Hak Politik Mantan Narapidana (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023)
Annisa Putri Mutmainnah/742352020027 - Personal Name
kripsi ini membahas tentang hak politik mantan narapidana melalui dua
putusan yaitu putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.
87/PUU-XX/2022 dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 tentang
syarat pencalonan mantan narapidana sebagai calon anggota legislatif serta dampak
dari dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 terhadap Hak Asasi Manusia dan
dampak secara administratif.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan henus
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Teknik
pengumpulan data Pustaka yaitu studi dokumen dan melalui penelusuran
digital/internet, serta dianalisis dengan teknik analisis data normatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Dalam putusan Mahkamah
Konstitusi No.87/PUU-XX/2022 hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk
memperketat syarat pencalonan mantan narapidana sebagai calon anggota legislatif
dengan menerapkan 3 syarat kumulatif. 2) Pada putusan ini hakim mengabulkan
permohonan pemohon sebagian dan menolak permohonan provisi pemohon. Putusan
ini menegaskan bahwa pemaknaan terhadap putusan sebelumnya yaitu putusan
Mahkamah Konstitusi No.87/PUU-XX/2022 yang syarat kumulatif pencalonan mantan
narapidana sebagai calon anggota legislatif hanya berlaku untuk calon anggota DPR
RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota juga telah berlaku untuk calon anggota
DPD. 3) Implikasi dari dikeluarkannya kedua putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
maka dapat dilihat pada dilakukannya perubahan PKPU No. 10 Tahun 2023 Tentang
Syarat Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota, dan
hak-hak warga negara tetap terpenuhi tanpa melanggar Hak Asasi Manusia sesorang.
A. Kesimpulan
1. Profesionalitas seorang hakim ini dapat dilihat dari peran aktifnya (judicial
activism) didalam proses peradilan. Semenjak diputuskannya Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) No.87/PUU-XX/2022. Mahkamah Konstitusi
memberlakukan tiga persyaratan yang membatasi ketika seorang mantan
terpidana kasus korupsi ingin mengajukan diri kembali sebagai calon anggota
parlemen pada rapat umum pemilihan. Pertama, tidak sedang/pernah dipenjara
akibat terjerat kasus yang ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling
lambat selama 5 tahun. Kedua, untuk mantan narapidana, sudah 5 tahun sejak
mantan narapidana menjalankan putusan pengadilan dan secara jujur atau
terbuka menyatakan bahwa mereka adalah mantan narapidana. Ketiga, tidak
melakukan repeater atau kejahatan yang dengan sengaja dilakukan secara
berulang-ulang.
2. Pertimbangan Hakim Mahkamah di perkara tersebut adalah ialah persyaratan
kumulatif bagi mantan narapidana yang dimana subjek tersebut sebagai calon
anggota pemilihan umum seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
87/PUU-XX/2022 diwajibkan untuk mengimplementasikan amar putusan
sebelumnya Mahkamah Konstitusi untuk subjek yang akan mengikuti
pemilihan umum dengan status mantan narapidana sebelumnya. Setelah itu
apakah perlunya melengkapi syarat bahwa tidak ada pidana yang
disembunyikan dan berimplikasi pada pencabutan hak pilih menurut
pengadilan bagi yang memiliki kekuatan hukum inkracht, oleh karena itu
persyaratan waktu jeda selama lima (5) tahun dan dihitung setelah semua
hukuman telah dijalani kecuali jika hukuman yang rentang waktunya seumur
hidup.
Sebagai upaya penyempurnaan dan tindak lanjut dari putusan
Mahkamah Konstitusi, KPU kembali menerbitkan PKPU terbaru jelang pemilu
2024, yaitu PKPU No 10 Tahun 2023 dan PKPU No 11 Tahun 2023. Mantan
narapidana memang tidak dilarang mencalonkan diri sebagai anggota lembaga
legilastif untuk ikut pemilu. Telah diatur dalam konstitusi UUD 1945. pasal
28D ayat (3), pasal 27 ayat (1) UUD 1945 kemudian UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusi juga mengatur hak untuk memilih dan dipilih.
Disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu.
Adapun mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif harus memenuhi persyaratan dan standar yang sama dengan calon
lainnya. Mereka harus melewati seleksi yang ketat dan terbuka untuk uji
integritas dan kredibilitas. Syarat itu juga berlaku untuk mantan narapidana
yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPR dan DPRD, sebagaimana
Putusan Mahkamah Konstitusi No 56/PUU-XVII/2019 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 yang masing-masingnya dirilis
saat menjelang Pemilu 2019 dan 2024.
Sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang rilis pada 2019
mengenai calon anggota DPR dan DPRD, KPU merilis daftar nama mantan
narapidana kasus korupsi pada awal Januari, di waktu menjelang Pemilu 2019.
Daftar ini membeberkan 81 nama calon anggota legislatif yang merupakan
mantan narapidana kasus korupsi. KPU mengumumumkan kepada Mahkamah
Konstitusi daftar ini untuk memenuhi hak masyarakat agar mereka mengetahui
latar belakang calon anggota legislatif yang akan mereka pilih pada Pemilu
2019. Hal ini sejalan dengan UU No. 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Menjelang
Pemilu 2024 ini, hal serupa juga dilakukan untuk pencalonan anggota
legislatif. Indonesia Corruption Watch (ICW) telah merilis daftar nama caleg
mantan napi korupsi agar masyarakat dapat mengetahui rekam jejak mereka
sebelum mencoblos. ICW mengatakan, sebanyak 27 mantan napi korupsi maju
sebagai caleg DPR, 22 orang sebagai caleg DPRD provinsi dan
kabupaten/kota, dan 7 orang sebagai caleg DPD. Ada beberapa partai politik
(parpol) yang mengusung caleg mantan napi korupsi dalam Pileg tahun ini,
seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Indonesia
(Perindo), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 56 nama mantan
narapidana korupsi yang akan maju dalam pemilihan anggota legislatif KPU
telah memastikan bahwa calon tersebut telah melalui semua persyaratan yang
ada dan berhak untuk ikut serta dalam Pemilu 2024.
B. Saran
1. Perlunya kesadaran dari pemilih untuk memilih calon anggota legislatif
yang berintegritas, melalui Pendidikan pemilih yang dilakukan oleh KPU
dibantu dengan badan ad-hoc dibawahnya.
2. Meningkatkan intensitas pengawasan oleh badan pengawas pemilu
terhadap proses pencalonan anggota legislatif khususnya mantan
narapidana agar tidak terjadi penyimpangan terhadap regulasi yang ada.
3. Perlunya informasi yang lebih meluas kepada kemasyarakat yang awam
terkait calon anggota legislatif yang telah lolos persyaratan.
putusan yaitu putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.
87/PUU-XX/2022 dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 tentang
syarat pencalonan mantan narapidana sebagai calon anggota legislatif serta dampak
dari dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 dan putusan
Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-XXI/2023 terhadap Hak Asasi Manusia dan
dampak secara administratif.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan henus
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Teknik
pengumpulan data Pustaka yaitu studi dokumen dan melalui penelusuran
digital/internet, serta dianalisis dengan teknik analisis data normatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Dalam putusan Mahkamah
Konstitusi No.87/PUU-XX/2022 hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk
memperketat syarat pencalonan mantan narapidana sebagai calon anggota legislatif
dengan menerapkan 3 syarat kumulatif. 2) Pada putusan ini hakim mengabulkan
permohonan pemohon sebagian dan menolak permohonan provisi pemohon. Putusan
ini menegaskan bahwa pemaknaan terhadap putusan sebelumnya yaitu putusan
Mahkamah Konstitusi No.87/PUU-XX/2022 yang syarat kumulatif pencalonan mantan
narapidana sebagai calon anggota legislatif hanya berlaku untuk calon anggota DPR
RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota juga telah berlaku untuk calon anggota
DPD. 3) Implikasi dari dikeluarkannya kedua putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
maka dapat dilihat pada dilakukannya perubahan PKPU No. 10 Tahun 2023 Tentang
Syarat Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota, dan
hak-hak warga negara tetap terpenuhi tanpa melanggar Hak Asasi Manusia sesorang.
A. Kesimpulan
1. Profesionalitas seorang hakim ini dapat dilihat dari peran aktifnya (judicial
activism) didalam proses peradilan. Semenjak diputuskannya Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) No.87/PUU-XX/2022. Mahkamah Konstitusi
memberlakukan tiga persyaratan yang membatasi ketika seorang mantan
terpidana kasus korupsi ingin mengajukan diri kembali sebagai calon anggota
parlemen pada rapat umum pemilihan. Pertama, tidak sedang/pernah dipenjara
akibat terjerat kasus yang ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling
lambat selama 5 tahun. Kedua, untuk mantan narapidana, sudah 5 tahun sejak
mantan narapidana menjalankan putusan pengadilan dan secara jujur atau
terbuka menyatakan bahwa mereka adalah mantan narapidana. Ketiga, tidak
melakukan repeater atau kejahatan yang dengan sengaja dilakukan secara
berulang-ulang.
