Analisis Perbandingan Hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/MKMK/T/02/2023 Tentang Pelanggaran Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi
Asthya Ratifah/742352020046 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Analisis Perbandingan Hukum Positif dan
Hukum Islam Terhadap Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor
01/MKMK/T/02/2023 Tentang Pelanggaran Kode Etik Dan Perilaku Hakim
Konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk penafsiran hukum
serta menganalisis peranan MKMK dalam aspek penegakan kode etik hakim untuk
mewujudkan mahkamah konstitusi yang bermartabat dan berintegritas dan
menganalisis penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor
01/MKMK/T/02/2023 dari perspektif hukum positif dan hukum Islam. Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (Library Research) melalui pendekatan perbandingan
dan pendekatan studi kasus yang dibahas dengan menggunakan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penelitian ini meneliti perubahan frasa
dalam putusan Mahkamah Konstitusi oleh Hakim Guntur Hamzah, yang
menyebabkan perbedaan interpretasi publik. Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi (MKMK) menemukan bahwa perubahan dari "Dengan demikian" menjadi
"Ke depan" tidak bermotif pribadi dan tidak mempengaruhi keabsahan Keputusan
Presiden. MKMK menyatakan putusan berlaku prospektif dan sah bila diucapkan
dalam sidang pleno terbuka. Ketiadaan prosedur operasi standar (SOP) menyebabkan
persepsi inkonsistensi dalam perubahan putusan. Penelitian juga menyoroti
pentingnya integritas bagi Hakim Konstitusi, yang meliputi kejujuran dan
ketangguhan batin. MKMK berperan dalam menegakkan kode etik dan menjaga
kepercayaan publik dengan tindakan tegas dan transparan terhadap pelanggaran.
Selain itu, penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor
01/MKMK/T/02/2023 dinilai belum mencapai keadilan substantif meski prosedur
hukum telah diikuti. Hukum Islam menekankan keadilan yang mencakup nilai moral
lebih luas. Penelitian ini menegaskan perlunya SOP yang jelas dan pentingnya
integritas serta bentuk keadilan bukan hanya dari segi prosedural namun juga
keadilan secara substantif dalam pengambilan suatu keputusan hukum.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai analisis perbandingan
hukum positif dan hukum islam terhadap putusan Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi nomor 01/MKMK/T/02/2023 tentang pelanggaran kode etik dan perilaku
hakim konstitusi, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perubahan frasa yang telah dilakukan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dimana
terdapat perbedaan antara putusan yang dibaca di persidangan terbuka untuk
umum yang menyatakan pertimbangan hukum “Dengan demikian”, sedangkan
dalam pertimbangan hukum di salinan putusan dan risalah persidangan memuat
kata “Ke depan” yang menyebabkan terdapat perbedaan interpretasi dalam
masyarakat. Berdasarkan penafsiran letterlijk/harfiah MKMK menemukan bahwa
perubahan frasa tersebut tidak bermotif untuk menguntungkan diri sendiri dan
perubahan tersebut dianggap tidak mempengaruhi keabsahan Keputusan Presiden
terkait pengangkatan Guntur Hamzah sebagai Hakim MK. MKMK
menyimpulkan bahwa putusan MK berlaku prospektif, bukan retrospektif, dan
menegaskan bahwa yang berlaku adalah putusan yang diucapkan dalam sidang
pleno terbuka untuk umum yang telah disepakati mayoritas hakim. Timbulnya
permasalahan tersebut juga diakibatkan tidak adanya standard operating
procedure (SOP) mengenai perubahan putusan yang sudah dianggap lazim,
sehingga ketika muncul permasalahan terkait perubahan dengan kasus yang lebih
kompleks tidak ada acuam yang dapat mengatakan bahwa tindakan tersebut
99
merupakan kesalahan yang fatal karena dapat menimbulkan presepsi inkonsistensi
suatu putusan yang telah dikeluarkan.
