Kelalaian Manusia dalam Perspektif Al-Qur‟an ( studi terhadap QS Al-a‟raf/7:205)
Nurul Husnah/03.18.1058 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Kelalaian Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an (studi
terhadap QS.Al-‘raf/7:205) . Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
kelalaian manusia dalam perspektif Al-Qur’an? Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui a) gambaran umum tentang kelalaian manusia b) bentuk-bentuk
kelalaian manusia dalam QS. Al-a‟raf/7:205) komentar ulama tentang kelalaian
manusia dalam QS. Al-A‟raf/7:205.
Dalam mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan beberapa pendekatan yaitu,
pendekatan ilmu tafsir dan pendekatan psikologi. Penelitian ini tergolong penelitian
kualitatif deskriptif atau penelitian kepustakaan. Adapun data dikumpulkan dengan
cara mengumpulkan dan mengutip data-data kualitatif dari berbagai sumber yang
mempunyai hubungan dengan tema kelalaian manusia dalam perspektif Al-qur‟an.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kelalaian manusia dalam al-Qur‟an dapat
diketahui melalui bentuk kata dasar ( غف apul itrareb sigolomite araces gnay )alafahgم
karena ingatan dan kecerdasan seseorang yang kurang baik. Kata lain yang seasal
dengan kata ( غب( halada )lifahgمف غف malad id utiay ,ilak amil tubesid gnay )halfahgةه
QS Maryam/19:39, QS al-Anbiya‟/21:1 dan 97, QS al-Qashas/28:15, serta QS Qaf
50/22. Dalam istilah psikologi lupa yang berkaitan daya ingat yang terlibat dalam
mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa lalu. Pada umumnya psikologi
menganggap bahwa peristiwa lupa merupakan segi negatif dan pada ingatan
(memoeri), sedangkan ingat merupakan segi positif dari ingatan seseorang. Sifat lupa
dapat didefinisikan sebagai kelemahan alamiah pada seseorang baik parsial ataupun
secara keseluruhan,permanen maupun tidak, untuk berbagai pengetahuan atau
keahlian tertentu. Kemudian bentuk-bentuk lalai yang terdapat di QS Al-a‟raf/7:205
yaitu lalai dalam shalat, lalai dalam qalam Allah dan lalai dalam berdzikir. Adapun
interpretasi ulama terhadap kelalaian manusia sebagaimana yang terdapat pada
QS.Al-a‟raf/7:205 diantaranya adalah sifat lalai merupakan sifat yang perlu
diwaspadai diri, terutama lalai mengingat Allah.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut
1. Gambaran umum kelalaian manusia terdapat pada kata ghaflah berasal dari Al-
qur‟an, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun term-term yang
terdapat pada kata ghaflah dalam Mu‟jam Al-mufahras li Alfas Al-qur‟an dengan
redaksi atau bentuk kata yang berbeda ditemukan 1 pola kata terdapat 12 ayat
dan surah 8. Dalam Al-Qur‟an kata ghaflah merupakan bentuk ismi fa’il dari
kata dasar ghafala yang disebut lima kali, yaitu didalam QS Maryam/19:39, QS
Al-anbiyyah /21:1, QS Al-qashas/28:15 dan QS Qaaf/50:22. Dalam istilah
psikologi lupa yang berkaitan dengan ingatan yang terlibat dalam mengenang
atau mengalami lagi pengalaman masa lalu. Pada umumnya psikologi
menganggap bahwa peristiwa lupa merupakan segi negatif pada ingatan,
sedangkan ingatan merupakan segi positif dari ingatan seseorang. Sifat lupa
dapat didefinisikan sebgai kelemhahan alamiah pada seseorang baik parsial
ataupun secara keseluruhan.
