Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam (Telaah Terhadap Putusan Pengadilan NIaga No.10/PDT.SUS-PKPU/2021/PN Niaga MKS)

No image available for this title
Skripsi ini membahas tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Perspektif
Hukum Positf dan Hukum Islam (Telaah terhadap Putusan Pengadilan Niaga No.
10/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN. Niaga. MKS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Syarat dan Prosedur dalam mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang kepada Pengadilan Niaga serta perspektif hukum Positif dan
hukum Islam memandang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam putusan
Pengadilan Niaga No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mks. Penelitian ini
menggunakan penelitian pustaka liberary research yaitu suatu metode yang
digunakan dengan menelaah beberapa buku sebagai sumber datanya. Dalam hal ini
peneliti menekankan sumber bahan hukum yang terdiri buku-buku hukum, jurnal,
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan niaga yang berkaitan dengan
penelitian yang akan peneliti kaji, dan literatur yang berkaitan dengan objek
penelitian. Masalah pada penelitian ini dianalisis dengan yuridis normatif melalui
studi kepustakaan liberary research dan dibahas dengan menggunakan metode
kualitatif normatif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Tata cara Pengajuan Permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur secara Yuridis dalam Pasal 222-229
Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Pada Putusan Pengadilan Niaga No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.
Niaga. Mks tercapai suatu perdamaian, kesepakatan antara pihak yang bersengketa,
penerapan asas Good Faith (itikad baik) yang memberikan perlindungan hukum bagi
kedua pihak. Dalam perspektif islam hal tersebut sesuai dengan prinsip Syariah yakni
Al-Sulhu yang artinya kesepakatan damai dan prinsip kaidah Al-Qawa`id Al-Khamsa
yang artinya Kemudhorotan harus dihilangkan. Serta konteks Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang juga terdapat dalam QS Al-Baqarah/ :280 dan QS. Al-Hujurat/:
10. Implikasi penelitian ini dapat memberikan pemahaman terkait pengkajian dan
perbaikan regulasi terkait PKPU, sehingga lebih mengakomodasi prinsip keadilan
dalam kedua sistem hukum yang berbeda yakni pada Hukum Islam dan Hukum
Positif, serta memberikan kesadaran kepada pengusaha tentang pentingnya
menggunakan jalur hukum secra damai dan itikad baik untuk menyelesaikan
sengketa.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas yang telah penulis paparkan maka dappat di tarik
kesimpulan yaitu:
1. Syarat dan Prosedur dalam mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang kepada Pengadilan Niaga merupakan suatu mekanisme
yang digunakan dalam Proses PKPU. Tata cara Pengajuan Permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur secara Yuridis
sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 222-229 Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Pada dasarnya PKPU bisa diajukan ketika terjadi suatu kesulitan
keuangan yang meyakinkan atau terdapat suatu kondisi yang mempengaruhi
kemampuan pembayaran utang. Prosesnya melibatkan pengajuan permohonan
oleh Debitor maupun Kreditor, penyusunan rencana perdamaian yang
disetujuai bersama, dan pemantauan ketat terhadap pemenuhan komitmen
pembayaran sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
2. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Putusan Pengadilan Niaga
No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mks. dalam Perspektif Hukum Positif
terlihat bahwa keputusan oleh Pengadilan Niaga tersebut mencerminkan suatu
perwujudan atas prinsip perdamaian terhadap pendekatan kolaboratif dalam
menyelesaikan suatu perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
karena terwujudnya suatu perdamaian, kesepakatan antara pihak yang
bersengketa, terwujudnya suatu asas Good Faith (itikad baik) yang
memberikan perlindungan hukum bagi pihak beritikad baik dan validasi dari
