Analisis Yuridis Pemulihan Status Anggota Komisi Pemilihan Umum (Studi Kasus Putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT)

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai Analisis Yuridis Pemulihan Status Anggota
Komisi Pemilihan Umum (Studi Kasus Putusan PTUN Nomor
82/G/2020/PTUN.JKT). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana dasar
pertimbangan hakim dalam menetapkan Putusan PTUN Nomor
82/G/2020/PTUN.JKT tentang Pemulihan Status Anggota KPU dan bagaimana
perpektif undang-undang apabila DKPP keliru memutus perkara. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan PTUN
Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT tentang Pemulihan Status Anggota KPU serta
perpektif undang-undang apabila DKPP keliru memutus perkara dalam persidangan.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), sumber
datanya diperoleh menggunakan penelusuran literatur, buku-buku, bahan hukum,
maupun penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan objek pembahasan.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif deskriptif dan
pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan pertama yaitu gugatan terhadap Putusan
Presiden Nomor 34/P. Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat
Anggota KPU Masa Jabatan 2017 – 2022 dalam sengketa gugatan di PTUN Jakarta
Nomor registrasi 82/G/2020/PTUN.JKT tentang Pemulihan Status Anggota KPU
terbukti terdapat kekeliruan mengenai waktu pemanggilan teradu, pelaksanaan rapat
pleno, dan jumlah hakim DKPP yang harus hadir dalam rapat pleno putusan.
Sehingga Putusan Presiden Nomor 34/P. Tahun 2020 yang merupakan tindak lanjut
dari Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tentang Dugaan Pelanggaran
Kode Etik Penyelenggara Pemilu dinyatakan cacat yuridis. Putusan Presiden Nomor
34/P. Tahun 2020 dinyatakan dicabut dan Ida Novida Manik Ginting kembali sebagai
anggota KPU. Kedua, tidak ada regulasi dari undang-undang tentang pemilihan
umum atau peraturan DKPP yang mengatur mengenai pemberian sanksi terhadap
hakim DKPP apabila keliru memutus perkara. Akan tetapi, karena DKPP tergolong
dalam pengadilan ad hoc maka ada tingkat dan jenis sanksi yang berlaku, yaitu
teguran tertulis, nonpalu paling lama enam bulan, dan pemberhentian dengan hormat
atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim. Hingga saat ini, belum ada anggota
DKPP yang dihukum karena keliru dalam memutuskan suatu perkara.
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan:
1. Dasar Pertimbangan Hakim PTUN dalam Putusan PTUN Nomor
82/G/2020/PTUN.JKT yaitu pertimbangan mengenai mekanisme atau tata cara
pemberhentian anggota KPU dalam Pasal 38 dan Pasal 458 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 serta dasar hukum DKPP yakni Peraturan DKPP Nomor
3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Undang-undang dan Peraturan DKPP sudah menjelaskan ketentuan-ketentuan
yang digunakan selama proses persidangan di DKPP, akan tetapi dalam
praktiknya DKPP melanggar peraturan-peraturan tersebut mulai dari proses
pemanggilan, tidak memberikan kesempatan kepada penggugat untuk membela
dirinya secara langsung dipersidangan dan rapat pleno yang hanya dihadiri oleh
empat hakim DKPP. Persidangan yang tidak sesuai dengan prosedur
perundang-undangan dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik mengakibatkan putusan yang dikeluarkan mengalami cacat yuridis.
2. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung
apabila DKPP keliru dalam memutuskan suatu perkara. Akan tetapi, karena
DKPP tergolong dalam pengadilan ad hoc maka ada tingkat dan jenis sanksi
yang berlaku, yaitu teguran tertulis, nonpalu paling lama enam bulan, dan
pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim.
Hingga saat ini belum ada hakim DKPP yang diberikan sanksi akibat keliru
dalam memutus suatu perkara.
B. Saran
Adapun saran dari penelitian ini, yaitu:
1. DKPP harus melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya sesuai dengan
hukum yang berlaku. DKPP harus konsisten menjalankan hukum acaranya agar
menjaga kualitas putusan DKPP. Apabila seringkali terbukti cacat yuridis
dalam putusan DKPP maka akan mengurangi kepercayaan penyelenggara
pemilu maupun masyarakat terhadap putusan-putusan yang dikeluarkannya.
2. Hakim DKPP harus lebih berhati-hati dalam memeriksa, memverifikasi, dan
memutus aduan agar tidak merugikan orang lain. Hakim DKPP memang
memiliki kebebasan untuk berkehendak bebas namun hal itu harus dijadikan
pegangan dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Hakim DKPP harus
menyadari bahwa pertanggungjawaban dari mengeluarkan suatu putusan bukan
hanya di dunia saja, melainkan juga ada risiko pertanggungjawaban di akhirat.
Maka dari itu, hakim DKPP harus berusaha untuk menetapkan putusan yang
seadil-adilnya.
Ketersediaan
SSYA20240158.158/Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

158/2024

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top