Konflik dan Resistensi Keharmonisan Keluarga (Studi Kasus Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A)
Fitriah Wahyu Ramadhani/742302020035 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Konflik dan Resistensi Keharmonisan
Keluarga dengan Studi Kasus Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A
mencakup bahasan mengenai konflik keluarga. Keluarga merupakan bagian
terkecil dari masyarakat yang sangat berpotensi terjadi konflik. Perbedaan-
perbedaan antara individu-individu rawan terjadinya konflik misalnya
perbedaan ciri badaniyah, kepribadian, kebudayaan, kepentingan, atau pola
prilaku individu atau kelompok masyarakat. Pada dasarnya perbedaan adalah
kodrat yang fitrah setiap manusia. Perbedaan merupakan sebuah keindahan
karena pasangan suami istri akan berupaya untuk saling melengkapi dan
memahami serta menyadari bahwa keduanya berbeda.
Skripsi ini memiliki pokok bahasan mengenai bentuk-bentuk konflik
dalam keluarga dan apa pengaruh konflik yang dapat memicu terjadinya
resistensi keharmonisan keluarga serta cara mengatasi konflik yang dapat
memicu terjadinya resistensi keharmonisan keluarga. Metode penelitian ini
menggunakan metode kualitatif atau pengumpulan data dalam bentuk deskriptif.
Sumber data yang dihasilkan diperoleh dari analisis data primer dan bersumber
dari data sekunder.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa konflik yang sering
terjadi dalam keluarga adalah permasalahan perekonomian rumah tangga,
kekerasan dalam rumah tangga, dan perselingkuhan. Dampak tersebut bisa
menimbulkan sebuah resistensi keharmonisan dalam rumah tangga yang dapat
mengakibatkan terjadinya perceraian. Konflik-konflik yang terjadi dalam
keluarga secara umum dapat terjadi karena masalah atau faktor-faktor tertentu.
Persoalan tersebut dapat dikatakan menjadi penyebab atau sumber terjadinya
konflik baik itu konflik antar pasangan, konflik orang tua dengan anak, dan
konflik antar saudara. Cara mengatasi konflik tersebut bisa ditinjau dari
perspektif hukum Islam yaitu al-Ṣulḥ dan al-Tahkīm.
A. Simpulan
1. Bentuk-bentuk konflik yang terjadi dalam keluarga dapat ditinjau dari
subjek atau pihak yang berkonflik di dalam keluarga, meliputi, (1)
konflik pasangan suami-istri, (2) konflik orang tua dengan anak, (3)
konflik antar saudara. Dimana konflik-konflik tersebut bisa
menyebabkan timbulnya beberapa percekcokan yang sering terjadi pada
keluarga, misalnya ketidakmatangan kepribadian sehingga terhalang
dengan emosional yang berdampak pertengkaran antar suami-istri,
keuangan atau ekonomi keluarga yang tidak bisa memenuhi kewajiban
dan hak pada kehidupan berumah tangga dan sebagainya.
2. Pengaruh dari konflik yang dapat memicu resistensi keharmonisan
keluarga yaitu adanya stress emosional, adanya rasa ketidak amanan dan
ketidakpercayaan pada pasangan, kehilangan komunikasi yang efektif,
adanya perpecahan dalam hubungan, dan menurunnya kualitas hidup.
Bila dikaji dalam ilmu neurosains ada beberapa faktor pembeda antara
perempuan dan laki-laki sehingga dapt menimbulkan perpecahan
ataupun terjadi konflik dan resistensi keharmonisan keluarga, meliputi
ditinjau dari corpus callosum, hipotalamus, hippocampus, ruang bahasa
dalam otak, jaringan listrik otak saat tidur, fungsi otak kanan dan otak
kiri, dan sebagainya. Namun dalam hal itu secara umum pengaruh dari
konflik dan resistensi keharmonisan keluarga bisa berakhir pada
perceraian bilamana para pasangan rumah tangga tidak bisa menanggapi
dengan baik akan adanya konflik yang datang pada keluarganya.