2. Integritas merupakan prinsip utama yang harus dimiliki setiap Hakim Konstitusi,
baik sebagai individu maupun pejabat negara. Integritas ini mencakup kejujuran,
kesetiaan, dan ketangguhan batin dalam menjalankan tugasnya serta
keseimbangan antara aspek spiritual, emosional, dan intelektual. Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dibentuk untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat Mahkamah Konstitusi dengan
memantau, memeriksa, dan mengambil tindakan terhadap dugaan pelanggaran
kode etik dan perilaku hakim. Kasus-kasus pelanggaran, seperti yang melibatkan
Hakim Guntur Hamzah, menunjukkan peran penting MKMK dalam menegakkan
disiplin dan menjaga integritas sistem peradilan. MKMK memastikan bahwa
setiap pelanggaran ditindaklanjuti dengan tegas melalui proses yang transparan
dan sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga kepercayaan publik terhadap
lembaga peradilan tetap.
3. Penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor 01/MKMK/T/02/2023,
dilihat dari perspektif hukum positif menunjukkan bahwa MKMK telah
mengikuti prosedur hukum yang ada dengan mendengarkan berbagai kesaksian
dan pandangan pihak-pihak terkait. Namun, sanksi yang dijatuhkan berupa
teguran tertulis terhadap pelanggaran serius integritas oleh Hakim Konstitusi
Guntur Hamzah dinilai belum mencapai keadilan substantif yang memadai dilihat
dari sanksi yang diberikan tidak sejalan dengan ketentuan yang telah termaktub di
dalam UUD 1945 Pasal 24C ayat (5), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasan Kehakiman Pasal 5 Ayat (2), UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK Pasal
15, yang menjadikan sikap integritas sebagai hal krusial yang harus dimiliki
hakim konstitusi. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam, pentingnya keadilan
ditegaskan dalam QS An-Nisa/4: 58 dan QS Al-Maidah/5: 8, yang menuntut
keputusan berdasarkan maqashid al-syari’ah untuk melindungi integritas dan
kesejahteraan umat, mencerminkan bahwa keadilan tidak hanya legalistik formal
subtantif tetapi juga harus mencakup nilai-nilai moral yang lebih luas. Dengan
mempertimbangkan kepada kebaikan untuk menghindari keburukan dengan cara
MKMK memberikan putusan yang sesuai dengan ketetapan hukum yang berlaku,
untuk menegakan kode etik hakim MK. Karena sejatinya hal tersebut berkaitan
erat dengan jabatan seorang hakim MK yang akan mengeluarkan keputusan
hukum untuk memberikan keadilan dalam setiap putusannya, sehingga
diwajibkan untuk memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan peraturan
perundang-undangan.
B. Saran
Berkaitan dengan putusan yang telah dikeluarkan oleh MKMK dengan
memberikan sanksi teguran tertulis kepada Hakim Guntur Hamzah, menurut hemat
penulis sanksi yang diberikan terkesan ringan, walaupun tindakan yang dilakukan
terkait perubahan putusan merupakan tindakan yang lazim dilakukan dalam
Mahkamah Konstitusi, namun tindakan tersebut merupakan tindakan yang
menimbulkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada MK dalam pengambilan
suatu putusan, hal tersebut dapat diminimalisir dengan:
1. Dibutuhkan SOP khusus mengenai prakik perubahan frasa dalam putusan MK
agar tidak terjadi tindakan serupa yang kembali disepelekan karena alasan sudah
menjadi kebiasaan dalam ruang lingkup peradilan MK. Diperlukan pula sanksi
khusus jika terjadi kembali perubahan frasa yang mengindikasikan adanya
kepentingan pribadi maupun golongan yang ingin direalisasikan.
2. Dalam sistem pengawasan ruang lingkup MK, seharusnya bukan hanya terfokus
kepada setiap hakim konstitusi yang terlibat dalam pegambilan suatu putusan.
Namun, diperlukan pula pengawasan bagi setiap pihak yang turut terlibat dalam
pembuatan dokumen putusan, agar tidak terulang kembali di masa mendatang
mengenai kejadian serupa.
3. Besar harapan penulis, kepada segenap hakim konstitusi, civitas akademika
maupun ahli hukum dapat banyak mengkaji terkait dengan bentuk penafsiran
dalam putusan yang telah dikeluarkan MK sehingga tidak terjadi interpretasi liar
dalam masyarakat terhadap suatu putusan yang sulit dimengerti pemaknaannya
dan sebagai bentuk penelitian lanjutan.