2. Bentuk-bentuk lalai yang disebutkan pada QS. Al-a‟raf/7:205 ini terdapat 3
macam, yaitu pertama, Lalai dalam shalat artinya manusia banyak menganggap
remeh shalat sedangkan shalat merupakan tiangnya agama islam. Kedua, lalai
dalam qalam Allah artinya kebanyakan manusia kurang memahami ayat-ayat
Allah dan isinya sehingga mereka tidak melaksankan perintah Allah swt. Ketiga,
lalai dalam berdzikir yang dimaksud dalam hal ini adalah manusia yang jarang
menyebut nama Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
3. Interpretasi ulama terhadap QS.Al-a‟raf/7:205. kelalaian manusia merupakan
watak asli manusia yang menyebabkan keimanan manusia berkurang. Kebiasaan
menyebut nama tuhan dengan khusyuk, sehingga keagungan dan kebesara-Nya
penuh dalam batinmu ketika mendengar Al-Qur‟an atau berdzikir dengan
merendahkan diri dan rasa takut, hendaklah dzikir dengan tidak mengeraskan
suara. Melakukan dzikir sebaiknya pada waktu pagi dan petang karna pada saat
pagi merupakan awal kegiatan manusia maka dari itu akan lebih baik jika
dimulai dengan dzikir menyebut nama Allah begitupun diwaktu petang yang
dimana berakhirya kegiatan manusia maka dianjurkan untuk menyebut nama
Allah setelah melakukan kegiatan yang cukup melelahkan. Yakni sepanjang
masa yang memungkinkan dan janganlah engkau termasuk kelompok orang-
orang yang lalai. Terkait kelalaian manusia dalam Al–Qur‟an banyak argument
atau pendapat para ulama tentang kelalaian. Seperti Abdur Rahman bin Zaid
berkata” yang dimaksud dengan perintah ini adalah perintah kepada orang yang
mendengarkan al-Qur‟an, ketika mendengarkannya, supaya mengingat Allah
dengan cara seperti itu”. Inbu Jarir berkata, “pendapat keduanya tidak dapat
diikuti, karna yang dimaksud adalah menganjurkan agar manusia banyak
berdzikir, Allah memuji para malaikat yang bertasbih pada waktu malam dan
siang dengan tidak merasa letih. Setelah memerintahkan mendengar bacaan al-
Qur‟an dari siapapun dan bacaan al-Qur‟an adalah salah satu Dzikir maka
sebaiknya kita mendengarnya mampu melakukanya sendiri, ayat ini melanjutkan
tuntutannya, yaitu dan sebutlah serta ingat dan lanjutkan kebiasaanmu menyebut
tuhanmu dengan mantap, sehingga keagungan dan kebesarany-Nya penuh dalam
batinmu ketika mendengar al-Qur‟an atau berdzikir dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan hendaklah dzikir tersebut dengan tidak mengeraskan suara.
Lakukanlah dzikir itu diwaktu pagi dan petang. Yakni sepanjang masa yang
memungkinkan dan janganlah engkau termasuk kelompok orang-orang yang
lalai. Sementara ulama memahami ayat ini sebagai membagi dzikir kepada dua
kategori, pertama dalam hati dan kedua tidak mengeraskan suara. Keduanya
diperintahkan oleh ayat ini, adapun dzikir yang keras, maka ini tidak disinggung,
bukan karna tidak dapat dinamai dzikir, tetapi kurang sesuai dengan tata krama
mengagungkan Allah swt. Dalam konteks ini Nabi Muhammad Saw. Menegur
sementara sahabat beliau yang berdzikir keras dimalam hari sambil bersabda:
„kalian tidak menyeru yang tidak adir atau yang tuli”. Redaksi semacam firman-
Nya “janganlah engkau termasuk kelompok orang-orang yang lalai” telah
beberapa kali disinggung dikandungan maknanya. Seseorang yang masuk
kelompok tertentu, menunjukan bahwa sifat, keahlian dan keterlibatannya dalam
kegiatan yang ditekuni kelompok tersebut amat mantap. Karna biasanya sesorang
tidak dimasukkan dalam satu kelompok kecuali telah memenuhi kriteria tertentu
dan setelah melakukan seleksi. Jika seseorang termasuk kelompok orang-orang