Pengadilan Niaga. Analisis ini menyoroti bahwa hukum mejadikan
penyelesaian perkara yang berakhir perdamaian sebagai suatu langkah yang
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum positif dalam konteks Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
pada Putusan Pengadilan Niaga No. 10/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mks.
dalam Perspektif Hukum Islam terlihat bahwa keputusan oleh Pengadilan
Niaga tersebut sejalan dengan Prinsip-prinsip Syariah yakni yang pertama Al-
Sulhu yang artinya adanya suatu kesepakatan damai antara pihak Debitor dan
Kreditor sesuai dengan nilai-nilai Hukum Islam. Yang kedua prinsip kaidah
Al-Qawa`id Al-Khamsa yang artinya Kemudhorotan harus dihilangkan. Serta
dalam konteks Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menilai hal tersebut
sebagai suatu perwujudan perintah Allah SWT sebagaimana yang terdapat
dalam QS Al-Baqarah/2:280 dan QS. Al-Hujurat/49: 10.
B. Saran
1. Perlu adanya suatu Undang-undang khusus yang mengatur mengenai
Pengadilan Niaga yang mencakup ketentuan dan prosedur yang lebih spesifik
terkait perkara bisnis dan keuangan, sehingga memberikan dasar hukum yang
jelas dan mendukung penyelesaian perkara yang efektif serta dapat
dibandingkan dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Karena sebuah pengadilan khusus harus dibentuk dalam
salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 27 Ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun, keberadaan Pengadilan Niaga ini
tidak melalui sebuah undang-undang khusus, pembentukan dan pengaturan
mengenai Pengadilan Niaga terselip dalam Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal ini
berbeda dengan Pengadilan Khusus lain yang berada dalam lingkungan
Peradilan Umum.
2. Perlunya pertimbangan serius terhadap penambahan ketentuan atau
mekanisme dalam UU Kepailitan dan PKPU untuk mengatasi situasi di mana
debitor terbukti tidak konsisten, tidak kooperatif, atau tidak beritikad baik
selama proses verifikasi. Pengusulan penggunaan Insolvency Test sebelum
perkara diperiksa oleh Pengadilan Niaga dapat menjadi langkah yang cerdas
untuk memastikan bahwa Debitor benar-benar tidak mampu melunasi
utangnya. Insolvency Test atau uji kebangkrutan dianggap lebih efektif dan
efisien dalam mencegah kesalahan penerapan putusan kepada Debitor,
terutama untuk Debitor yang masih solven dan memiliki aset yang lebih dari
pada utang-utangnya. Dengan menerapkan Insolvency Test, dapat
mempercepat tahapan PKPU menjadi satu tahapan selama 45 hari, sambil
memberikan keputusan akhir berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim yang
memeriksa perkara. Pendekatan ini diharapkan dapat melindungi kepentingan
para kreditor, memastikan keadilan dalam proses PKPU, dan mendorong
debitor untuk bersikap konsisten serta beritikad baik selama proses hukum.
Namun, perlu diperhatikan bahwa implementasi perubahan tersebut harus
memperhatikan keadilan, hak-hak debitor yang sah, dan keseimbangan antara
perlindungan kepentingan kreditor dan hak-hak debitor dalam konteks hukum
kepailitan.
Ketersediaan
SSYA2024001010/2024Perpustakaan PusatTersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

10/2024

Penerbit

IAIN BONE : Watampone.,

Deskripsi Fisik

-

Bahasa

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

Skripsi Syariah

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Advanced Search

Gak perlu repot seting ini itu GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet Karena pesan web di Desawarna.com Siap : 085740069967

Pilih Bahasa

Gratis Mengonlinekan SLiMS

Gak perlu repot seting ini itu buat mengonlinekan SLiMS.
GRATIS SetUp ,Mengonlinekan SLiMS Di Internet
Karena pesan web di Desawarna.com
Kontak WhatsApp :

Siap : 085740069967

Template Perpustakaan Desawarna

Kami berharap Template SLiMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai template SLiMS bagi semua SLiMerS, serta mampu memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan pengembangan perpustakaan dan kearsipan.. Aamiin

Top