Sistem Bagi Hasil Garapan Padi antara Petani Pemilik Modal dengan Petani Penggarap Ditinjau dari Ekonomi Islam, (Studi Kasus Desa Watu Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone)

No image available for this title
Skripsi ini membahas tentang Sistem bagi hasil garapan padi antara
petani pemilik modal dan petani penggarap ditinjau dari ekonomi islam.
Perjanjan bagi hasil ini hanya dapat muncul dalam masyarakat dimana sektor
pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian
masyarakat tersebut dan sistem bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat
Watu pada umumnya adalah menurut hukum adat kebiasaan setempat yang
berlaku secara turun-temurun, pokok masalahnya adalah apakah sistem bagi
hasil yang dilakukan oleh masyarakat Desa Watu sudah sesuai dengan sistem
bagi hasil yang dianjurkan oleh Syari‟at Islam khususnya dalam bidang
pertanian..
Tujuan dari penelitian perjanjian bagi hasil ini adalah untuk
mengetahui bagaimana cara pelaksanaan, faktor-faktor yang mendasari sistem
bagi hasil dan sistem bagi hasil yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan
apa yang dianjurkan syari‟at Islam. Untuk menjawab persoalan tersebut, maka
penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan
syar‟i, sosiologi dan yuridis. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah Library Research dan Field Research (Observasi, Interview dan
Dokumentasi), selanjutnya pengelolaan data dan analisis data digunakan
metode Induktif, Deduktif, dan Komparatif.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sistem bagi hasil
yang dilakukan oleh masyarakat (pemilik modal dan petani penggarap) di
Desa Watu Kecamatan Barebbo Kab. Bone sudah sesuai dengan sistem bagi
hasil yang dianjurkan Syari‟at Islam yaitu Al-muzara‟ah dan Al-musaqah.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan pada bagian atas, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil yang terjadi di Desa Watu antara pemilik modal
dengan petani penggarap yaitu berdasarkan dari kesepakatan antara
kedua belah pihak menurut hukum adat kebiasaan setempat yang
berlaku secara turun-temurun, dimana adat itu dijadikan sumber hukum
yang dapat dipatuhi oleh masyarakat setempat dan perjanjian bagi hasil
yang terjadi pada umumnya dilakukan secara lisan dengan saling
mempercayai antara sesama anggota masyarakat.
2. Terjadinya suatu bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil di Desa
Watu disebabkan karena ada dari pemilik modal yang tidak mampu
mengolah sendiri lahan pertaniannya atau tidak punya waktu untuk
mengerjakannya, dan dari petani penggarap yang sama sekali tidak
memiliki lahan pertanian untuk bertani. Oleh karena itu, pemilik modal
dan petani penggarap melakukan suatu bentuk kerja sama dengan
sistem bagi hasil, selain untuk mendapatkan hasil dari lahan pertanian
juga untuk saling mempererat tali persaudaraan dan tolong-menolong
diantara mereka.
3. Bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil yang dianut oleh
masyarakat Desa Watu memiliki persamaan dengan sistem yang
dianjurkan syari’at Islam dalam arti sudah sesuai/sejalan dengan sistem
yang disyari’atkan agama Islam khususnya dalam bidang pertanian
yaitu bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil muzara’ah dan sistem
bagi hasil musaqah. Dimana pemilik modal memberikan lahan
pertaniannya kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara
dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen disebut muzara’ah, dan
apabila seluruh pembiayaan kebutuhan lahan pertanian ditanggung oleh
pemilik modal seperti benih, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain,
sedangkan si penggarap hanya bertanggung jawab atas pengairan dan
penyiraman, namun si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil
panen disebut musaqah.
B. Saran
Setelah penulis mengemukakan beberapa kesimpulan di atas, maka
berikut ini akan dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Sampai saat ini bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil yang
terjadi di Desa Watu masih menggunakan hukum adat kebiasaan
setempat dengan saling mempercayai antara sesama anggota
masyarakat dan biasanya dilakukan secara lisan oleh para pihak.
Dalam hal ini, penulis menyarankan agar dalam setiap melakukan
suatu bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil sebaiknya
dilakukan dalam bentuk tertulis dihadapan kepala desa atau
dipersaksikan oleh tiga orang saksi. Hal ini penting agar dari kedua
belah pihak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan
memperhatikan hak-hak dan kewajiban dari masing- masing pihak.
2. Sistem penguasaan lahan pertanian di Desa Watu lebih banyak
terjadi melalui sistem bagi hasil. Oleh karena itu, antara pemilik
modal dan penggarap dalam melakukan suatu bentuk kerja sama
dengan sistem bagi hasil harus mengetahui sistem yang dianjurkan
agama Islam khususnya dalam bidang pertanian, agar sesuai/sejalan
dengan sistem yang disyari’atkan agama Islam dan diridhoi oleh
Allah SWT. Hal ini penting agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan atau yang dapat merugikan seperti adanya
penyimpangan, kecurangan, dan ketidak adilan dari salah satu pihak
yang mengadakan perjanjian bagi hasil, baik pemilik modal
maupun petani sebagai penggarap.
Ketersediaan
SFEBI20220189189/2022Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

189/2022

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi FEBI

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top