3. Cara mengatasi konflik yang dapat memicu keharmonisan keluarga
terdapat beberapa pandangan. Suatu metode penyelesaian konflik yang
disebut “Negosiasi Berdasarkan Prinsip” (Principle Negotiation) dapat
diterapkan terhadap semua jenis perselisihan. Dalam hal ini, diusulkan
empat prinsip, yaitu: (1) memisahkan orang pada masalah, (2)
memusatkan pada kepentingan, (3) menemukan pilihan demi
keuntungan bersama, (4) bersikukuh akan kriteria yang objektif. Dalam
perspektif hukum islam, model dalam Islam yang digunakan untuk
mengatasi konflik secara sempit dalam ruang lingkup dimensi konflik
keluarga adalah al-Ṣulḥ dan al-Tahkīm. Dalam pandangan hukum
negara, bilamana ada pasangan suami istri yang telah mengajukan gugat
cerai ataupun cerai talaq maka penyelesaian konflik tersebut akan
diselesaikan melalui proses litigasi (pengadilan). Dimana proses perkara
ini akan berlanjut bilamana sepasang suami istri telah melalui jalur
mediasi.
B. Saran
Konflik dalam keluarga memang tidak bisa dihindari, namun alangkah
lebih baiknya pasangan suami istri sebelum menikah, sudah mampu dari segi
kematangan emosional, material, dan kemampuan lainnya yang bersangkut paut
pada hubungan keluarga sehingga konflik yang dihadapi dalam keluarga juga
bisa diatasi dengan baik. Karena dari banyaknya konflik yang terjadi pada
pasangan berumah tangga bisa berakhir perceraian bilamana mereka tidak
mampu mencerna dengan baik dan menghadapi konflik yang terjadi pada
keluarganya. Maka dari itu perlu juga adanya pemahaman dari segi konsep
perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan sehingga mereka bisa sama sama
mengerti dan saling memahami dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Selain itu juga, disarankan agar Pengadilan Agama memberian kebijakan
kepada KUA Kecamatan untuk menerapkan Asas Mempersulit Perceraian
dengan cara mengaktifkan konseling BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan) di KUA Kecamatan bagi pasangan yang ingin bercerai.
Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pasangan untuk
mengatasi masalah mereka melalui mediasi dan bimbingan, sehingga dapat
mengurangi angka perceraian dan menjaga keutuhan rumah tangga.
Keluarga dengan Studi Kasus Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A
mencakup bahasan mengenai konflik keluarga. Keluarga merupakan bagian
terkecil dari masyarakat yang sangat berpotensi terjadi konflik. Perbedaan-
perbedaan antara individu-individu rawan terjadinya konflik misalnya
perbedaan ciri badaniyah, kepribadian, kebudayaan, kepentingan, atau pola
prilaku individu atau kelompok masyarakat. Pada dasarnya perbedaan adalah
kodrat yang fitrah setiap manusia. Perbedaan merupakan sebuah keindahan
karena pasangan suami istri akan berupaya untuk saling melengkapi dan
memahami serta menyadari bahwa keduanya berbeda.
Skripsi ini memiliki pokok bahasan mengenai bentuk-bentuk konflik
dalam keluarga dan apa pengaruh konflik yang dapat memicu terjadinya
resistensi keharmonisan keluarga serta cara mengatasi konflik yang dapat
memicu terjadinya resistensi keharmonisan keluarga. Metode penelitian ini
menggunakan metode kualitatif atau pengumpulan data dalam bentuk deskriptif.
Sumber data yang dihasilkan diperoleh dari analisis data primer dan bersumber
dari data sekunder.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa konflik yang sering
terjadi dalam keluarga adalah permasalahan perekonomian rumah tangga,
kekerasan dalam rumah tangga, dan perselingkuhan. Dampak tersebut bisa
menimbulkan sebuah resistensi keharmonisan dalam rumah tangga yang dapat
mengakibatkan terjadinya perceraian. Konflik-konflik yang terjadi dalam
keluarga secara umum dapat terjadi karena masalah atau faktor-faktor tertentu.
Persoalan tersebut dapat dikatakan menjadi penyebab atau sumber terjadinya
konflik baik itu konflik antar pasangan, konflik orang tua dengan anak, dan
konflik antar saudara. Cara mengatasi konflik tersebut bisa ditinjau dari
perspektif hukum Islam yaitu al-Ṣulḥ dan al-Tahkīm.
