Eksisitensi Asas Rekroaktif Dalam Peradilan HAM Berat di Indonesia
Ismail/01.16.4064 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Eksistensi Asas Retroaktif dalam Peradilan
HAM Berat di Indonesia, dengan pokok masalah sebagai berikut 1) Bagaimana
penerapan asas retroaktif dalam peradilan HAM berat di Indonesia, dan 2) Bagaimana
pertentangan asas retroaktif dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan penelitian hukum normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan analisis. Data diperoleh melalaui studi
kepustakaan dan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan asas retroaktif dalam
peradilan HAM berat di Indonesia belum berjalan secara maksimal. Dari 15 kasus
pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Indonesia, hanya 3 kasus yang berhasil
ditangani dalam Pengadilan HAM, yakni kasus Timor Timur, Tanjung Priok dan
Abepura. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki
keseriusan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Alasan lain
terhadap penerapan asas retroaktif ini adalah adanya alasan politik praktis yang lebih
tinggi dibanding alasan untuk menghukum kejahatan luar biasa di masa lalu, alasan
politik praktis pemberlakuan asas retroaktif terhadap pelanggar HAM berat di masa
lalu adalah upaya untuk menghindari penerapan asas komplementaris dalam
ketentuan ICC. Adapun pertentangan penerapan asas retroaktif dalam sistem hukum
di Indonesia masih menjadi problematika, hal ini terlihat pada kedua putusan MK.
Pada Putusan No. 013/PUU-I/2003 yang menyatakan Perpu No. 2 Tahun 2002/UU
No. 16 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan pada putusan No.
065/PUU-II/2004 yang dalam putusannya menolak permohonan pemohon yang
menganggap bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM bertentangan UUD NRI
1945. Dari kedua putusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih
tertati-tatih dalam memberikan kejelasan terhadap keberlakukan asas retroaktif di
dalam sistem hukum Indonesia.
A. Simpulan
1. Bahwa Pemerintah Indonesia telah menerapkan asas retroaktif dalam
peradilan HAM, namun dalam penerapan tersebut belum berjalan secara
maksimal. Dari 15 kasus pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di
Indonesia, hanya 3 kasus yang berhasil ditangani dalam Pengadilan HAM,
yakni kasus Timor Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa Pemerintah Indonesia masih belum serius untuk
menangani kasus pelanggaran HAM berat. Alasan lain terhadap penerapan
asas retroaktif ini adalah adanya alasan politik praktis yang lebih tinggi
dibanding alasan untuk menghukum kejahatan luar biasa di masa lalu, alasan
politik praktis pemberlakuan asas retroaktif terhadap pelanggar HAM berat
di masa lalu adalah upaya untuk menghindari penerapan asas
komplementaris dalam ketentuan ICC.
2. Bahwa pertentangan penerapan asas retroaktif dalam sistem hukum di
Indonesia masih menjadi problematika, hal ini terlihat pada kedua putusan
MK. Pada Putusan No. 013/PUU-I/2003 yang menyatakan Perpu No. 2
Tahun 2002/UU No. 16 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI 1945
dan pada putusan No. 065/PUU-II/2004 yang dalam putusannya menolak
permohonan pemohon yang menganggap bahwa Pasal 43 ayat (1) UU
Pengadilan HAM bertentangan UUD NRI 1945. Dari kedua putusan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih tertati-tatih dalam
memberikan kejelasan terhadap keberlakukan asas retroaktif di dalam sistem
hukum Indonesia.
B. Saran
1. Bahwa kedepannya Pemerintah Indonesia harus lebih berfokus untuk
menerapkan asas retroaktif dalam peradilan HAM berat di Indonesia guna
untuk mengentaskan pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa lalu untuk
memberikan kepastian hukum bagi penegakan hukum di Indonesia.
2. Bahwa Pemerintah Indonesia haruslah menyelesaikan permasalahan
pertentangan penerapan asas retroaktif di Indonesia dna memberikan
kepastian pada pengaplikasian asas retroaktif di peradilam HAM berat.
