Analisis Yuridis Perubahan Pendirian Keputusan Mahkamah Konstitusi (Telaah Kritis Terhadap Putusan MK No. 85/PUU-XX/2022)
Yulia Rezky Fajriani/742352020012 - Personal Name
Skripsi ini membahas Analisis Yuridis Perubahan Pendirian Keputusan
Mahkamah Konstitusi (telaah Kritis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
85/PUU-XX/2022). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan
hakim pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022) tentang badan
peradilan khusus pemilihan kepala daerah dan latar belakang perubahan pendirian
mahkamah konstitusi terhadap badan peradilan khusus penyelesaian sengketa
pemilihan kepala daerah. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka library
research yaitu suatu metode yang digunakan dengan menelaah beberapa buku
sebagai sumber datanya. Dalam hal ini peneliti menekankan sumber bahan hukum
yang terdiri buku-buku hukum, jurnal, dan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti kaji, dan literatur yang berkaitan
dengan objek penelitian. Masalah pada penelitian ini dianalisis dengan yuridis
normatif dan dibahas dengan menggunakan metode kualitatif normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hukum hakim terkait
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XX/2022, bahwa Pasal 157 ayat (1), (2),
dan (3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum
terkait upaya hukum untuk menjamin adanya sarana upaya hukum terkait pemilihan
kepala daerah yang sampai saat ini badan peradilan khusus belum juga terbentuk
yang seharusnya sudah dibentuk sebelum pilkada serentak 2024. Sehingga
Mahkamah Konstitusi mengubah pendirian terhadap putusan ini dan mengembalikan
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah kepada
Mahkamah Konstitusi secara permanen dan Badan peradilan Khusus tidak akan
dibentuk. Perubahan pendirian keputusan Mahkamah Konstitusi dapat dibenarkan
apabila terdapat alasan yang substansial dan kuat. Perubahan pendirian dapat terjadi
karena adanya perubahan dalam interpretasi hukum atau penafsiran konstitusi yang
berkembang seiring waktu.
A. Kesimpulan
1. Dasar pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-
XX/2022 adalah berdasarkan Pasal 157 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang
No. 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum terkait upaya hukum
untuk menjamin adanya sarana upaya hukum pemilihan kepala daerah. Pasal
tersebut memerintahkan pembentukan badan peradilan khusus yang
seharusnya sudah dibentuk sebelum Pilkada Serentak 2024, namun hal
tersebut tidak terjadi. Sehingga Mahkamah mengembalikann kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah
kepada Mahkamah Konstitusi secara permanen berdasarkan beberapa
pertimbangan hukum.
2. Latar belakang yang mempengaruhi perubahan pendirian Mahkamah
Konstitusi dapat ditemukan dalam Putusan No. 97/PUU-XI/2013, Putusan No.
55/PUU-XVII/2019 dan Putusan No. 85/PUU-XX/2022. Dasar pemikiran
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menggunakan
metode penafsiran konstitusi orginal textualis dengan melihat teks yang
terdapat dalam UUD 1945 sebagai acuan utama dalam memutus perkara
tepatnya pemaknaan teks dalam pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Sedangkan
dalam Putusan No. 55/PUU-XVII/2019 dan putusan Mahkamah Konstitusi
No. 85/PUU-XX/2022, hakim menggunakan metode penafsiran konstitusi
original historical dengan melakukan pendekatan original intent perubahan
UUD 1945. Penafsiran ini diterapkan untuk mendapatkan pemahaman asli
makna konstitusi berdasarkan maksud(intent) para perumusnya. Mengubah
keputusan yang telah dibuat adalah langkah yang serius dan jarang terjadi dan
penting untuk dicatat bahwa Mahkamah Konstitusi, sama seperti lembaga
peradilan lainnya yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang konsisten
dengan hukum dan fakta yang ada pada saat persidangan. Namun, dalam
beberapa situasi, Hakim Mahkamah Konstitusi mengubah pendirian terhadap
putusan yang telah diputuskan sebelumnya karena beberapa alasan dan
pertimbangan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan dalam
interpretasi hukum atau penafsiran konstitusi yang berkembang seiring waktu.
Namun, setiap perubahan tersebut harus didasarkan pada alasan yang
substansial dan kuat.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis sebagai berikut:
1. Diharapkan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan
perselisihan terkait Pemilihan Kepala Daerah diatur secara eksplisit dalam
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau UUD 1945 untuk memastikan
terciptanya kepastian hukum.
2. Pembentuk undang-undang sebaiknya fokus untuk memperbaiki serta
memperkuat sistem peradilan yang sudah ada daripada menciptakan badan
peradilan baru yang kurang optimal.
