Pembagian Warisan Pewaris Mati Beruntun (Studi Komparatif KUH Perdata dan Hukum Islam)
Aidil Fitri/ 7423022019151 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Pembagian Warisan Pewaris Mati Beruntun
(Studi Komparatif KUH Perdata Dan Hukum Islam). Rumusan masalah dari
penelitian ini yaitu, Bagaimana kedudukan pembagian warisan pewaris mati beruntun
menurut hukum Islam dan hukum perdata, Bagaimana kaidah pembagian warisan
pewaris mati beruntun menurut hukum Islam dan hukum perdata.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
pembagian warisan pewaris mati beruntun menurut hukum Islam dan hukum perdata
dan untuk mengetahui bagaimana kaidah pembagian warisan pewaris mati beruntun
menurut hukum Islam dan hukum perdata.
Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan jenis penelitian
kepustakaan atau Library research dengan pendekatan yuridis normatif dan teologi
normative.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pembagian warisan pewaris
mati beruntun menurut hukum Islam Pada kasus kematian yang terjadi secara
bersamaan, ulama bersepakat bahwa di antara mereka saling waris mewarisi apabila
diketahui kematian masing-masing. Namun, jika tidak diketahui waktu kematiannya,
maka secara umum ada dua pendapat ulama. Pertama, saling mewarisi sesama
mereka yang meninggal. Kedua, tidak ada saling mewarisi. dan Hukum Perdata Pasal
831 KUH Perdata dan Pasal 894 KUH Perdata menjelaskan bahwa apabila ada dua
orang atau beberapa orang yang meninggal dunia bersama-sama, pada detik yang
sama sehingga sulit untuk diketahui siapakah yang meninggal terlebih dahulu,
padahal di antara mereka terjadi saling mewarisi (baik karena pewarisan menururut
undang-undang ataupun wasiat), maka perpindahan warisan dari yang satu kepada
yang lain tidaklah berlangsung karenanya atau di antara mereka tidak terjadi suatu
pewarisan.
Kaidah Pembagian Warisan Pewaris Mati Beruntun Menurut Hukum Islam
Ulama-ulama yang ahli dalam urusan pembagian harta pusaka mengatur beberapa
kaidah berhitung, untuk memudahkan pembagian harta warisan. Adapun orang yang
mendapatkan pusaka itu ada yang dapat menghabiskan semua harta atau semua sisa,
dan adapula yang hanya mendapatkan ketentuan saja Ketentuan itu ada enam, yaitu,
2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8.Sedangkan dalam Kitab Undang – undang Hukum Perdata
juga diatur mengenai ahli waris pengganti itu sendiri sebagaimana yang diatur dalam
pasal 841 Kitab Undang–undang Hukum Perdata yang terdiri dari beberapa golongan.
Adapun implikasi pada penelitian ini, yaitu: a. Apabila ada peristiwa kematian
beruntun pada sebuah keluarga dan tidak diketahui waktu meninggalnya masing-
masing maka di antara mereka bisa saling Mewarisi ataupun tidak terjadi saling waris
mewarisi tergantung pendapat yang di ikuti. b. Cara perhitungan pada kasuskematian
beruntun bisa menggunakan munāṣakhāt ataupun ahli waris pengganti. c. Hendaknya
pemerintah ikutandil terhadap pembagian warisan kasus kematian beruntun agar
meminimalisir terjadinya persengketaan para ahli waris.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka simpulan dalam
pembahasan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Dalam agama Islam, hukum waris mengatur pembagian harta warisan dengan
ketentuan yang jelas, sesuai petunjuk Allah SWT. Ketika terjadi kematian
bersama-sama dalam suatu keluarga, prinsip hukum Islam menyatakan bahwa
jika tidak diketahui urutan kematian, maka tidak ada pewarisan antara mereka
yang meninggal secara bersamaan. Demikian pula, dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terdapat aturan yang mengatur kasus
kematian beruntun. Pasal 831 dan Pasal 894 KUH Perdata menjelaskan bahwa
jika sulit menentukan urutan kematian, tidak akan terjadi pewarisan antara
mereka yang meninggal secara bersamaan. Prinsip "simultaneous death
presumption" atau asumsi kematian simultan digunakan dalam hukum untuk
mengatasi ketidakpastian dalam pembagian warisan, menjaga keadilan, dan
memberikan kepastian hukum. Namun, penting untuk diingat bahwa
penafsiran dan penerapan hukum dapat bervariasi sesuai dengan konteks
hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi.
