Kewenangan Pengadilan Negeri Dalam Menangani Permasalahan Hukum Pemilihan Umum (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt. Pst)
Muh. Ikhsan Nur/742352020111 - Personal Name
Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst, yang menuai
banyak kritik, mengabulkan seluruh gugatan penggugat (Partai Prima) in casu
dianggap sebagai wujud penyalahgunaan wewenang oleh pengadilan negeri (abuse of
power). Demikian penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertimbangan serta dasar
kewenangan hakim dalam menangani perkara a quo.
Penelitian ini menggunakan metode penulisan pustaka, dengan Putusan PN
Jakarta Pusat Nomor 757 dan peraturan perundang-undangan sebagai sumber primer.
Buku, jurnal, dan artikel yang relevan berfungsi sebagai sumber sekunder. Penulis
menerapkan pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan kasus,
dengan menelaah putusan tersebut melalui konstruksi hukum yang relevan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan majelis hakim PN Jkt
Pst sarat akan kepentingan politik pragmatis. Pernyataan berwenang mengadili dan
mengabulkan keseluruhan gugatan partai Prima, adalah suatu wujud ketidakpatuhan
in casu telah menegasikan peraturan perundang-undangan terkhusus mengenai
kompetensi absolut setiap lingkungan Peradilan. Mengingat dari hal yang keliru akan
menimbulkan suatu kesimpulan seenaknya (ex falso quodlibet), seperti halnya
Putusan PN Jkt Pst 757 yang merupakan manifestasi dari prinsip a quo, sebab perkara
a quo adalah wilayah kerja atau kewenangan dari PTUN.
A. Simpulan
1. Analisis penulis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, in casu dengan menyatakan memiliki kewenangan untuk mengadili
perkara berdasarkan putusan sela, serta menemukan bahwa KPU telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian
konstitusional bagi Partai Prima yang berujung terhadap putusan yang
menginstruksikan penundaan pemilu tahun 2024, hemat penulis, bahwa
terdapat keraguan mengenai hal a quo, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
seakan-akan cenderung terpengaruh oleh kepentingan politik pragmatis dan
kurang memperhatikan konsep rule of law baik prinsip suprmecay law dan
due process of law. Mengingat bahwa proses pertimbangan hukum yang
dilakukan oleh hakim, harus memperhatikan konteks spesifik dari perkara
dan wajib berusaha menegakkan prinsip keadilan secara menyeluruh.
2. Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan
partai Prima menunjukkan adanya kekeliruan dalam hal kompetensi
pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya menolak untuk
mengadili perkara ini sebab merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang secara eksplisit verbis telah diatur dalam ketentuan
hukum yang berlaku. Putusan a quo menunjukkan ketidakselarasan antara
penerapan hukum pemilu dan penggunaan hukum perdata umum, padahal
masalah yang dihadapi adalah sengketa proses pemilu (tata usaha negara).
B. Saran
1. Hakim dalam menangani kasus-kasus yang kompleks, seyogyanya perlu
melakukan penafsiran hukum yang mendalam. In casu mengembangkan
pemahaman yang komprehensif tentang teori dan prinsip-prinsip hukum yang
notabene sebagai penunjang dalam melahirkan putusan yang awali dengan
pertimbangan yang bijak. Kesetiaan hakim terhadap integritas, objektivitas,
dan independensi dalam melaksanakan tugas juga sangat penting dan perlu
menunjukkan sikap yang lebih progresif dalam memahami dan menerapkannya.
2. Mengingat peribahasa latin errare humanum est turpe en errore perseverare
sekurang-kurangnya dapat diartikan bahwa kekeliruan adalah manusiawi, tapi
tidaklah baik mempertahankan kekeliruan itu. Dengan demikian menjadi
suatu langkah yang bijak ketika kekeliruan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sebaiknya digunakan sebagai bahan evaluasi bagi lingkungan peradilan
lainnya terkhusus bagi Pengadilan Negeri (Jakarta Pusat) untuk lebih
memperhatikan yurisdiksi dan batasan dalam menangani perkara. Dilain sisi
ini juga penting bagi warga negara untuk memahami dan menyinkronkan
gugatan dengan peradilan yang berwenang. Terutama dalam kasus perdata
yang melibatkan badan atau pemerintah, perlu memperhatikan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penyelesaian Sengketa
Tindakan Pemerintah, Dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar
Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige
Overheidsdaad).
banyak kritik, mengabulkan seluruh gugatan penggugat (Partai Prima) in casu
dianggap sebagai wujud penyalahgunaan wewenang oleh pengadilan negeri (abuse of
power). Demikian penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertimbangan serta dasar
kewenangan hakim dalam menangani perkara a quo.
