Penerapan Justice Collaborator Pada Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam
Sunarti/ 7423520202015 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Penerapan Justice Collaborator Pada Tindak
Pidana Korupsi Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui penerapan justice collaborator serta perbedaan, persamaan
penerapan dalam tindak pidana korupsi menurut hukum positif dan hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau
penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka dan atau data sekunder. Data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari pihak lain, yakni tidak langsung diperoleh oleh peneliti
dari subjek penelitianya. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji
kemudian ditarik suatu kesimpulan dari masalah yang diteliti.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengaturan justice
collaborator dalam tindak pidana korupsi menurut hukum positif tersebar dalam
beberapa dokumen Internasional dan Nasional yang mengatur mengenai justice
collaborator namun, masih tetap ditemukan kelemahan pelaksanaanya.
Sedangkan dalam hukum Islam justice collaborator dipersamakan dengan saksi
pada umumnya, penggunaan justice collaborator dalam tindak pidana korupsi
dimaksudkan agar dapat mewujudkan kemashalatan, justice collaborator dengan
pelaku kasus korupsi untuk mengembalikan uang negara, agar bisa dipergunakan
untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Antara hukum positif dan hukum
Islam memiliki persamaan pentingnya perlindungan bagi saksi pelaku, hal ini
dasarkan atas sulitnya mengungkapkan tindak pidana korupsi yang tergolong
extra ordinary crime atau kejahatan yang luar biasa, menempatkan justice
collaborator sebagai saksi yang bisa dimintai keteranganya diluar sidang
peradilan, sehingga para penyidik bisa lebih leluasa memperoleh keterangan dan
informasi untuk membongkar pelaku lain dalam kasus tindak pidana korupsi yang
melibatkan dirinya sendiri.
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaturan perlindungan hukum bagi seorang saksi pelaku yang bekerjasama
(justice collaborator) merupakan tanggung jawab dari lembaga perlindungan
saksi dan korban. Penerapan perlindungan justice collaborator dalam tindak
pidana korupsi secara eksplisit hanya di atur dalam Undang-Undang No. 31
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Meskipun norma justice
collaborator telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2014, namun
masih tetap ditemukan kelemahan dalam pelaksanaannya contohnya dalam
hal surat rekomendasi yang diterbitkan oleh lembaga perlindungan saksi dan
korban terhadap pengadilan belum tentu bisa dijadikan dasar untuk
meringankan hukuman seorang justice collaborator, sepanjang norma tentang
justice collaborator tidak melekat dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, maka masih ditemukan kendala prosedural formal. KUHAP
merupakan norma hukum pidana formil, yang meletakan dasar-dasar yang
kokoh dalam criminal justice system. Lembaga perlindungan saksi dan korban
tidak ditempatkan dalam sistem tersebut, sehingga keberadaan institusi
tersebut belum begitu dipertimbangkan oleh lembaga-lembaga penegak
hukum yang ada. Sedangkan dalam tinjuan fiqh jinayah keberadaan saksi
dalam alat bukti suatu jarimah sangat penting. Hal ini merujuk pada Al-Qur’an
secara eksplisit mewajibkan adanya keberadaan saksi. Justice Collaborator
atau saksi pelaku yang bekerja sama pada dasarnya keberadaanya sama seperti
peranan saksi pada umumnya yaitu, memberikan keterangan dalam proses
peradilan untuk mencari kebenaran. Melihat pentingnya saksi dalam
memutuskan sebuah perkara maka pemberian perlindungan saksi juga harus
diperhatikan, penerapan perlindungan saksi dalam hukum Islam sejalan
dengan tujuan dasar hukum islam (maqasid syariah), pemberian jaminan