2. Pembagian warisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Alquran dan Hadis.
Dalam kematian beruntun, para ulama berbeda pendapat tentang boleh
tidaknya saling mewarisi. Pendapat mayoritas tidak membolehkan karena
tidak jelas status pewaris dan ahli waris. Solusi yang diberikan adalah
memberikan warisan masing-masing kepada ahli waris sendiri yang masih
hidup. Dalam hukum Islam juga dikenal konsep munāsakhah sebagai
pembagian warisan bertingkat akibat kematian beruntun sebelum pembagian
harta. Di Indonesia, aturan waris bervariasi antara KHI yang mengikuti aturan
Islam, dan KUHPerdata yang mengikuti aturan perdata Barat. Keduanya
mengenal konsep ahli waris pengganti (plaatsvervulling) yang memungkinkan
keturunan menggantikan posisi orang tuanya sebagai penerima warisan.
Konsep ini berbeda dengan munāsakhah dalam fikih yang tidak ada
pergantian posisi, melainkan penerusan bagian warisan orang tua ke
keturunannya.
B. Implikasi
Setelah mengamati dan memahami dalam penelitian ada beberapa yang harus di
perhatikan ;
1. Apabila ada peristiwa kematian beruntun pada sebuah keluarga dan tidak
diketahui waktu meninggalnya masing-masing maka di antara mereka bisa saling
Mewarisi ataupun tidak terjadi saling waris mewarisi tergantung pendapat yang di
ikuti.
2. Cara perhitungan pada kasuskematian beruntun bisa menggunakan munāṣakhāt
ataupun ahli waris pengganti.
3. Hendaknya pemerintah ikutandil terhadap pembagian warisan kasus kematian
beruntun agar meminimalisir terjadinya persengketaan para ahli waris.
(Studi Komparatif KUH Perdata Dan Hukum Islam). Rumusan masalah dari
penelitian ini yaitu, Bagaimana kedudukan pembagian warisan pewaris mati beruntun
menurut hukum Islam dan hukum perdata, Bagaimana kaidah pembagian warisan
pewaris mati beruntun menurut hukum Islam dan hukum perdata.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
pembagian warisan pewaris mati beruntun menurut hukum Islam dan hukum perdata
dan untuk mengetahui bagaimana kaidah pembagian warisan pewaris mati beruntun
menurut hukum Islam dan hukum perdata.
Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan jenis penelitian
kepustakaan atau Library research dengan pendekatan yuridis normatif dan teologi
normative.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pembagian warisan pewaris
mati beruntun menurut hukum Islam Pada kasus kematian yang terjadi secara
bersamaan, ulama bersepakat bahwa di antara mereka saling waris mewarisi apabila
diketahui kematian masing-masing. Namun, jika tidak diketahui waktu kematiannya,
maka secara umum ada dua pendapat ulama. Pertama, saling mewarisi sesama
mereka yang meninggal. Kedua, tidak ada saling mewarisi. dan Hukum Perdata Pasal
831 KUH Perdata dan Pasal 894 KUH Perdata menjelaskan bahwa apabila ada dua
orang atau beberapa orang yang meninggal dunia bersama-sama, pada detik yang
sama sehingga sulit untuk diketahui siapakah yang meninggal terlebih dahulu,
padahal di antara mereka terjadi saling mewarisi (baik karena pewarisan menururut
undang-undang ataupun wasiat), maka perpindahan warisan dari yang satu kepada
yang lain tidaklah berlangsung karenanya atau di antara mereka tidak terjadi suatu
pewarisan.