Penelitian ini menggunakan metode penulisan pustaka, dengan Putusan PN
Jakarta Pusat Nomor 757 dan peraturan perundang-undangan sebagai sumber primer.
Buku, jurnal, dan artikel yang relevan berfungsi sebagai sumber sekunder. Penulis
menerapkan pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan kasus,
dengan menelaah putusan tersebut melalui konstruksi hukum yang relevan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan majelis hakim PN Jkt
Pst sarat akan kepentingan politik pragmatis. Pernyataan berwenang mengadili dan
mengabulkan keseluruhan gugatan partai Prima, adalah suatu wujud ketidakpatuhan
in casu telah menegasikan peraturan perundang-undangan terkhusus mengenai
kompetensi absolut setiap lingkungan Peradilan. Mengingat dari hal yang keliru akan
menimbulkan suatu kesimpulan seenaknya (ex falso quodlibet), seperti halnya
Putusan PN Jkt Pst 757 yang merupakan manifestasi dari prinsip a quo, sebab perkara
a quo adalah wilayah kerja atau kewenangan dari PTUN.
A. Simpulan
1. Analisis penulis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, in casu dengan menyatakan memiliki kewenangan untuk mengadili
perkara berdasarkan putusan sela, serta menemukan bahwa KPU telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian
konstitusional bagi Partai Prima yang berujung terhadap putusan yang
menginstruksikan penundaan pemilu tahun 2024, hemat penulis, bahwa
terdapat keraguan mengenai hal a quo, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
seakan-akan cenderung terpengaruh oleh kepentingan politik pragmatis dan
kurang memperhatikan konsep rule of law baik prinsip suprmecay law dan
due process of law. Mengingat bahwa proses pertimbangan hukum yang
dilakukan oleh hakim, harus memperhatikan konteks spesifik dari perkara
dan wajib berusaha menegakkan prinsip keadilan secara menyeluruh.
2. Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan
partai Prima menunjukkan adanya kekeliruan dalam hal kompetensi
pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya menolak untuk
mengadili perkara ini sebab merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang secara eksplisit verbis telah diatur dalam ketentuan
hukum yang berlaku. Putusan a quo menunjukkan ketidakselarasan antara
penerapan hukum pemilu dan penggunaan hukum perdata umum, padahal
masalah yang dihadapi adalah sengketa proses pemilu (tata usaha negara).
B. Saran
1. Hakim dalam menangani kasus-kasus yang kompleks, seyogyanya perlu
melakukan penafsiran hukum yang mendalam. In casu mengembangkan
pemahaman yang komprehensif tentang teori dan prinsip-prinsip hukum yang
notabene sebagai penunjang dalam melahirkan putusan yang awali dengan
pertimbangan yang bijak. Kesetiaan hakim terhadap integritas, objektivitas,
dan independensi dalam melaksanakan tugas juga sangat penting dan perlu
menunjukkan sikap yang lebih progresif dalam memahami dan menerapkannya.
2. Mengingat peribahasa latin errare humanum est turpe en errore perseverare
sekurang-kurangnya dapat diartikan bahwa kekeliruan adalah manusiawi, tapi
tidaklah baik mempertahankan kekeliruan itu. Dengan demikian menjadi
suatu langkah yang bijak ketika kekeliruan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sebaiknya digunakan sebagai bahan evaluasi bagi lingkungan peradilan
lainnya terkhusus bagi Pengadilan Negeri (Jakarta Pusat) untuk lebih
memperhatikan yurisdiksi dan batasan dalam menangani perkara. Dilain sisi
ini juga penting bagi warga negara untuk memahami dan menyinkronkan
gugatan dengan peradilan yang berwenang. Terutama dalam kasus perdata
yang melibatkan badan atau pemerintah, perlu memperhatikan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penyelesaian Sengketa
Tindakan Pemerintah, Dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar
Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige
Overheidsdaad).
Ketersediaan
| SSYA20240243 | 243/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
243/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