HAM Berat di Indonesia, dengan pokok masalah sebagai berikut 1) Bagaimana
penerapan asas retroaktif dalam peradilan HAM berat di Indonesia, dan 2) Bagaimana
pertentangan asas retroaktif dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan penelitian hukum normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan analisis. Data diperoleh melalaui studi
kepustakaan dan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan asas retroaktif dalam
peradilan HAM berat di Indonesia belum berjalan secara maksimal. Dari 15 kasus
pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Indonesia, hanya 3 kasus yang berhasil
ditangani dalam Pengadilan HAM, yakni kasus Timor Timur, Tanjung Priok dan
Abepura. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki
keseriusan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Alasan lain
terhadap penerapan asas retroaktif ini adalah adanya alasan politik praktis yang lebih
tinggi dibanding alasan untuk menghukum kejahatan luar biasa di masa lalu, alasan
politik praktis pemberlakuan asas retroaktif terhadap pelanggar HAM berat di masa
lalu adalah upaya untuk menghindari penerapan asas komplementaris dalam
ketentuan ICC. Adapun pertentangan penerapan asas retroaktif dalam sistem hukum
di Indonesia masih menjadi problematika, hal ini terlihat pada kedua putusan MK.
Pada Putusan No. 013/PUU-I/2003 yang menyatakan Perpu No. 2 Tahun 2002/UU
No. 16 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan pada putusan No.
065/PUU-II/2004 yang dalam putusannya menolak permohonan pemohon yang
menganggap bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM bertentangan UUD NRI
1945. Dari kedua putusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih
tertati-tatih dalam memberikan kejelasan terhadap keberlakukan asas retroaktif di
dalam sistem hukum Indonesia.
A. Simpulan
1. Bahwa Pemerintah Indonesia telah menerapkan asas retroaktif dalam
peradilan HAM, namun dalam penerapan tersebut belum berjalan secara
maksimal. Dari 15 kasus pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di
Indonesia, hanya 3 kasus yang berhasil ditangani dalam Pengadilan HAM,
yakni kasus Timor Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa Pemerintah Indonesia masih belum serius untuk
menangani kasus pelanggaran HAM berat. Alasan lain terhadap penerapan
asas retroaktif ini adalah adanya alasan politik praktis yang lebih tinggi
dibanding alasan untuk menghukum kejahatan luar biasa di masa lalu, alasan
politik praktis pemberlakuan asas retroaktif terhadap pelanggar HAM berat
di masa lalu adalah upaya untuk menghindari penerapan asas
komplementaris dalam ketentuan ICC.
2. Bahwa pertentangan penerapan asas retroaktif dalam sistem hukum di
Indonesia masih menjadi problematika, hal ini terlihat pada kedua putusan
MK. Pada Putusan No. 013/PUU-I/2003 yang menyatakan Perpu No. 2
Tahun 2002/UU No. 16 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI 1945
dan pada putusan No. 065/PUU-II/2004 yang dalam putusannya menolak
permohonan pemohon yang menganggap bahwa Pasal 43 ayat (1) UU
Pengadilan HAM bertentangan UUD NRI 1945. Dari kedua putusan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih tertati-tatih dalam
memberikan kejelasan terhadap keberlakukan asas retroaktif di dalam sistem
hukum Indonesia.
B. Saran
1. Bahwa kedepannya Pemerintah Indonesia harus lebih berfokus untuk
menerapkan asas retroaktif dalam peradilan HAM berat di Indonesia guna
untuk mengentaskan pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa lalu untuk
memberikan kepastian hukum bagi penegakan hukum di Indonesia.
2. Bahwa Pemerintah Indonesia haruslah menyelesaikan permasalahan
pertentangan penerapan asas retroaktif di Indonesia dna memberikan
kepastian pada pengaplikasian asas retroaktif di peradilam HAM berat.
Ketersediaan
| SSYA20230129 | 129/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
129/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