yang lalai, maka itu berarti kelalaianya telah mencapai tahapyang sangat jauh. Ini
berbeda dengan seseorang yang baru dinilai lalai. Penggunaan redaksi diatas
memberi toleransi kepada setiap orang bila mana dalam perjalanan hidupnya
terdapat kelalaian, selama kelalaianya tidak berlarut. Karna ini pula ayat diatas
berpesan agar memulai dan mengakhiri hari dengan mengingat Allah. Jangan
sampai lupa berdzikir kepadanya.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan oleh penulis, maka penulis
mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Kepada setiap penuntut ilmu dalam memahami makna atau arti dalam suatu
bacaan maka perlu namanya mencari rerferensi-refenresi terkait dengan tema
yang ingin dicari baik itu kitab-kitab, buku-buku atau informasi lainnya
2. Kepada para pembaca kitab-kitab tafsir atau hadis yang memiliki disiplin ilmu
di bidang tafsir ataupun di bidang ilmu hadis, sebelum mengkaji suatu kitab,
agar merujuk kepada sumber ilmu yang shahih, dengan mengedepankan
ketakwaan kepada Allah. .
3. Kepada pihak institusi pendidikan, dalam hal pengadaan agar lebih selektif
dalam memilih buku-buku dan kitab-kitab tafsir yang akan dijadikan sebagai
literatur untuk para pelajar/mahasiswa.
Penulis juga mengharapkan masukan atau kritikan yang sifatnya membangun
untuk lebih menyempurnakan penelitian yang akan dilaksanakan oleh calon peneliti
selanjutnya. Semoga pembahasan dalam penelitian ini bisa bermanfaat bagi pembaca
dan bisa dijadikan sebagai bahan penelitian bagi calon peneliti selanjutnya.
terhadap QS.Al-‘raf/7:205) . Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
kelalaian manusia dalam perspektif Al-Qur’an? Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui a) gambaran umum tentang kelalaian manusia b) bentuk-bentuk
kelalaian manusia dalam QS. Al-a‟raf/7:205) komentar ulama tentang kelalaian
manusia dalam QS. Al-A‟raf/7:205.
Dalam mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan beberapa pendekatan yaitu,
pendekatan ilmu tafsir dan pendekatan psikologi. Penelitian ini tergolong penelitian
kualitatif deskriptif atau penelitian kepustakaan. Adapun data dikumpulkan dengan
cara mengumpulkan dan mengutip data-data kualitatif dari berbagai sumber yang
mempunyai hubungan dengan tema kelalaian manusia dalam perspektif Al-qur‟an.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kelalaian manusia dalam al-Qur‟an dapat
diketahui melalui bentuk kata dasar ( غف apul itrareb sigolomite araces gnay )alafahgم
karena ingatan dan kecerdasan seseorang yang kurang baik. Kata lain yang seasal
dengan kata ( غب( halada )lifahgمف غف malad id utiay ,ilak amil tubesid gnay )halfahgةه
QS Maryam/19:39, QS al-Anbiya‟/21:1 dan 97, QS al-Qashas/28:15, serta QS Qaf
50/22. Dalam istilah psikologi lupa yang berkaitan daya ingat yang terlibat dalam
mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa lalu. Pada umumnya psikologi
menganggap bahwa peristiwa lupa merupakan segi negatif dan pada ingatan
(memoeri), sedangkan ingat merupakan segi positif dari ingatan seseorang. Sifat lupa
dapat didefinisikan sebagai kelemahan alamiah pada seseorang baik parsial ataupun
secara keseluruhan,permanen maupun tidak, untuk berbagai pengetahuan atau
keahlian tertentu. Kemudian bentuk-bentuk lalai yang terdapat di QS Al-a‟raf/7:205
yaitu lalai dalam shalat, lalai dalam qalam Allah dan lalai dalam berdzikir. Adapun
interpretasi ulama terhadap kelalaian manusia sebagaimana yang terdapat pada
QS.Al-a‟raf/7:205 diantaranya adalah sifat lalai merupakan sifat yang perlu
