Analis Terhadap Putusan MK No.53/PUU-XV/2017 Dan Putusan MK No.55/PUU-XVIII/2020 Tentang Verifikasi Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu
Nabila Poppy Saputri.R/742352020021 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang verifikasi partai politik untuk menjadi peserta
Pemilu berdasarkan analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017
dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020
tentang verifikasi partai politik sebagai peserta Pemilu dan implikasi Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 terhadap partai politik.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan jenis
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Teknik pengumpulan data pustaka yaitu studi dokumen dan melalui penelusuran
digital/internet, serta dianalisis dengan teknik analisis data normatif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Dalam memutuskan perkara No.
53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah Konstitusi memandang penting untuk
menekankan prinsip keadilan bagi setiap calon peserta Pemilu. Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU/XVIII, hakim Mahkamah Konstitusi merubah
pendiriannya. Menurut Mahkamah, memperlakukan verifikasi secara sama terhadap
semua partai politik peserta Pemilu, baik partai politik peserta Pemilu pada Pemilu
sebelumnya maupun partai politik baru merupakan suatu ketidakadilan, 2) Jika
mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017, KPU tidak
hanya melakukan verifikasi faktual terhadap 4 partai politik baru saja, namun juga
melakukan verifikasi faktual kepada 12 partai politik peserta Pemilu 2014. Pada
Pemilu 2024, 18 partai politik dinyatakan lolos verifikasi administrasi. Berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020, 9 partai politik parlemen
yang telah lolos verifikasi administrasi, otomatis dinyatakan lolos sebagai peserta
Pemilu 2024 tanpa mengikuti verifikasi faktual. Sementara 9 partai politik non-
parlemen lainnya harus mengikuti verifikasi faktual terlebih dahulu.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Analisis Terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 Tentang Verifikasi Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu”,
sebagaimana yang telah diuraikan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dalam memutuskan perkara No. 53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah
Konstitusi memandang penting untuk menekankan prinsip keadilan bagi
setiap calon peserta Pemilu. Menurut Mahkamah, memberikan perlakuan
berbeda terhadap partai lama dan partai baru pada tahap verifikasi akan
bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat
(1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945. Berbeda dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah Konstitusi merubah
pendiriannya dengan memberikan pertimbangan yang berbeda dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU/XVIII/2020. Menurut Mahkamah,
memperlakukan verifikasi secara sama terhadap semua partai politik peserta
Pemilu, baik partai politik peserta Pemilu pada Pemilu sebelumnya maupun
partai politik baru merupakan suatu ketidakadilan. Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 55/PUU/XVIII berdasar pada keadilan yang “memperlakukan
sama terhadap sesuatu yang sama dan memperlakukan beda terhadap sesuatu
yang berbeda,” sehingga terjadi pembedaan perlakuan antara suatu partai
politik dengan partai politik lainnya. Selain itu, Mahkamah
mempertimbangkan kembali biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
verifikasi. Jika verifikasi faktual dilakukan kepada seluruh partai politik,
maka biaya yang harus dikeluarkan oleh negara tidaklah sedikit.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 berimplikasi terhadap
pelaksanaan verifikasi partai politik yang dilakukan oleh KPU untuk Pemilu
2019. Jika mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-
XV/2017, artinya KPU harus melaksanakan verifikasi faktual terhadap
seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019 tanpa ada kecualinya. Ini
artinya KPU tidak hanya melakukan verifikasi faktual terhadap 4 partai
politik baru saja, namun juga melakukan verifikasi faktual kepada 12 partai
politik peserta Pemilu 2014 yang sebelumnya dikecualikan dalam norma
Pasal 173 Ayat (3), namun telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017. Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 juga memberikan implikasi terhadap pelaksanaan
verifikasi kepesertaan partai politik dalam Pemilu 2024. Dari 18 partai politik
yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi, tedapat 9 partai politik
parlemen yang artinya telah mencapai ambang batas parlemen di Pemilu
2019, sementara 9 partai politik lainnya merupakan partai non-parlemen.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020, 9
partai politik parlemen yang telah lolos verifikasi administrasi, otomatis
dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024 tanpa mengikuti verifikasi
faktual. Sementara 9 partai politik non-parlemen lainnya harus mengikuti
verifikasi faktual terlebih dahulu.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Analisis Terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 Tentang Verifikasi Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu”
sebagaimana yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengajukan saran sebagai
berikut:
1. Substansi dalam UU Pemilu tidak boleh memuat norma yang dapat
memberikan perlakuan berbeda terhadap calon peserta Pemilu, sebab
perlakuan berbeda bertentangan dengan hak untuk mendapatkan kesempatan
yang sama dalam pemerintahan. Untuk menghindari hal tersebut, DPR dalam
membentuk undang-undang harus tetap selaras dengan Pancasila dan UUD
1945 sehingga materi muatan yang termuat dalam undang-undang tersebut
tidak akan merugikan hak-hak konstitusional warga negara.
2. Untuk menegakkan keadilan kepada setiap calon peserta Pemilu, seharusnya
Mahkamah Konstitusi tidak menghapus keharusan verifikasi faktual terhadap
partai politik yang tidak lolos ambang batas maupun partai politik yang
belum pernah mengikuti Pemilu. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus
menjadikan proses Pemilu berjalan secara jujur, adil, dan bersih. Oleh karena
itu, perlakuan sama terhadap partai politik peserta Pemilu harus diterapkan
dalam setiap tahapan Pemilu termasuk proses verifikasi terhadap calon
peserta Pemilu.