Mahkamah Konstitusi (telaah Kritis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
85/PUU-XX/2022). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan
hakim pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022) tentang badan
peradilan khusus pemilihan kepala daerah dan latar belakang perubahan pendirian
mahkamah konstitusi terhadap badan peradilan khusus penyelesaian sengketa
pemilihan kepala daerah. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka library
research yaitu suatu metode yang digunakan dengan menelaah beberapa buku
sebagai sumber datanya. Dalam hal ini peneliti menekankan sumber bahan hukum
yang terdiri buku-buku hukum, jurnal, dan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti kaji, dan literatur yang berkaitan
dengan objek penelitian. Masalah pada penelitian ini dianalisis dengan yuridis
normatif dan dibahas dengan menggunakan metode kualitatif normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hukum hakim terkait
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XX/2022, bahwa Pasal 157 ayat (1), (2),
dan (3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum
terkait upaya hukum untuk menjamin adanya sarana upaya hukum terkait pemilihan
kepala daerah yang sampai saat ini badan peradilan khusus belum juga terbentuk
yang seharusnya sudah dibentuk sebelum pilkada serentak 2024. Sehingga
Mahkamah Konstitusi mengubah pendirian terhadap putusan ini dan mengembalikan
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan kepala daerah kepada
Mahkamah Konstitusi secara permanen dan Badan peradilan Khusus tidak akan
dibentuk. Perubahan pendirian keputusan Mahkamah Konstitusi dapat dibenarkan
apabila terdapat alasan yang substansial dan kuat. Perubahan pendirian dapat terjadi
karena adanya perubahan dalam interpretasi hukum atau penafsiran konstitusi yang
berkembang seiring waktu.
A. Kesimpulan
1. Dasar pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-
XX/2022 adalah berdasarkan Pasal 157 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang
No. 10 Tahun 2016 menimbulkan ketidakpastian hukum terkait upaya hukum
untuk menjamin adanya sarana upaya hukum pemilihan kepala daerah. Pasal
tersebut memerintahkan pembentukan badan peradilan khusus yang
seharusnya sudah dibentuk sebelum Pilkada Serentak 2024, namun hal
tersebut tidak terjadi. Sehingga Mahkamah mengembalikann kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah
kepada Mahkamah Konstitusi secara permanen berdasarkan beberapa
pertimbangan hukum.
2. Latar belakang yang mempengaruhi perubahan pendirian Mahkamah
Konstitusi dapat ditemukan dalam Putusan No. 97/PUU-XI/2013, Putusan No.
55/PUU-XVII/2019 dan Putusan No. 85/PUU-XX/2022. Dasar pemikiran
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 menggunakan
metode penafsiran konstitusi orginal textualis dengan melihat teks yang
terdapat dalam UUD 1945 sebagai acuan utama dalam memutus perkara
tepatnya pemaknaan teks dalam pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Sedangkan
dalam Putusan No. 55/PUU-XVII/2019 dan putusan Mahkamah Konstitusi
No. 85/PUU-XX/2022, hakim menggunakan metode penafsiran konstitusi
original historical dengan melakukan pendekatan original intent perubahan
UUD 1945. Penafsiran ini diterapkan untuk mendapatkan pemahaman asli
makna konstitusi berdasarkan maksud(intent) para perumusnya. Mengubah
keputusan yang telah dibuat adalah langkah yang serius dan jarang terjadi dan
penting untuk dicatat bahwa Mahkamah Konstitusi, sama seperti lembaga
peradilan lainnya yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang konsisten
dengan hukum dan fakta yang ada pada saat persidangan. Namun, dalam
beberapa situasi, Hakim Mahkamah Konstitusi mengubah pendirian terhadap
putusan yang telah diputuskan sebelumnya karena beberapa alasan dan
pertimbangan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan dalam
interpretasi hukum atau penafsiran konstitusi yang berkembang seiring waktu.
Namun, setiap perubahan tersebut harus didasarkan pada alasan yang
substansial dan kuat.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis sebagai berikut:
1. Diharapkan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan
perselisihan terkait Pemilihan Kepala Daerah diatur secara eksplisit dalam
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau UUD 1945 untuk memastikan
terciptanya kepastian hukum.
2. Pembentuk undang-undang sebaiknya fokus untuk memperbaiki serta
memperkuat sistem peradilan yang sudah ada daripada menciptakan badan
peradilan baru yang kurang optimal.
Ketersediaan
| SSYA20240059 | 59/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
59/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