Hukum Islam Terhadap Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor
01/MKMK/T/02/2023 Tentang Pelanggaran Kode Etik Dan Perilaku Hakim
Konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk penafsiran hukum
serta menganalisis peranan MKMK dalam aspek penegakan kode etik hakim untuk
mewujudkan mahkamah konstitusi yang bermartabat dan berintegritas dan
menganalisis penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor
01/MKMK/T/02/2023 dari perspektif hukum positif dan hukum Islam. Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (Library Research) melalui pendekatan perbandingan
dan pendekatan studi kasus yang dibahas dengan menggunakan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penelitian ini meneliti perubahan frasa
dalam putusan Mahkamah Konstitusi oleh Hakim Guntur Hamzah, yang
menyebabkan perbedaan interpretasi publik. Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi (MKMK) menemukan bahwa perubahan dari "Dengan demikian" menjadi
"Ke depan" tidak bermotif pribadi dan tidak mempengaruhi keabsahan Keputusan
Presiden. MKMK menyatakan putusan berlaku prospektif dan sah bila diucapkan
dalam sidang pleno terbuka. Ketiadaan prosedur operasi standar (SOP) menyebabkan
persepsi inkonsistensi dalam perubahan putusan. Penelitian juga menyoroti
pentingnya integritas bagi Hakim Konstitusi, yang meliputi kejujuran dan
ketangguhan batin. MKMK berperan dalam menegakkan kode etik dan menjaga
kepercayaan publik dengan tindakan tegas dan transparan terhadap pelanggaran.
Selain itu, penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor
01/MKMK/T/02/2023 dinilai belum mencapai keadilan substantif meski prosedur
hukum telah diikuti. Hukum Islam menekankan keadilan yang mencakup nilai moral
lebih luas. Penelitian ini menegaskan perlunya SOP yang jelas dan pentingnya
integritas serta bentuk keadilan bukan hanya dari segi prosedural namun juga
keadilan secara substantif dalam pengambilan suatu keputusan hukum.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai analisis perbandingan
hukum positif dan hukum islam terhadap putusan Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi nomor 01/MKMK/T/02/2023 tentang pelanggaran kode etik dan perilaku
hakim konstitusi, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perubahan frasa yang telah dilakukan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dimana
terdapat perbedaan antara putusan yang dibaca di persidangan terbuka untuk
umum yang menyatakan pertimbangan hukum “Dengan demikian”, sedangkan
dalam pertimbangan hukum di salinan putusan dan risalah persidangan memuat
kata “Ke depan” yang menyebabkan terdapat perbedaan interpretasi dalam
masyarakat. Berdasarkan penafsiran letterlijk/harfiah MKMK menemukan bahwa
perubahan frasa tersebut tidak bermotif untuk menguntungkan diri sendiri dan
perubahan tersebut dianggap tidak mempengaruhi keabsahan Keputusan Presiden
terkait pengangkatan Guntur Hamzah sebagai Hakim MK. MKMK
menyimpulkan bahwa putusan MK berlaku prospektif, bukan retrospektif, dan
menegaskan bahwa yang berlaku adalah putusan yang diucapkan dalam sidang
pleno terbuka untuk umum yang telah disepakati mayoritas hakim. Timbulnya
permasalahan tersebut juga diakibatkan tidak adanya standard operating
procedure (SOP) mengenai perubahan putusan yang sudah dianggap lazim,
sehingga ketika muncul permasalahan terkait perubahan dengan kasus yang lebih
kompleks tidak ada acuam yang dapat mengatakan bahwa tindakan tersebut
99
merupakan kesalahan yang fatal karena dapat menimbulkan presepsi inkonsistensi
suatu putusan yang telah dikeluarkan.