2. Pertimbangan Hakim Mahkamah di perkara tersebut adalah ialah persyaratan
kumulatif bagi mantan narapidana yang dimana subjek tersebut sebagai calon
anggota pemilihan umum seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
87/PUU-XX/2022 diwajibkan untuk mengimplementasikan amar putusan
sebelumnya Mahkamah Konstitusi untuk subjek yang akan mengikuti
pemilihan umum dengan status mantan narapidana sebelumnya. Setelah itu
apakah perlunya melengkapi syarat bahwa tidak ada pidana yang
disembunyikan dan berimplikasi pada pencabutan hak pilih menurut
pengadilan bagi yang memiliki kekuatan hukum inkracht, oleh karena itu
persyaratan waktu jeda selama lima (5) tahun dan dihitung setelah semua
hukuman telah dijalani kecuali jika hukuman yang rentang waktunya seumur
hidup.
Sebagai upaya penyempurnaan dan tindak lanjut dari putusan
Mahkamah Konstitusi, KPU kembali menerbitkan PKPU terbaru jelang pemilu
2024, yaitu PKPU No 10 Tahun 2023 dan PKPU No 11 Tahun 2023. Mantan
narapidana memang tidak dilarang mencalonkan diri sebagai anggota lembaga
legilastif untuk ikut pemilu. Telah diatur dalam konstitusi UUD 1945. pasal
28D ayat (3), pasal 27 ayat (1) UUD 1945 kemudian UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusi juga mengatur hak untuk memilih dan dipilih.
Disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu.
Adapun mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif harus memenuhi persyaratan dan standar yang sama dengan calon
lainnya. Mereka harus melewati seleksi yang ketat dan terbuka untuk uji
integritas dan kredibilitas. Syarat itu juga berlaku untuk mantan narapidana
yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPR dan DPRD, sebagaimana
Putusan Mahkamah Konstitusi No 56/PUU-XVII/2019 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XX/2022 yang masing-masingnya dirilis
saat menjelang Pemilu 2019 dan 2024.
Sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang rilis pada 2019
mengenai calon anggota DPR dan DPRD, KPU merilis daftar nama mantan
narapidana kasus korupsi pada awal Januari, di waktu menjelang Pemilu 2019.
Daftar ini membeberkan 81 nama calon anggota legislatif yang merupakan
mantan narapidana kasus korupsi. KPU mengumumumkan kepada Mahkamah
Konstitusi daftar ini untuk memenuhi hak masyarakat agar mereka mengetahui
latar belakang calon anggota legislatif yang akan mereka pilih pada Pemilu
2019. Hal ini sejalan dengan UU No. 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Menjelang
Pemilu 2024 ini, hal serupa juga dilakukan untuk pencalonan anggota
legislatif. Indonesia Corruption Watch (ICW) telah merilis daftar nama caleg
mantan napi korupsi agar masyarakat dapat mengetahui rekam jejak mereka
sebelum mencoblos. ICW mengatakan, sebanyak 27 mantan napi korupsi maju
sebagai caleg DPR, 22 orang sebagai caleg DPRD provinsi dan
kabupaten/kota, dan 7 orang sebagai caleg DPD. Ada beberapa partai politik
(parpol) yang mengusung caleg mantan napi korupsi dalam Pileg tahun ini,
seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Indonesia
(Perindo), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 56 nama mantan
narapidana korupsi yang akan maju dalam pemilihan anggota legislatif KPU
telah memastikan bahwa calon tersebut telah melalui semua persyaratan yang
ada dan berhak untuk ikut serta dalam Pemilu 2024.
B. Saran
1. Perlunya kesadaran dari pemilih untuk memilih calon anggota legislatif
yang berintegritas, melalui Pendidikan pemilih yang dilakukan oleh KPU
dibantu dengan badan ad-hoc dibawahnya.
2. Meningkatkan intensitas pengawasan oleh badan pengawas pemilu
terhadap proses pencalonan anggota legislatif khususnya mantan
narapidana agar tidak terjadi penyimpangan terhadap regulasi yang ada.
3. Perlunya informasi yang lebih meluas kepada kemasyarakat yang awam
terkait calon anggota legislatif yang telah lolos persyaratan.
Ketersediaan
| SSYA20240133 | 133/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
133/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