Pemilu berdasarkan analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017
dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020
tentang verifikasi partai politik sebagai peserta Pemilu dan implikasi Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 terhadap partai politik.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan jenis
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Teknik pengumpulan data pustaka yaitu studi dokumen dan melalui penelusuran
digital/internet, serta dianalisis dengan teknik analisis data normatif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Dalam memutuskan perkara No.
53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah Konstitusi memandang penting untuk
menekankan prinsip keadilan bagi setiap calon peserta Pemilu. Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU/XVIII, hakim Mahkamah Konstitusi merubah
pendiriannya. Menurut Mahkamah, memperlakukan verifikasi secara sama terhadap
semua partai politik peserta Pemilu, baik partai politik peserta Pemilu pada Pemilu
sebelumnya maupun partai politik baru merupakan suatu ketidakadilan, 2) Jika
mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017, KPU tidak
hanya melakukan verifikasi faktual terhadap 4 partai politik baru saja, namun juga
melakukan verifikasi faktual kepada 12 partai politik peserta Pemilu 2014. Pada
Pemilu 2024, 18 partai politik dinyatakan lolos verifikasi administrasi. Berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020, 9 partai politik parlemen
yang telah lolos verifikasi administrasi, otomatis dinyatakan lolos sebagai peserta
Pemilu 2024 tanpa mengikuti verifikasi faktual. Sementara 9 partai politik non-
parlemen lainnya harus mengikuti verifikasi faktual terlebih dahulu.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Analisis Terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 Tentang Verifikasi Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu”,
sebagaimana yang telah diuraikan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dalam memutuskan perkara No. 53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah
Konstitusi memandang penting untuk menekankan prinsip keadilan bagi
setiap calon peserta Pemilu. Menurut Mahkamah, memberikan perlakuan
berbeda terhadap partai lama dan partai baru pada tahap verifikasi akan
bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat
(1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945. Berbeda dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017, hakim Mahkamah Konstitusi merubah
pendiriannya dengan memberikan pertimbangan yang berbeda dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU/XVIII/2020. Menurut Mahkamah,
memperlakukan verifikasi secara sama terhadap semua partai politik peserta
Pemilu, baik partai politik peserta Pemilu pada Pemilu sebelumnya maupun
partai politik baru merupakan suatu ketidakadilan. Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 55/PUU/XVIII berdasar pada keadilan yang “memperlakukan
sama terhadap sesuatu yang sama dan memperlakukan beda terhadap sesuatu
yang berbeda,” sehingga terjadi pembedaan perlakuan antara suatu partai
politik dengan partai politik lainnya. Selain itu, Mahkamah
mempertimbangkan kembali biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
verifikasi. Jika verifikasi faktual dilakukan kepada seluruh partai politik,
maka biaya yang harus dikeluarkan oleh negara tidaklah sedikit.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 berimplikasi terhadap
pelaksanaan verifikasi partai politik yang dilakukan oleh KPU untuk Pemilu
2019. Jika mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-
XV/2017, artinya KPU harus melaksanakan verifikasi faktual terhadap
seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019 tanpa ada kecualinya. Ini
artinya KPU tidak hanya melakukan verifikasi faktual terhadap 4 partai
politik baru saja, namun juga melakukan verifikasi faktual kepada 12 partai
politik peserta Pemilu 2014 yang sebelumnya dikecualikan dalam norma
Pasal 173 Ayat (3), namun telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017. Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 juga memberikan implikasi terhadap pelaksanaan
verifikasi kepesertaan partai politik dalam Pemilu 2024. Dari 18 partai politik
yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi, tedapat 9 partai politik
parlemen yang artinya telah mencapai ambang batas parlemen di Pemilu
2019, sementara 9 partai politik lainnya merupakan partai non-parlemen.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVIII/2020, 9
partai politik parlemen yang telah lolos verifikasi administrasi, otomatis
dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024 tanpa mengikuti verifikasi
faktual. Sementara 9 partai politik non-parlemen lainnya harus mengikuti
verifikasi faktual terlebih dahulu.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Analisis Terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
55/PUU-XVIII/2020 Tentang Verifikasi Partai Politik Sebagai Peserta Pemilu”
sebagaimana yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengajukan saran sebagai
berikut:
1. Substansi dalam UU Pemilu tidak boleh memuat norma yang dapat
memberikan perlakuan berbeda terhadap calon peserta Pemilu, sebab
perlakuan berbeda bertentangan dengan hak untuk mendapatkan kesempatan
yang sama dalam pemerintahan. Untuk menghindari hal tersebut, DPR dalam
membentuk undang-undang harus tetap selaras dengan Pancasila dan UUD
1945 sehingga materi muatan yang termuat dalam undang-undang tersebut
tidak akan merugikan hak-hak konstitusional warga negara.
2. Untuk menegakkan keadilan kepada setiap calon peserta Pemilu, seharusnya
Mahkamah Konstitusi tidak menghapus keharusan verifikasi faktual terhadap
partai politik yang tidak lolos ambang batas maupun partai politik yang
belum pernah mengikuti Pemilu. Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus
menjadikan proses Pemilu berjalan secara jujur, adil, dan bersih. Oleh karena
itu, perlakuan sama terhadap partai politik peserta Pemilu harus diterapkan
dalam setiap tahapan Pemilu termasuk proses verifikasi terhadap calon
peserta Pemilu.
Ketersediaan
| SSYA20240039 | 39/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
39/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
