Take over Dibawah Tangan Dengan Sistem Kredit Pemilikan Rumah Ditinjau Dari Segi Hukum Islam Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Studi kasus Btn Bumi Cilellang Mas)
Anugrah Septiani/742342021089 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang take over di bawah tangan dengan sistem kredit
pemilikan rumah ditinjau dari segi hukum Islam (Studi kasus BTN Bumi Cilellang
Mas). Dalam penelitian ini pokok permasalahanya adalah bagaimana proses take over
kredit pemilikan rumah di Bank BTN Kcp Bone dan bagaimana tinjauan hukum
Ekonomi Islam terhadap take over yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian
kredit pemilkan rumah di Bank BTN Kcp Bone serta upaya hukum apa yang
ditempuh pihak Bank dalam mengatasinya, yang bertujuan untuk mengetahui proses
take over pada Bank BTN Kcp Bone, dan tinjauan hukum ekonomi Islam terhadap
take over yang dilakukan dibawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di
Bank BTN Kcp Bone serta upaya hukum yang ditempuh pihak Bank untuk
mengatasinya .Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan penelitian lapangan
(fiedl research) dengan pendekatan yuridis empiris dan teologis normatif., yang
meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data yang diperoleh berupa
sumber data primer melalui wawancara informan dan sumber data sekunder melalui
dokumen seperti buku, jurnal dan skripsi terkait dengan hasil penelitian. Selain itu,
data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan tiga tahap yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian praktik take over di bawah tangan dilakukan secara langsung
antara nasabah awal dan pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan bank.
rumah yang dijadikan jaminan kredit secara sah masih tercatat atas nama pemilik
awal, sementara kewajiban terhadap bank tetap melekat pada debitur pertama. Jika
terjadi keterlambatan pembayaran atau wanprestasi dari pihak kedua, maka pihak
pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh bank. Dalam perspektif hukum
Islam, praktik ini mengandung unsur ketidakjelasan dan tidak terpenuhinya syarat sah
akad, sehingga dapat dikategorikan sebagai praktik yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip muamalah Islam, terutama terkait dengan asas keadilan, kerelaan, dan
kejelasan hak serta kewajiban. Pihak BTN KCP Bone telah melakukan berbagai
upaya preventif dan represif, seperti memberikan sosialisasi kepada nasabah,
memperketat prosedur pengajuan take over, dan meningkatkan pengawasan terhadap
transaksi kredit. Penelitian ini merekomendasikan agar pihak bank terus
meningkatkan literasi keuangan kepada nasabah serta memperkuat regulasi internal
untuk mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang.
A. Simpulan
1. Pelaksanaan praktik pengalihan kepemilikan rumah atau yang lazim disebut
sebagai take over Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bawah tangan,
sebagaimana terjadi di BTN Bumi Cilellang Mas, dilakukan oleh debitur
dengan menyerahkan rumah yang masih dalam masa angsuran kepada pihak
ketiga tanpa melibatkan atau memberi tahu pihak bank sebagai kreditur.
Tindakan semacam ini sangat rentan menimbulkan masalah hukum karena
rumah yang dijadikan jaminan kredit secara sah masih tercatat atas nama
pemilik awal, sementara kewajiban terhadap bank tetap melekat pada debitur
pertama. Jika terjadi keterlambatan pembayaran atau wanprestasi dari pihak
kedua, maka pihak pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh
bank. Hal ini tentu sangat merugikan dan menciptakan ketidakpastian hukum
bagi semua pihak.
2. Dilihat dari tinjauan hukum Islam praktik take over di bawah tangan ini tidak
dibenarkan karena tidak memenuhi rukun dan syarat sahnya akad, khususnya
dalam hal kejelasan objek dan subjek transaksi serta ija>b qabu>l yang sah.