diwaspadai diri, terutama lalai mengingat Allah.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok masalah dan sub-sub masalah yang diteliti dalam tulisan
ini, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut
1. Gambaran umum kelalaian manusia terdapat pada kata ghaflah berasal dari Al-
qur‟an, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun term-term yang
terdapat pada kata ghaflah dalam Mu‟jam Al-mufahras li Alfas Al-qur‟an dengan
redaksi atau bentuk kata yang berbeda ditemukan 1 pola kata terdapat 12 ayat
dan surah 8. Dalam Al-Qur‟an kata ghaflah merupakan bentuk ismi fa’il dari
kata dasar ghafala yang disebut lima kali, yaitu didalam QS Maryam/19:39, QS
Al-anbiyyah /21:1, QS Al-qashas/28:15 dan QS Qaaf/50:22. Dalam istilah
psikologi lupa yang berkaitan dengan ingatan yang terlibat dalam mengenang
atau mengalami lagi pengalaman masa lalu. Pada umumnya psikologi
menganggap bahwa peristiwa lupa merupakan segi negatif pada ingatan,
sedangkan ingatan merupakan segi positif dari ingatan seseorang. Sifat lupa
dapat didefinisikan sebgai kelemhahan alamiah pada seseorang baik parsial
ataupun secara keseluruhan.
2. Bentuk-bentuk lalai yang disebutkan pada QS. Al-a‟raf/7:205 ini terdapat 3
macam, yaitu pertama, Lalai dalam shalat artinya manusia banyak menganggap
remeh shalat sedangkan shalat merupakan tiangnya agama islam. Kedua, lalai
dalam qalam Allah artinya kebanyakan manusia kurang memahami ayat-ayat
Allah dan isinya sehingga mereka tidak melaksankan perintah Allah swt. Ketiga,
lalai dalam berdzikir yang dimaksud dalam hal ini adalah manusia yang jarang
menyebut nama Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw.
3. Interpretasi ulama terhadap QS.Al-a‟raf/7:205. kelalaian manusia merupakan
watak asli manusia yang menyebabkan keimanan manusia berkurang. Kebiasaan
menyebut nama tuhan dengan khusyuk, sehingga keagungan dan kebesara-Nya
penuh dalam batinmu ketika mendengar Al-Qur‟an atau berdzikir dengan
merendahkan diri dan rasa takut, hendaklah dzikir dengan tidak mengeraskan
suara. Melakukan dzikir sebaiknya pada waktu pagi dan petang karna pada saat
pagi merupakan awal kegiatan manusia maka dari itu akan lebih baik jika
dimulai dengan dzikir menyebut nama Allah begitupun diwaktu petang yang
dimana berakhirya kegiatan manusia maka dianjurkan untuk menyebut nama
Allah setelah melakukan kegiatan yang cukup melelahkan. Yakni sepanjang
masa yang memungkinkan dan janganlah engkau termasuk kelompok orang-
orang yang lalai. Terkait kelalaian manusia dalam Al–Qur‟an banyak argument
atau pendapat para ulama tentang kelalaian. Seperti Abdur Rahman bin Zaid
berkata” yang dimaksud dengan perintah ini adalah perintah kepada orang yang
mendengarkan al-Qur‟an, ketika mendengarkannya, supaya mengingat Allah
dengan cara seperti itu”. Inbu Jarir berkata, “pendapat keduanya tidak dapat
diikuti, karna yang dimaksud adalah menganjurkan agar manusia banyak
berdzikir, Allah memuji para malaikat yang bertasbih pada waktu malam dan
siang dengan tidak merasa letih. Setelah memerintahkan mendengar bacaan al-
Qur‟an dari siapapun dan bacaan al-Qur‟an adalah salah satu Dzikir maka
sebaiknya kita mendengarnya mampu melakukanya sendiri, ayat ini melanjutkan
tuntutannya, yaitu dan sebutlah serta ingat dan lanjutkan kebiasaanmu menyebut
tuhanmu dengan mantap, sehingga keagungan dan kebesarany-Nya penuh dalam
batinmu ketika mendengar al-Qur‟an atau berdzikir dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan hendaklah dzikir tersebut dengan tidak mengeraskan suara.