perlindungan terhadap keselamatan jiwa merupakan tujuan dasar hukum islam,
sehingga wajib bagi justice collaborator untuk memperoleh perlindungan
hukum dari pemeritah sebagimana sejalan dengan prinsip maqasid syariah
yaitu aspek dharuriyat dan sesuai dengan hifdz al-Maal dalam hal menjaga
harta, saksi pelaku mengembalikan aset negara maka dapat digunakan untuk
kemashalatan dan kesejahteraan rakyat. Kemudian dalam hal perbedaan
perlindungan hukum terhadap Justice Collaborator dalam hukum positif dan
hukum Islam, terletak pada lembaga yang memberikan perlindungan, jika
dalam hukum positif lembaga yang memberikan perlindungan bagi saksi
pelaku (Justice Collaborator) menjadi kewenangan Lembaga Perlindungan
Saksi Dan Korban, sedangkan dalam hukum Islam menjadi kewenangan al-
hisbah yang proses perlindunganya secara hukum ta’zir (kewenangan para
pemimpin yang memiliki kewenangan). Kemudian konsep perlindungan saksi
antara hukum positif dan hukum Islam memiliki persamaan yaitu sama-sama
melindung saksi sebagai upaya pemenuhan rasa aman kepada ssaksi
sehingga terlepas dari ancaman orang lain baik ancaman terhadap diri sendiri,
maupun ancaman terhadap keluarga.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Di harapkan mampu untuk meningkatkan kolaborasi antara bagian-bagian
Sistem Peradilan Pidana Terpadu agar semakin baik dalam pemberantasan
korupsi khusunya dalam keterlibatan saksi pelaku atau justice collaborator.
Sejalan dengan pendapat Surya Jaya, Hakim Agung Republik Indonesia,
berpendapat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, meluas, dan
sistemik yang tidak dapat diberantas secara parsial atau sektoral. Sebaliknya,
pemberantasan korupsi harus dilakukan secara terintegrasi dalam suatu sistem
peradilan melalui kerjasama yang kuat, harmonis, dan sinergis.
2. Walaupun hingga saat ini pengaturan justice collaborator belum diatur secara
rinci tetapi penegaka hukum yang menangani kasus tindak pidana korupsi
mungkin lebih memperhatikan dan melindungi justice collaborator sehingga
keberadaan mereka dapat membantu peradilan pidana mengungkap tindak
pidana dan pelaku utama lainnya.
Pidana Korupsi Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui penerapan justice collaborator serta perbedaan, persamaan
penerapan dalam tindak pidana korupsi menurut hukum positif dan hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau
penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka dan atau data sekunder. Data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari pihak lain, yakni tidak langsung diperoleh oleh peneliti
dari subjek penelitianya. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji
kemudian ditarik suatu kesimpulan dari masalah yang diteliti.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengaturan justice
collaborator dalam tindak pidana korupsi menurut hukum positif tersebar dalam
beberapa dokumen Internasional dan Nasional yang mengatur mengenai justice
collaborator namun, masih tetap ditemukan kelemahan pelaksanaanya.
Sedangkan dalam hukum Islam justice collaborator dipersamakan dengan saksi
pada umumnya, penggunaan justice collaborator dalam tindak pidana korupsi
dimaksudkan agar dapat mewujudkan kemashalatan, justice collaborator dengan
pelaku kasus korupsi untuk mengembalikan uang negara, agar bisa dipergunakan
untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Antara hukum positif dan hukum
Islam memiliki persamaan pentingnya perlindungan bagi saksi pelaku, hal ini
dasarkan atas sulitnya mengungkapkan tindak pidana korupsi yang tergolong
extra ordinary crime atau kejahatan yang luar biasa, menempatkan justice
collaborator sebagai saksi yang bisa dimintai keteranganya diluar sidang
peradilan, sehingga para penyidik bisa lebih leluasa memperoleh keterangan dan
informasi untuk membongkar pelaku lain dalam kasus tindak pidana korupsi yang
melibatkan dirinya sendiri.
