Analisis Hukum Terhadap Penentuan Dapil Dalam Sistem Pemilu di Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022)
Shofiyyah Nurillah/742352020129 - Personal Name
Skripsi ini membahas mengenai Analisis Hukum Terhadap Penentuan Dapil
Dalam Sistem Pemilu Di Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022). Pokok permasalahannya adalah bagaimana implikasi hukum
penentuan Dapil terhadap sistem pemilu di Indonesia sebelum dan sesudah terbitnya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 serta pola pengaturan
penentuan Dapil oleh Komisi Pemilihan Umum berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas dan
menganalisis penentuan Dapil Dalam Sistem Pemilu Di Indonesia berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research), yang
menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data dalam Penelitian ini diperoleh
melalui berbagai sumber artikel, skirpsi, buku, Undang-Undang, putusan Mahkamah
Konstitusi dan bahan bacaan lainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini, Dapil untuk pemilihan
anggota DPR dan DPRD Provinsi, ditentukan bersama oleh DPR dan Presiden.
Kemudian Perludem mengajukan yudicial review kepada Mahkamah Kostitusi terkait
beberapa perubahan pasal di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum yakni: pasal 187 ayat (1), pasal 187 ayat (5), pasal 189 ayat (1),
pasal 189 ayat (5), pasal 192 ayat (1). Namun Mahkamah Konstitusi hanya menerima
perubahan pasal 187 ayat (5) dan pasal 189 ayat (5) yang menyatakan bahwa
penetapan Dapil kembali ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Mahkamah
Konstitusi mengembalikan kewenangan penyusunan Dapil dan alokasi kursi kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan tersebut menekankan prinsip keterwakilan
yang adil, integralitas wilayah, dan kesinambungan. KPU diharuskan menyusun
ulang Dapil untuk Pemilu 2024 serta mengevaluasi secara menyeluruh dan menata
ulang alokasi kursi serta Daerah Pemilihan untuk Pemilu DPR dan DPRD Provinsi
sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022.
Namun faktanya, KPU tidak sepenuhnya melaksanakan amanat putusan Mahkamah
Konstitusi sehingga dampaknya dapat menimbulkan distorsi antara konstituen dan
anggota parlemen. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi KPU
dalam penentuan Dapil.
A. Kesimpulan
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 mengubah sistem
penentuan Daerah Pemilihan (Dapil) Pemilu di Indonesia. Sebelumnya, Dapil
ditetapkan oleh DPR dan Presiden, yang dianggap Perludem sebagai
pelanggaran prinsip penyusunan Dapil, menciptakan konflik kepentingan, dan
berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dengan jumlah anggota DPR yang
ideal. Setelah putusan tersebut, kewenangan penataan Dapil kembali kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengubah peran DPR dalam menentukan
Dapil. Meskipun Mahkamah Konstitusi hanya menerima sebagian
permohonan uji materi, keputusan ini memperkuat kewenangan KPU dalam
menyusun Dapil sesuai prinsip-proporsionalitas, integralitas wilayah, dan
prinsip Pemilihan Umum lainnya. Meskipun beberapa pasal dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak diterima, Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa norma-norma tersebut tidak inkonstitusional, menolak
argumen yang menyatakan pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat
dan negara hukum dalam UUD 1945.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 memberikan
jawaban terhadap permohonan uji materiil yang diajukan oleh Perludem
terkait pengaturan penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, terutama pasal 187 ayat (5) dan pasal 189 ayat (5), bertentangan
dengan UUD 1945. Sebagai hasilnya, kewenangan penataan Dapil untuk
Pemilu DPR dan DPRD Provinsi dikembalikan kepada KPU. Meskipun
putusan ini memberikan kewenangan kepada KPU, implementasinya masih
menuai kontroversi, karena KPU belum sepenuhnya mengubah alokasi kursi
dan desain Dapil sebagaimana disarankan oleh Mahkamah Konstitusi karena
pihak KPU berpendapat bahwa PKPU tentang Dapil telah memenuhi amar
Putusan Mahkamah Konstitusi secara formil. Kesepakatan antara DPR,
Menteri Dalam Negeri, dan KPU untuk tetap menggunakan desain Dapil
dalam lampiran UU Pemilu dianggap melanggar hukum oleh Perludem,
mengingat Mahkamah Konstitusi telah menyatakan lampiran tersebut
inkonstitusional. Dengan demikian, perlu langkah konkret dari KPU untuk
menyesuaikan Dapil sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi.
B. Saran
1. Penulis menganggap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022
seharusnya dianggap sebagai momentum penting untuk melakukan evaluasi
dan perubahan terhadap susunan Dapil dan alokasi kursi, bukan sekadar
memindahkan alokasi kursi dan Daerah Pemilihan yang telah diatur dalam
lampiran III dan IV ke Peraturan KPU. Penting untuk diingat bahwa kedua
lampiran tersebut sudah dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022. Oleh karena itu, penting untuk tidak membaca putusan
Mahkamah Konstitusi ini secara parsial dan tetap memperhatikan perintah
Mahkamah Konstitusi untuk mengevaluasi susunan Dapil dan alokasi kursi
dalam satu Dapil.
2. Penulis mendorong KPU untuk tidak sebatas memindahkan (copy paste)
alokasi kursi dan Daerah Pemilihan yang tertera dalam lampiran III dan IV UU
No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi ke PKPU, melainkan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan
menata ulang alokasi kursi serta Daerah Pemilihan untuk Pemilu DPR dan
DPRD Provinsi sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022.