A. Simpulan
1. Bentuk-bentuk konflik yang terjadi dalam keluarga dapat ditinjau dari
subjek atau pihak yang berkonflik di dalam keluarga, meliputi, (1)
konflik pasangan suami-istri, (2) konflik orang tua dengan anak, (3)
konflik antar saudara. Dimana konflik-konflik tersebut bisa
menyebabkan timbulnya beberapa percekcokan yang sering terjadi pada
keluarga, misalnya ketidakmatangan kepribadian sehingga terhalang
dengan emosional yang berdampak pertengkaran antar suami-istri,
keuangan atau ekonomi keluarga yang tidak bisa memenuhi kewajiban
dan hak pada kehidupan berumah tangga dan sebagainya.
2. Pengaruh dari konflik yang dapat memicu resistensi keharmonisan
keluarga yaitu adanya stress emosional, adanya rasa ketidak amanan dan
ketidakpercayaan pada pasangan, kehilangan komunikasi yang efektif,
adanya perpecahan dalam hubungan, dan menurunnya kualitas hidup.
Bila dikaji dalam ilmu neurosains ada beberapa faktor pembeda antara
perempuan dan laki-laki sehingga dapt menimbulkan perpecahan
ataupun terjadi konflik dan resistensi keharmonisan keluarga, meliputi
ditinjau dari corpus callosum, hipotalamus, hippocampus, ruang bahasa
dalam otak, jaringan listrik otak saat tidur, fungsi otak kanan dan otak
kiri, dan sebagainya. Namun dalam hal itu secara umum pengaruh dari
konflik dan resistensi keharmonisan keluarga bisa berakhir pada
perceraian bilamana para pasangan rumah tangga tidak bisa menanggapi
dengan baik akan adanya konflik yang datang pada keluarganya.
3. Cara mengatasi konflik yang dapat memicu keharmonisan keluarga
terdapat beberapa pandangan. Suatu metode penyelesaian konflik yang
disebut “Negosiasi Berdasarkan Prinsip” (Principle Negotiation) dapat
diterapkan terhadap semua jenis perselisihan. Dalam hal ini, diusulkan
empat prinsip, yaitu: (1) memisahkan orang pada masalah, (2)
memusatkan pada kepentingan, (3) menemukan pilihan demi
keuntungan bersama, (4) bersikukuh akan kriteria yang objektif. Dalam
perspektif hukum islam, model dalam Islam yang digunakan untuk
mengatasi konflik secara sempit dalam ruang lingkup dimensi konflik
keluarga adalah al-Ṣulḥ dan al-Tahkīm. Dalam pandangan hukum
negara, bilamana ada pasangan suami istri yang telah mengajukan gugat
cerai ataupun cerai talaq maka penyelesaian konflik tersebut akan
diselesaikan melalui proses litigasi (pengadilan). Dimana proses perkara
ini akan berlanjut bilamana sepasang suami istri telah melalui jalur
mediasi.
B. Saran
Konflik dalam keluarga memang tidak bisa dihindari, namun alangkah
lebih baiknya pasangan suami istri sebelum menikah, sudah mampu dari segi
kematangan emosional, material, dan kemampuan lainnya yang bersangkut paut
pada hubungan keluarga sehingga konflik yang dihadapi dalam keluarga juga
bisa diatasi dengan baik. Karena dari banyaknya konflik yang terjadi pada
pasangan berumah tangga bisa berakhir perceraian bilamana mereka tidak
mampu mencerna dengan baik dan menghadapi konflik yang terjadi pada
keluarganya. Maka dari itu perlu juga adanya pemahaman dari segi konsep
perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan sehingga mereka bisa sama sama
mengerti dan saling memahami dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Selain itu juga, disarankan agar Pengadilan Agama memberian kebijakan
kepada KUA Kecamatan untuk menerapkan Asas Mempersulit Perceraian
dengan cara mengaktifkan konseling BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan) di KUA Kecamatan bagi pasangan yang ingin bercerai.
Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pasangan untuk
mengatasi masalah mereka melalui mediasi dan bimbingan, sehingga dapat
mengurangi angka perceraian dan menjaga keutuhan rumah tangga.
Ketersediaan
| SSYA20240149 | 149/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
149/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