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaturan perlindungan hukum bagi seorang saksi pelaku yang bekerjasama
(justice collaborator) merupakan tanggung jawab dari lembaga perlindungan
saksi dan korban. Penerapan perlindungan justice collaborator dalam tindak
pidana korupsi secara eksplisit hanya di atur dalam Undang-Undang No. 31
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Meskipun norma justice
collaborator telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2014, namun
masih tetap ditemukan kelemahan dalam pelaksanaannya contohnya dalam
hal surat rekomendasi yang diterbitkan oleh lembaga perlindungan saksi dan
korban terhadap pengadilan belum tentu bisa dijadikan dasar untuk
meringankan hukuman seorang justice collaborator, sepanjang norma tentang
justice collaborator tidak melekat dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, maka masih ditemukan kendala prosedural formal. KUHAP
merupakan norma hukum pidana formil, yang meletakan dasar-dasar yang
kokoh dalam criminal justice system. Lembaga perlindungan saksi dan korban
tidak ditempatkan dalam sistem tersebut, sehingga keberadaan institusi
tersebut belum begitu dipertimbangkan oleh lembaga-lembaga penegak
hukum yang ada. Sedangkan dalam tinjuan fiqh jinayah keberadaan saksi
dalam alat bukti suatu jarimah sangat penting. Hal ini merujuk pada Al-Qur’an
secara eksplisit mewajibkan adanya keberadaan saksi. Justice Collaborator
atau saksi pelaku yang bekerja sama pada dasarnya keberadaanya sama seperti
peranan saksi pada umumnya yaitu, memberikan keterangan dalam proses
peradilan untuk mencari kebenaran. Melihat pentingnya saksi dalam
memutuskan sebuah perkara maka pemberian perlindungan saksi juga harus
diperhatikan, penerapan perlindungan saksi dalam hukum Islam sejalan
dengan tujuan dasar hukum islam (maqasid syariah), pemberian jaminan
perlindungan terhadap keselamatan jiwa merupakan tujuan dasar hukum islam,
sehingga wajib bagi justice collaborator untuk memperoleh perlindungan
hukum dari pemeritah sebagimana sejalan dengan prinsip maqasid syariah
yaitu aspek dharuriyat dan sesuai dengan hifdz al-Maal dalam hal menjaga
harta, saksi pelaku mengembalikan aset negara maka dapat digunakan untuk
kemashalatan dan kesejahteraan rakyat. Kemudian dalam hal perbedaan
perlindungan hukum terhadap Justice Collaborator dalam hukum positif dan
hukum Islam, terletak pada lembaga yang memberikan perlindungan, jika
dalam hukum positif lembaga yang memberikan perlindungan bagi saksi
pelaku (Justice Collaborator) menjadi kewenangan Lembaga Perlindungan
Saksi Dan Korban, sedangkan dalam hukum Islam menjadi kewenangan al-
hisbah yang proses perlindunganya secara hukum ta’zir (kewenangan para
pemimpin yang memiliki kewenangan). Kemudian konsep perlindungan saksi
antara hukum positif dan hukum Islam memiliki persamaan yaitu sama-sama
melindung saksi sebagai upaya pemenuhan rasa aman kepada ssaksi
sehingga terlepas dari ancaman orang lain baik ancaman terhadap diri sendiri,
maupun ancaman terhadap keluarga.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Di harapkan mampu untuk meningkatkan kolaborasi antara bagian-bagian
Sistem Peradilan Pidana Terpadu agar semakin baik dalam pemberantasan
korupsi khusunya dalam keterlibatan saksi pelaku atau justice collaborator.
Sejalan dengan pendapat Surya Jaya, Hakim Agung Republik Indonesia,
berpendapat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, meluas, dan
sistemik yang tidak dapat diberantas secara parsial atau sektoral. Sebaliknya,
pemberantasan korupsi harus dilakukan secara terintegrasi dalam suatu sistem
peradilan melalui kerjasama yang kuat, harmonis, dan sinergis.
2. Walaupun hingga saat ini pengaturan justice collaborator belum diatur secara
rinci tetapi penegaka hukum yang menangani kasus tindak pidana korupsi
mungkin lebih memperhatikan dan melindungi justice collaborator sehingga
keberadaan mereka dapat membantu peradilan pidana mengungkap tindak
pidana dan pelaku utama lainnya.
Ketersediaan
| SSYA20240071 | 71/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
71/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