Islam sangat menekankan keadilan, transparansi, dan kejelasan dalam setiap
bentuk transaksi, termasuk dalam hal pengalihan hutang. Praktik semacam ini
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, terutama karena mengandung
unsur ketidakpastian dan berpotensi menimbulkan dzalim terhadap salah satu
pihak. Dan upaya hukum yang ditempuh pihak Bank apabila mengetahui
adanya transaksi take over di bawah tangan biasanya berupa peringatan
kepada debitur pertama untuk melunasi kredit atau dilakukan penyitaan
terhadap agunan jika terjadi wanprestasi. Namun sayangnya, bank tidak dapat
langsung memproses hak milik kepada pihak kedua karena tidak ada dasar
hukum yang kuat yang mengakui transaksi di bawah tangan tersebut.
B. Saran
1. Bagi masyarakat, khususnya para nasabah yang mendapatkan fasilitas Kredit
Pemilikan Rumah, sangat disarankan untuk tidak melakukan transaksi
pengalihan rumah atau take over secara bawah tangan yang tidak disertai
dengan persetujuan resmi dari pihak bank. Hal ini bertujuan agar transaksi
yang dilakukan tidak hanya sah secara hukum negara, tetapi juga selaras
dengan ajaran Islam yang melarang tindakan yang dapat merugikan orang
lain dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemahaman tentang syarat dan
rukun dalam transaksi kredit serta keterlibatan pihak bank sangat penting agar
semua pihak terlindungi secara hukum maupun secara moral.
2. Bagi pihak perbankan diharapkan lebih aktif dalam memberikan edukasi
kepada nasabah mengenai bahaya dan konsekuensi hukum dari take over yang
dilakukan tanpa melalui prosedur resmi, serta pentingnya melibatkan bank
sebagai pemegang hak atas jaminan dalam setiap transaksi pengalihan. Selain
itu, bank juga diharapkan menyediakan mekanisme penyelesaian yang solutif
dan sesuai dengan prinsip syariah, misalnya dengan memberikan fasilitas akad
pengalihan utang seperti h}awa>lah atau memberikan opsi restrukturisasi
pembiayaan yang syar’i agar nasabah tidak mengambil jalan alternatif yang
berisiko tinggi
pemilikan rumah ditinjau dari segi hukum Islam (Studi kasus BTN Bumi Cilellang
Mas). Dalam penelitian ini pokok permasalahanya adalah bagaimana proses take over
kredit pemilikan rumah di Bank BTN Kcp Bone dan bagaimana tinjauan hukum
Ekonomi Islam terhadap take over yang dilakukan di bawah tangan pada perjanjian
kredit pemilkan rumah di Bank BTN Kcp Bone serta upaya hukum apa yang
ditempuh pihak Bank dalam mengatasinya, yang bertujuan untuk mengetahui proses
take over pada Bank BTN Kcp Bone, dan tinjauan hukum ekonomi Islam terhadap
take over yang dilakukan dibawah tangan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di
Bank BTN Kcp Bone serta upaya hukum yang ditempuh pihak Bank untuk
mengatasinya .Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan penelitian lapangan
(fiedl research) dengan pendekatan yuridis empiris dan teologis normatif., yang
meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data yang diperoleh berupa
sumber data primer melalui wawancara informan dan sumber data sekunder melalui
dokumen seperti buku, jurnal dan skripsi terkait dengan hasil penelitian. Selain itu,
data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan tiga tahap yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian praktik take over di bawah tangan dilakukan secara langsung
antara nasabah awal dan pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan bank.
rumah yang dijadikan jaminan kredit secara sah masih tercatat atas nama pemilik
awal, sementara kewajiban terhadap bank tetap melekat pada debitur pertama. Jika
terjadi keterlambatan pembayaran atau wanprestasi dari pihak kedua, maka pihak
pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh bank. Dalam perspektif hukum
Islam, praktik ini mengandung unsur ketidakjelasan dan tidak terpenuhinya syarat sah
akad, sehingga dapat dikategorikan sebagai praktik yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip muamalah Islam, terutama terkait dengan asas keadilan, kerelaan, dan
kejelasan hak serta kewajiban. Pihak BTN KCP Bone telah melakukan berbagai
upaya preventif dan represif, seperti memberikan sosialisasi kepada nasabah,
memperketat prosedur pengajuan take over, dan meningkatkan pengawasan terhadap
transaksi kredit. Penelitian ini merekomendasikan agar pihak bank terus
meningkatkan literasi keuangan kepada nasabah serta memperkuat regulasi internal
untuk mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang.