Kaidah Pembagian Warisan Pewaris Mati Beruntun Menurut Hukum Islam
Ulama-ulama yang ahli dalam urusan pembagian harta pusaka mengatur beberapa
kaidah berhitung, untuk memudahkan pembagian harta warisan. Adapun orang yang
mendapatkan pusaka itu ada yang dapat menghabiskan semua harta atau semua sisa,
dan adapula yang hanya mendapatkan ketentuan saja Ketentuan itu ada enam, yaitu,
2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8.Sedangkan dalam Kitab Undang – undang Hukum Perdata
juga diatur mengenai ahli waris pengganti itu sendiri sebagaimana yang diatur dalam
pasal 841 Kitab Undang–undang Hukum Perdata yang terdiri dari beberapa golongan.
Adapun implikasi pada penelitian ini, yaitu: a. Apabila ada peristiwa kematian
beruntun pada sebuah keluarga dan tidak diketahui waktu meninggalnya masing-
masing maka di antara mereka bisa saling Mewarisi ataupun tidak terjadi saling waris
mewarisi tergantung pendapat yang di ikuti. b. Cara perhitungan pada kasuskematian
beruntun bisa menggunakan munāṣakhāt ataupun ahli waris pengganti. c. Hendaknya
pemerintah ikutandil terhadap pembagian warisan kasus kematian beruntun agar
meminimalisir terjadinya persengketaan para ahli waris.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka simpulan dalam
pembahasan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Dalam agama Islam, hukum waris mengatur pembagian harta warisan dengan
ketentuan yang jelas, sesuai petunjuk Allah SWT. Ketika terjadi kematian
bersama-sama dalam suatu keluarga, prinsip hukum Islam menyatakan bahwa
jika tidak diketahui urutan kematian, maka tidak ada pewarisan antara mereka
yang meninggal secara bersamaan. Demikian pula, dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terdapat aturan yang mengatur kasus
kematian beruntun. Pasal 831 dan Pasal 894 KUH Perdata menjelaskan bahwa
jika sulit menentukan urutan kematian, tidak akan terjadi pewarisan antara
mereka yang meninggal secara bersamaan. Prinsip "simultaneous death
presumption" atau asumsi kematian simultan digunakan dalam hukum untuk
mengatasi ketidakpastian dalam pembagian warisan, menjaga keadilan, dan
memberikan kepastian hukum. Namun, penting untuk diingat bahwa
penafsiran dan penerapan hukum dapat bervariasi sesuai dengan konteks
hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi.
2. Pembagian warisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Alquran dan Hadis.
Dalam kematian beruntun, para ulama berbeda pendapat tentang boleh
tidaknya saling mewarisi. Pendapat mayoritas tidak membolehkan karena
tidak jelas status pewaris dan ahli waris. Solusi yang diberikan adalah
memberikan warisan masing-masing kepada ahli waris sendiri yang masih
hidup. Dalam hukum Islam juga dikenal konsep munāsakhah sebagai
pembagian warisan bertingkat akibat kematian beruntun sebelum pembagian
harta. Di Indonesia, aturan waris bervariasi antara KHI yang mengikuti aturan
Islam, dan KUHPerdata yang mengikuti aturan perdata Barat. Keduanya
mengenal konsep ahli waris pengganti (plaatsvervulling) yang memungkinkan
keturunan menggantikan posisi orang tuanya sebagai penerima warisan.
Konsep ini berbeda dengan munāsakhah dalam fikih yang tidak ada
pergantian posisi, melainkan penerusan bagian warisan orang tua ke
keturunannya.
B. Implikasi
Setelah mengamati dan memahami dalam penelitian ada beberapa yang harus di
perhatikan ;
1. Apabila ada peristiwa kematian beruntun pada sebuah keluarga dan tidak
diketahui waktu meninggalnya masing-masing maka di antara mereka bisa saling
Mewarisi ataupun tidak terjadi saling waris mewarisi tergantung pendapat yang di
ikuti.
2. Cara perhitungan pada kasuskematian beruntun bisa menggunakan munāṣakhāt
ataupun ahli waris pengganti.
3. Hendaknya pemerintah ikutandil terhadap pembagian warisan kasus kematian
beruntun agar meminimalisir terjadinya persengketaan para ahli waris.
Ketersediaan
| SSYA20240030 | 30/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
30/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