2. Integritas merupakan prinsip utama yang harus dimiliki setiap Hakim Konstitusi,
baik sebagai individu maupun pejabat negara. Integritas ini mencakup kejujuran,
kesetiaan, dan ketangguhan batin dalam menjalankan tugasnya serta
keseimbangan antara aspek spiritual, emosional, dan intelektual. Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dibentuk untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat Mahkamah Konstitusi dengan
memantau, memeriksa, dan mengambil tindakan terhadap dugaan pelanggaran
kode etik dan perilaku hakim. Kasus-kasus pelanggaran, seperti yang melibatkan
Hakim Guntur Hamzah, menunjukkan peran penting MKMK dalam menegakkan
disiplin dan menjaga integritas sistem peradilan. MKMK memastikan bahwa
setiap pelanggaran ditindaklanjuti dengan tegas melalui proses yang transparan
dan sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga kepercayaan publik terhadap
lembaga peradilan tetap.
3. Penerapan asas keadilan dalam putusan MKMK Nomor 01/MKMK/T/02/2023,
dilihat dari perspektif hukum positif menunjukkan bahwa MKMK telah
mengikuti prosedur hukum yang ada dengan mendengarkan berbagai kesaksian
dan pandangan pihak-pihak terkait. Namun, sanksi yang dijatuhkan berupa
teguran tertulis terhadap pelanggaran serius integritas oleh Hakim Konstitusi
Guntur Hamzah dinilai belum mencapai keadilan substantif yang memadai dilihat
dari sanksi yang diberikan tidak sejalan dengan ketentuan yang telah termaktub di
dalam UUD 1945 Pasal 24C ayat (5), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasan Kehakiman Pasal 5 Ayat (2), UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK Pasal
15, yang menjadikan sikap integritas sebagai hal krusial yang harus dimiliki
hakim konstitusi. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam, pentingnya keadilan
ditegaskan dalam QS An-Nisa/4: 58 dan QS Al-Maidah/5: 8, yang menuntut
keputusan berdasarkan maqashid al-syari’ah untuk melindungi integritas dan
kesejahteraan umat, mencerminkan bahwa keadilan tidak hanya legalistik formal
subtantif tetapi juga harus mencakup nilai-nilai moral yang lebih luas. Dengan
mempertimbangkan kepada kebaikan untuk menghindari keburukan dengan cara
MKMK memberikan putusan yang sesuai dengan ketetapan hukum yang berlaku,
untuk menegakan kode etik hakim MK. Karena sejatinya hal tersebut berkaitan
erat dengan jabatan seorang hakim MK yang akan mengeluarkan keputusan
hukum untuk memberikan keadilan dalam setiap putusannya, sehingga
diwajibkan untuk memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan peraturan
perundang-undangan.
B. Saran
Berkaitan dengan putusan yang telah dikeluarkan oleh MKMK dengan
memberikan sanksi teguran tertulis kepada Hakim Guntur Hamzah, menurut hemat
penulis sanksi yang diberikan terkesan ringan, walaupun tindakan yang dilakukan
terkait perubahan putusan merupakan tindakan yang lazim dilakukan dalam
Mahkamah Konstitusi, namun tindakan tersebut merupakan tindakan yang
menimbulkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada MK dalam pengambilan
suatu putusan, hal tersebut dapat diminimalisir dengan:
1. Dibutuhkan SOP khusus mengenai prakik perubahan frasa dalam putusan MK
agar tidak terjadi tindakan serupa yang kembali disepelekan karena alasan sudah
menjadi kebiasaan dalam ruang lingkup peradilan MK. Diperlukan pula sanksi
khusus jika terjadi kembali perubahan frasa yang mengindikasikan adanya
kepentingan pribadi maupun golongan yang ingin direalisasikan.
2. Dalam sistem pengawasan ruang lingkup MK, seharusnya bukan hanya terfokus
kepada setiap hakim konstitusi yang terlibat dalam pegambilan suatu putusan.
Namun, diperlukan pula pengawasan bagi setiap pihak yang turut terlibat dalam
pembuatan dokumen putusan, agar tidak terulang kembali di masa mendatang
mengenai kejadian serupa.
3. Besar harapan penulis, kepada segenap hakim konstitusi, civitas akademika
maupun ahli hukum dapat banyak mengkaji terkait dengan bentuk penafsiran
dalam putusan yang telah dikeluarkan MK sehingga tidak terjadi interpretasi liar
dalam masyarakat terhadap suatu putusan yang sulit dimengerti pemaknaannya
dan sebagai bentuk penelitian lanjutan.
Ketersediaan
| SSYA20240066 | 66/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
66/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
