Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

No image available for this title
Skripsi ini membahas mengenai Implikasi Perpanjangan Masa Jabatan
Pimpinan KPK (Telaah Yuridis Terhadap Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan Mahkamah
Konstitusi terhadap perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dalam putusan MK
Nomor 112/PUU-XX/2022 dan Implikasi perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK
dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kewenangan Mahkamah Konstitusi serta Implikasi terhadap perpanjangan
masa jabatan pimpinan KPK dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022.
Jenis penelitian pada skripsi ini merupakan penelitian pustaka (Library
research) atau disebut juga sebagai penelitian hukum normatif (legal research) dengan
menggunakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber bahan hukum yang berupa
suatu peraturan perundang-undangan, keputusan atau ketetapan pengadilan, teori
hukum dan pandangan para sarjana.
Hasil penelitian ini menunjukana bahwa Mahkamah Konstititusi memiliki
kewenangan mengabulkan permohonan pemohon tepatnya pada Pasal 29 huruf (e)
karena pemohon memiliki kedudukan hukum dan pokok permohonan pemohonan
beralaskan hukum serta penambahan frasa”berpengalaman sebagai pimpinan KPK”
untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum yang adil, sedangkan pada pasal
34 seharusnya Mahkamah Konstitusi menolak petitum ketiga pemohon karena tidak
beralaskan hukum dan juga merupakan kewenangan lembaga pembentuk undang-
undang untuk merubah norma pasal tersebut. Adapun, Implikasi putusan ini mengikat
seluruh warga negara Indonesia, masa jabatan pimpinan KPK juga berdampak pada
masa jabatan Dewan Pengawas KPK, dan dapat menimbulkan permohonan lembaga
independen untuk mengajukan perkara yang sama serta presiden harus mengeluarkan
Keputusan Presiden (Keppres) untuk memperpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.
A. Simpulan
Berdasarkan analisis penulis, maka penulis menyimpulkan:
1. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam Pengujian Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, khususnya pada Pasal 29 huruf e dalam Putusan Nomor
112/PUU-XX/2022 berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945 juncto Pasal 10
Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Juncto Pasal
29 Ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta juga
Pemohon memiliki kedudukan hukum(legal standing) untuk mengajukan
permohonan dan pokok permohonan beralaskan menurut hukum sehingga
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan terhadap perkara tersebut.
Dalam hal kaitanya dengan Mahkamah Konstitusi bukan hanya sebagai
negatif legislator yaitu menyatakan suatu norma undang-undang
bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, akan tetapi dapat berkembang dengan memberikan penafsiran
suatu norma yang diuji agar memenuhi syarat konstitusionalitas sehingga
tidak terhindarkan Mahkamah Konstitusi membuat norma baru atau Positif
legislator. Walaupun open legal policy merupakan kewenangan pembentuk
undang-undang, namun dapat dikesampingkan apabila bertentangan dengan
moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang intolerable
selain itu, akan menjadi permasalahan konstitusionalitas jika menimbulkan
problematika kelembagaan (tidak dapat dilaksanakan dan menyebabkan
kebuntuan hukum/dead lock), menghambat pelaksaan kinerja lembaga
negara, dan menimbulkan kerugian konstitusionalitas warga negara.
Mahkamah Konstitusi dapat melakukan peran sebagai positif legislator untuk
mengisi kekosongan hukum atau kepentingan umum dan memperhatikan
aspek kepentingan umum dan keadilan sosial. Sedangkan, pada pasal 34
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Mahkamah Kosntitusi tidak memiliki kewenangan
untuk mengabulkan dan seharusnya Mahkamah Konstitusi menolak petitum
ketiga pemohon karena argumentasi pemohon tidak beralaskan hukum serta
perubahan norma pasal tersebut merupakan kewenangan open legal policy
bagi lembaga pembentuk undang-undang untuk menentukannya.
2. Implikasi atau dampak hukum pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
112/PUU-XX/2022 terhadap perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK
yakni Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi menimbulkan akibat hukum
yang ditimbulkan tidak hanya mengikat pihak yang berperkara, akan tetapi
mengikat seluruh warga negara, Kedua, Perioderisasi Perpanjangan masa
jabatan Pimpinan KPK yang berubah menjadi 5 (lima) tahun, ternyata juga
berdampak pada masa jabatan Dewan Pengawas, maka dari itu, periode masa
jabatan Dewan Pengawasyang semula 4 (empat) tahun sebagaimana diatur
pada Pasal 37A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, harus sama dengan masa jabatan
Pimpinan KPK, yaitu 5 (lima) tahun, dan Ketiga, Perpanjangan masa jabatan
Pimpinan KPK pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU
XX/2022, dikhawatirkan dapat menjadi pemantik permohonan lain di
kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan lembaga
atau komisi negara. Sehingga, dalam kondisi demikian, Mahkamah
Konstitusi akan masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan
pembentuk undang-undang untuk menentukannya, serta Keempat, Dampak
lain yang muncul karena adanya putusan perpanjangan masa jabatan
pimpinan tersebut adalah Presiden harus mengeluarkan Keputusan Presiden
(Keppres) untuk memperpanjanga masa jabatan Pimpinan KPK dan
mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 112/P Tahun 2019 tentang
Pemberhentian dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Keputusan Presiden Nomor 140/P Tahun 2019
tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan 2019-2023.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penulis
memberikan saran yang yaitu:
1. Dalam Menangani perkara Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi
seharusnya menuliskan ketentuan yang pasti mengenai ketidakadilan yang
intolerable yang dimaksud, hal ini menjadi penting sebab publik dan
pembentuk Undang-Undang khususnya dapat membedakan dengan pasti
mana Open Legal Policy yang merupakan kewenangan pembentuk Undang-
Undang, dan mana Open Legal Policy yang berkaitan dengan kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam hal ketidakadilan yang intolerable, frasa
“ketidakadilan yang intolerable” ini benar-benar membingungkan.
Harusnya, agar bisa menjamin kepasian hukum, disebutkan ukuran-ukuran
konkret suatu norma Undang-Undang tidak adil dalam makna ditoleransi dan
tidak adil dalam makna tidak ditoleransi (intolerable) ambiguitas semacam
ini seharusnya tidak terjadi dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang
bersifat final and binding.
2. Dalam hal kewenangan Mahkamah Konstitusi perlu diberikan batasan-
batasan dalam setiap peraturan perundang-undang terkait dengan
kewenangan dalam hal putusan yang bersifat positive legislature dan batasan
kewenangan bersifat positive legislature sehingga memiliki dasar kuat setiap
model putusan Mahkamah Konstitunya.
3. Agar pembentukan Undang-Undang pada setiap undang-undang yang akan
disahkan atau diberlakukan harus dipelajari secara cermat dan komprehensif
dengan mempertimbangkan semua komponen yang terlibat di dalamnya serta
tidak lepas dari prinsip konstitusional yang berlaku sehingga tidak akan
merugikan hak-hak warga negara
4. Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor
112/PUU-XX/2022 ini perlu diperhatikan terkait dengan asas non retroaktif
(tidak berlaku surut), keberlakuan suatu Putusan Mahkamah Konstitusi atas
perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK seharusnya diberlakukan bagi
Pimpinan KPK pada periode 2024-2029 bukan pada periode 2019-2013,
sehingga putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang
perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK tersebut seharusnya diberlakukan
untuk Pimpinan KPK yang akan dating agar tidak melanggar asas non
retroaktif.
Ketersediaan
SSYA20240128128/2024Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

128/2024

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top