang terjadi antara pemilik sawah dan passangki, serta
menganalisisnya dari sudut pandang hukum Islam.
Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan pendekatan
teologis normatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan passangki dan
pemilik sawah, serta dokumentasi dan observasi langsung di lapangan. Analisis
dilakukan dengan mengacu pada teori akad ijārah dalam hukum Islam serta dalildalil syar’i yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad antara pemilik sawah dan
passangki umumnya bersifat lisan, tidak tertulis, dan tidak menjelaskan secara rinci
syarat serta ketentuannya. Dalam praktiknya, hal ini menyebabkan pelanggaran
terhadap prinsip ijārah, seperti ketidakjelasan waktu kerja, besaran upah, dan
mekanisme pembayaran. Menurut hukum Islam, kondisi ini berpotensi
mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan zulm (kezaliman), sehingga
bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengupahan. Oleh karena itu, sistem
pengupahan passangki di Desa Jaling perlu ditata ulang agar sesuai dengan prinsipprinsip hukum Islam, terutama dalam hal kejelasan akad dan keadilan pemberian
upah
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai praktik pengupahan antara passangki
dan pemilik sawah di Desa Jaling, serta ditinjau dari perspektif hukum Islam, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bentuk akad yang disepakadi antara passangki dan pemilik sawah pada
dasarnya bersifat lisan dan tidak tertulis. Sistem pengupahan yang
digunakan adalah sistem harian yang telah menjadi kebiasaan turuntemurun di masyarakat setempat. Meskipun terdapat kesepakadan awal,
dalam praktiknya sering kali terjadi penambahan pekerjaan tanpa adanya
kesepakadan baru atau kompensasi tambahan, yang dilakukan atas dasar
kebiasaan ('urf).
2. Pandangan hukum Islam terhadap realisasi akad pengupahan ini
menunjukkan bahwa praktik yang berjalan belum sepenuhnya sesuai
dengan prinsip akad ijārah dalam Islam. Islam menekankan pentingnya
kejelasan objek kerja, nilai upah, serta adanya kerelaan kedua pihak.
Penambahan pekerjaan tanpa akad baru dan tanpa upah tambahan
bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejelasan yang menjadi syarat
sahnya akad dalam Islam.
Namun demikian, sistem pengupahan di Desa Jaling juga memiliki aspek
positif, yaitu tidak adanya perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan ini sejalan dengan nilai-nilai keadilan dalam Islam selama pekerjaan
yang dilakukan setara dalam tanggung jawab dan hasilnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun praktik pengupahan di
Desa Jaling dilandasi oleh kebiasaan masyarakat setempat, namun masih terdapat
ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang mengharuskan kejelasan
dan keadilan dalam setiap perjanjian kerja (akad).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi pemilik sawah, diharapkan agar menyusun akad kerja yang lebih jelas
dan adil, baik secara lisan maupun tertulis, serta memberikan kompensasi
tambahan jika terdapat pekerjaan tambahan di luar kesepakadan awal.
2. Bagi para passangki, disarankan untuk lebih memahami hak-hak mereka
dalam akad kerja, termasuk hak untuk menerima upah yang setara dan adil
sesuai beban pekerjaan yang dijalankan.
3. Bagi tokoh agama dan pemerintah Desa Jaling, disarankan untuk
memberikan edukasi tentang pentingnya akad dalam hukum Islam serta
menerapkan nilai-nilai keadilan dalam praktik kerja dan pengupahan di
tingkat masyarakat.
4. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji sistem pengupahan
tradisional lain yang berlaku di daerah pedesaan untuk memperluas
pemahaman dan solusi dalam penerapan hukum Islam dalam kehidupan
sosial masyarakat.
Ketersediaan
| SSYA20250065 | 65/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
65/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Tarbiyah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