Dalam Sistem Pemilu Di Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022). Pokok permasalahannya adalah bagaimana implikasi hukum
penentuan Dapil terhadap sistem pemilu di Indonesia sebelum dan sesudah terbitnya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 serta pola pengaturan
penentuan Dapil oleh Komisi Pemilihan Umum berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas dan
menganalisis penentuan Dapil Dalam Sistem Pemilu Di Indonesia berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research), yang
menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data dalam Penelitian ini diperoleh
melalui berbagai sumber artikel, skirpsi, buku, Undang-Undang, putusan Mahkamah
Konstitusi dan bahan bacaan lainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini, Dapil untuk pemilihan
anggota DPR dan DPRD Provinsi, ditentukan bersama oleh DPR dan Presiden.
Kemudian Perludem mengajukan yudicial review kepada Mahkamah Kostitusi terkait
beberapa perubahan pasal di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum yakni: pasal 187 ayat (1), pasal 187 ayat (5), pasal 189 ayat (1),
pasal 189 ayat (5), pasal 192 ayat (1). Namun Mahkamah Konstitusi hanya menerima
perubahan pasal 187 ayat (5) dan pasal 189 ayat (5) yang menyatakan bahwa
penetapan Dapil kembali ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Mahkamah
Konstitusi mengembalikan kewenangan penyusunan Dapil dan alokasi kursi kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan tersebut menekankan prinsip keterwakilan
yang adil, integralitas wilayah, dan kesinambungan. KPU diharuskan menyusun
ulang Dapil untuk Pemilu 2024 serta mengevaluasi secara menyeluruh dan menata
ulang alokasi kursi serta Daerah Pemilihan untuk Pemilu DPR dan DPRD Provinsi
sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022.
Namun faktanya, KPU tidak sepenuhnya melaksanakan amanat putusan Mahkamah
Konstitusi sehingga dampaknya dapat menimbulkan distorsi antara konstituen dan
anggota parlemen. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi KPU
dalam penentuan Dapil.
A. Kesimpulan
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 mengubah sistem
penentuan Daerah Pemilihan (Dapil) Pemilu di Indonesia. Sebelumnya, Dapil
ditetapkan oleh DPR dan Presiden, yang dianggap Perludem sebagai
pelanggaran prinsip penyusunan Dapil, menciptakan konflik kepentingan, dan
berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dengan jumlah anggota DPR yang
ideal. Setelah putusan tersebut, kewenangan penataan Dapil kembali kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengubah peran DPR dalam menentukan
Dapil. Meskipun Mahkamah Konstitusi hanya menerima sebagian
permohonan uji materi, keputusan ini memperkuat kewenangan KPU dalam
menyusun Dapil sesuai prinsip-proporsionalitas, integralitas wilayah, dan
prinsip Pemilihan Umum lainnya. Meskipun beberapa pasal dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak diterima, Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa norma-norma tersebut tidak inkonstitusional, menolak
argumen yang menyatakan pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat
dan negara hukum dalam UUD 1945.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 memberikan
jawaban terhadap permohonan uji materiil yang diajukan oleh Perludem
terkait pengaturan penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, terutama pasal 187 ayat (5) dan pasal 189 ayat (5), bertentangan
dengan UUD 1945. Sebagai hasilnya, kewenangan penataan Dapil untuk
Pemilu DPR dan DPRD Provinsi dikembalikan kepada KPU. Meskipun
putusan ini memberikan kewenangan kepada KPU, implementasinya masih
menuai kontroversi, karena KPU belum sepenuhnya mengubah alokasi kursi
dan desain Dapil sebagaimana disarankan oleh Mahkamah Konstitusi karena
pihak KPU berpendapat bahwa PKPU tentang Dapil telah memenuhi amar
Putusan Mahkamah Konstitusi secara formil. Kesepakatan antara DPR,
Menteri Dalam Negeri, dan KPU untuk tetap menggunakan desain Dapil
dalam lampiran UU Pemilu dianggap melanggar hukum oleh Perludem,
mengingat Mahkamah Konstitusi telah menyatakan lampiran tersebut
inkonstitusional. Dengan demikian, perlu langkah konkret dari KPU untuk
menyesuaikan Dapil sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi.
B. Saran
1. Penulis menganggap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022
seharusnya dianggap sebagai momentum penting untuk melakukan evaluasi
dan perubahan terhadap susunan Dapil dan alokasi kursi, bukan sekadar
memindahkan alokasi kursi dan Daerah Pemilihan yang telah diatur dalam
lampiran III dan IV ke Peraturan KPU. Penting untuk diingat bahwa kedua
lampiran tersebut sudah dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022. Oleh karena itu, penting untuk tidak membaca putusan
Mahkamah Konstitusi ini secara parsial dan tetap memperhatikan perintah
Mahkamah Konstitusi untuk mengevaluasi susunan Dapil dan alokasi kursi
dalam satu Dapil.
2. Penulis mendorong KPU untuk tidak sebatas memindahkan (copy paste)
alokasi kursi dan Daerah Pemilihan yang tertera dalam lampiran III dan IV UU
No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi ke PKPU, melainkan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan
menata ulang alokasi kursi serta Daerah Pemilihan untuk Pemilu DPR dan
DPRD Provinsi sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
80/PUU-XX/2022.
Ketersediaan
| SSYA20240026 | 26/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
26/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