Lakukanlah dzikir itu diwaktu pagi dan petang. Yakni sepanjang masa yang
memungkinkan dan janganlah engkau termasuk kelompok orang-orang yang
lalai. Sementara ulama memahami ayat ini sebagai membagi dzikir kepada dua
kategori, pertama dalam hati dan kedua tidak mengeraskan suara. Keduanya
diperintahkan oleh ayat ini, adapun dzikir yang keras, maka ini tidak disinggung,
bukan karna tidak dapat dinamai dzikir, tetapi kurang sesuai dengan tata krama
mengagungkan Allah swt. Dalam konteks ini Nabi Muhammad Saw. Menegur
sementara sahabat beliau yang berdzikir keras dimalam hari sambil bersabda:
„kalian tidak menyeru yang tidak adir atau yang tuli”. Redaksi semacam firman-
Nya “janganlah engkau termasuk kelompok orang-orang yang lalai” telah
beberapa kali disinggung dikandungan maknanya. Seseorang yang masuk
kelompok tertentu, menunjukan bahwa sifat, keahlian dan keterlibatannya dalam
kegiatan yang ditekuni kelompok tersebut amat mantap. Karna biasanya sesorang
tidak dimasukkan dalam satu kelompok kecuali telah memenuhi kriteria tertentu
dan setelah melakukan seleksi. Jika seseorang termasuk kelompok orang-orang
yang lalai, maka itu berarti kelalaianya telah mencapai tahapyang sangat jauh. Ini
berbeda dengan seseorang yang baru dinilai lalai. Penggunaan redaksi diatas
memberi toleransi kepada setiap orang bila mana dalam perjalanan hidupnya
terdapat kelalaian, selama kelalaianya tidak berlarut. Karna ini pula ayat diatas
berpesan agar memulai dan mengakhiri hari dengan mengingat Allah. Jangan
sampai lupa berdzikir kepadanya.
B. Implikasi
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan oleh penulis, maka penulis
mengimplikasikan sebagai berikut:
1. Kepada setiap penuntut ilmu dalam memahami makna atau arti dalam suatu
bacaan maka perlu namanya mencari rerferensi-refenresi terkait dengan tema
yang ingin dicari baik itu kitab-kitab, buku-buku atau informasi lainnya
2. Kepada para pembaca kitab-kitab tafsir atau hadis yang memiliki disiplin ilmu
di bidang tafsir ataupun di bidang ilmu hadis, sebelum mengkaji suatu kitab,
agar merujuk kepada sumber ilmu yang shahih, dengan mengedepankan
ketakwaan kepada Allah. .
3. Kepada pihak institusi pendidikan, dalam hal pengadaan agar lebih selektif
dalam memilih buku-buku dan kitab-kitab tafsir yang akan dijadikan sebagai
literatur untuk para pelajar/mahasiswa.
Penulis juga mengharapkan masukan atau kritikan yang sifatnya membangun
untuk lebih menyempurnakan penelitian yang akan dilaksanakan oleh calon peneliti
selanjutnya. Semoga pembahasan dalam penelitian ini bisa bermanfaat bagi pembaca
dan bisa dijadikan sebagai bahan penelitian bagi calon peneliti selanjutnya.
Ketersediaan
| SFUD20220062 | 62/2022 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
-
Penerbit
IAIN BONE : Watamapone., 2022
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi FUD
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
