Problematika Pemenuhan Hak Nafkah Anak Pasca Perceraian (Studi Kasus Di Desa Pationgi Kec. Patimpeng Kab. Bone)

No image available for this title
Skripsi ini membahas tentang Problematika Pemenuhan Hak Nafkah Anak
Pasca Perceraian (Studi Kasus Di Desa Pationgi Kec. Patimpeng Kab. Bone).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah regulasi tentang
pemenuhan hak nafkah anak pasca perceraian dalam persfektif hukum positif dan
problematika pemenuhan hak nafkah anak pasca perceraian di desa Pationgi
Kecamatan Patimpeng Kabupaten Bone. Adapun tujuan penulisan penelitian ini
mengetahui regulasi tentang pemenuhan hak nafkah anak pasca perceraian dalam
persfektif hukum positif. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk memahami
problematika pemenuhan hak nafkah anak pasca perceraian di desa Pationgi
Kecamatan Patimpeng Kabupaten Bone. Jenis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jenis penelitian lapangan (field research), penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan yuridis, pendekatan normatif dan pendekatan sosiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perceraian tidak menghilangkan
kewajiban orang tua, khususnya ayah, untuk menafkahi anak hingga dewasa atau
mandiri, sesuai amanat Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Pasal 26 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Namun, di Desa
Pationgi, Kecamatan Patimpeng, masih banyak ayah yang tidak memberi nafkah
secara rutin karena rendahnya pemahaman masyarakat terhadap aturan hukum,
sehingga beban sering ditanggung sendiri oleh ibu. Kondisi ini diperparah oleh
ekonomi sulit dan akses hukum terbatas yang membuat ibu enggan menuntut hak
anak melalui jalur pengadilan, berakibat pada kesejahteraan anak baik secara
finansial maupun emosional..
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada Skripsi ini, yaitu:
1. Regulasi pemenuhan hak orang tua dari tanggung jawab terhadap anak,
khususnya terkait nafkah yang menjadi kewajiban utama ayah hingga anak
dewasa atau mandiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak menegaskan bahwa meskipun hubungan suami istri
berakhir, hak anak untuk mendapatkan pengasuhan, perlindungan, dan
nafkah dari kedua orang tuanya tetap berlaku. Ayah wajib memberikan
nafkah, namun jika tidak mampu, ibu juga dapat ikut menanggung biaya
berdasarkan keputusan pengadilan. Hak anak untuk hidup, tumbuh, dan
berkembang harus dijaga, dan jika kewajiban ini tidak dipenuhi, ibu atau
pihak terkait dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengadilan
memiliki peran penting dalam menegakkan hak nafkah anak, memastikan
semua pihak menjalankan kewajibannya demi kepentingan anak.
Meskipun kerangka hukum di Indonesia jelas, implementasi sering kali
menghadapi tantangan, sehingga pengawasan dan kepatuhan sangat
diperlukan untuk melindungi hak-hak anak pasca perceraian.
2. Problematika pemenuhan hak nafkah anak di desa Pationgi, Kecamatan
Patimpeng, setelah perceraian masih menghadapi berbagai kendala,
termasuk rendahnya pemahaman masyarakat tentang kewajiban hukum
yang mengatur nafkah anak. Masyarakat lebih cenderung bergantung pada
kebiasaan daripada peraturan hukum yang berlaku, sehingga ayah sering
kali tidak memberikan nafkah secara rutin dan memadai. Pemenuhan hak-
hak anak sering kali hanya ditanggung oleh ibu, sementara ayah kurang
berperan aktif. Permasalahan ini diperparah oleh situasi ekonomi yang
sulit, di mana sebagian besar penduduk desa bekerja sebagai petani atau
buruh dengan pendapatan tidak stabil. Selain itu, akses terhadap informasi
hukum dan mekanisme pengadilan juga terbatas, yang menyebabkan
banyak ibu enggan menuntut hak nafkah anak melalui jalur hukum.
Akibatnya, banyak anak yang tidak mendapatkan hak mereka secara
penuh, baik dari segi finansial maupun emosional, sehingga memengaruhi
kesejahteraan dan perkembangan mereka.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah dan lembaga terkait perlu mengadakan program
edukasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak pasca perceraian, khususnya
mengenai kewajiban hukum orang tua dalam memberikan nafkah. Edukasi
ini bisa dilakukan melalui seminar, penyuluhan, atau kampanye publik
yang melibatkan tokoh masyarakat dan lembaga agama agar informasi
terkait hukum ini dapat tersampaikan secara luas dan dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat.
2. Dibutuhkan mekanisme pengawasan yang lebih kuat untuk memastikan
bahwa keputusan pengadilan terkait nafkah anak dilaksanakan dengan
baik. Pemerintah dapat membentuk lembaga pengawas lokal atau bekerja
sama dengan pemerintah desa untuk memantau pelaksanaan kewajiban
nafkah oleh ayah, serta memberikan sanksi yang tegas bagi mereka yang
tidak memenuhinya. Selain itu, akses yang lebih mudah dan terjangkau ke
lembaga hukum juga perlu ditingkatkan agar ibu atau wali anak tidak
enggan menempuh jalur hukum ketika hak anak tidak dipenuhi.
Ketersediaan
SSYA20240238238/2024Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

238/2024

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top