A. Simpulan
1. Pelaksanaan praktik pengalihan kepemilikan rumah atau yang lazim disebut
sebagai take over Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bawah tangan,
sebagaimana terjadi di BTN Bumi Cilellang Mas, dilakukan oleh debitur
dengan menyerahkan rumah yang masih dalam masa angsuran kepada pihak
ketiga tanpa melibatkan atau memberi tahu pihak bank sebagai kreditur.
Tindakan semacam ini sangat rentan menimbulkan masalah hukum karena
rumah yang dijadikan jaminan kredit secara sah masih tercatat atas nama
pemilik awal, sementara kewajiban terhadap bank tetap melekat pada debitur
pertama. Jika terjadi keterlambatan pembayaran atau wanprestasi dari pihak
kedua, maka pihak pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh
bank. Hal ini tentu sangat merugikan dan menciptakan ketidakpastian hukum
bagi semua pihak.
2. Dilihat dari tinjauan hukum Islam praktik take over di bawah tangan ini tidak
dibenarkan karena tidak memenuhi rukun dan syarat sahnya akad, khususnya
dalam hal kejelasan objek dan subjek transaksi serta ija>b qabu>l yang sah.
Islam sangat menekankan keadilan, transparansi, dan kejelasan dalam setiap
bentuk transaksi, termasuk dalam hal pengalihan hutang. Praktik semacam ini
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, terutama karena mengandung
unsur ketidakpastian dan berpotensi menimbulkan dzalim terhadap salah satu
pihak. Dan upaya hukum yang ditempuh pihak Bank apabila mengetahui
adanya transaksi take over di bawah tangan biasanya berupa peringatan
kepada debitur pertama untuk melunasi kredit atau dilakukan penyitaan
terhadap agunan jika terjadi wanprestasi. Namun sayangnya, bank tidak dapat
langsung memproses hak milik kepada pihak kedua karena tidak ada dasar
hukum yang kuat yang mengakui transaksi di bawah tangan tersebut.
B. Saran
1. Bagi masyarakat, khususnya para nasabah yang mendapatkan fasilitas Kredit
Pemilikan Rumah, sangat disarankan untuk tidak melakukan transaksi
pengalihan rumah atau take over secara bawah tangan yang tidak disertai
dengan persetujuan resmi dari pihak bank. Hal ini bertujuan agar transaksi
yang dilakukan tidak hanya sah secara hukum negara, tetapi juga selaras
dengan ajaran Islam yang melarang tindakan yang dapat merugikan orang
lain dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemahaman tentang syarat dan
rukun dalam transaksi kredit serta keterlibatan pihak bank sangat penting agar
semua pihak terlindungi secara hukum maupun secara moral.
2. Bagi pihak perbankan diharapkan lebih aktif dalam memberikan edukasi
kepada nasabah mengenai bahaya dan konsekuensi hukum dari take over yang
dilakukan tanpa melalui prosedur resmi, serta pentingnya melibatkan bank
sebagai pemegang hak atas jaminan dalam setiap transaksi pengalihan. Selain
itu, bank juga diharapkan menyediakan mekanisme penyelesaian yang solutif
dan sesuai dengan prinsip syariah, misalnya dengan memberikan fasilitas akad
pengalihan utang seperti h}awa>lah atau memberikan opsi restrukturisasi
pembiayaan yang syar’i agar nasabah tidak mengambil jalan alternatif yang
berisiko tinggi
Ketersediaan
| SSYA20250084 | 84/2025 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
84/2025
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2025
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
