Disparitas Putusan Pengadilan Agama Akibat Perceraian Karena Murtad (Studi Kritis Terhadap Putusan PA Wamena Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W Dan Putusan PA Tanjung Redep Nomor 36/Pdt.G/2022/PA.TR)
Andika Pratama/742302019018 - Personal Name
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perceraiaan karena murtad
dalam perspektif hukum Islam dan faktor penyebab terjadinya disparitas putusan PA
Wamena Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W dan Putusan PA Tanjung Redeb Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR terhadap perceraian karena murtad. Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode pengumpulan
data dan cara memahami serta mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang
berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan teologis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perceraian karena murtad dalam
perspektif hukum Islam, jumhur ulama mengatakan apabila hal tersebut terjadi maka
perkawinan tersebut otomatis putus (fasakh), karena pada dasarnya perkawinan yang
dilakukan antara orang Islam dengan orang non Islam tidak dibolehkan. Adapun
faktor yang menyebabkan disparitas antara putusan PA Wamena Nomor
34/Pdt.G/2022/PA.W dan Putusan PA Tanjung Redeb Nomor 36/Pdt.G/2022/PA.TR
adalah: Pertama, faktor internal hakim yakni adanya perbedaan pandangan dalam
melakukan pertimbangan hukum dan melihat fakta-fakta hukumnya, Kedua, faktor
eksternal yakni kurangnya kepekaan dua sumber utama yaitu Undang-Undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Implikasi dari penelitian ini yakni
memberikan pemahaman kepada masyarakat umum bahwa hakim dalam memutus
perkara perceraian karena murtad di beberapa Pengadilan Agama mengalami
perbedaan dalam memutus perceraian tersebut.
A. Kesimpulan
1. Dalam Islam, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non
muslim kecuali dia adalah ahli kitab. Wanita muslimah juga diharamkan
menikah dengan pria non-muslim, meskipun dia adalah Ahli Kitab (Yahudi
atau Nasrani), sebagian ulama yang menganggap jika kemurtad an itu
dilakukan oleh pihak suami maka bentuk perceraiannya adalah thalāq , akan
tetapi jumhur ulama menganggap bahwa perceraian yang disebabkan oleh
kemurtad an suami atau istri adalah fasakh.
2. Terdapat dua faktor penenyebab terjadinya disparitas Putusan Pengadilan
Agama Wamena dan Tanjung Redeb, pertama, Faktor Internal yang merupakan
faktor pribadi hakim yang menyebabkan disparitas. Pada Putusan dengan
Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W, Majelis Hakim telah tepat dalam menjatuhkan
putusan perceraian karena murtad dengan memperhatikan berbagai
pertimbangan hukum. Sebaliknya pada Putusan Nomor 36/Pdt.G/2022/PA.TR,
Majelis Hakim belum memperhatikan konsep maqāṣid syarī„ah dengan baik
yaitu menjaga agama (ḥifdẓ al-dīn). Kedua, Faktor eksternal yaitu Undang-
Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam menjadi subjek perceraian
karena murtad , yang mengakibatkan Majelis Hakim pada Putusan Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR. akhirnya menjatuhkan thalāq satu ba„in shugrā karena
tidak adanya pasal dalam Kompilasi Hukum Islam yang spesifik terhadap
pandangan perceraian akibat murtad .
B. Saran
Setelah melakukan peneltian mengenai “Disparitas Putusan Pengadilan
Agama Akibat Perceraian karena Murtad (Studi Kritis Terhadap Putusan PA
Wamena Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W Dan Putusan PA Tanjung Redep Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR)” maka saran penulis sebagai berikut:
1. Perbedaan dalam putusan perceraian karena murtad , masih akan ada jika tidak
ada aturan khusus seputar topik ini. Meskipun perceraian karena murtad
diperbolehkan dalam Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam, namun
harus di ikuti apabila murtd tersebut mengakibatkan ketidak rukunan dalam
rumahtangga. Untuk mencapai kepastian hukum, perlu dorong pemerintah,
dalam hal ini seluruh jajaran pembentuk undang-undang dan lainnya, untuk
menetapkan aturan-aturan khusus sebagai jawaban atas kebutuhan hukum
tersebut.
2. Hendaknya hakim harus lebih teliti atau jeli dalam menangani permasalahan
perceraian karena murtad sebelum memutus suatu perkara tersebut, kemudian
hakim jangan hanya terpaku pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam saja karena
didalamnya tidak mengatur secara spesifik mengenai perceraian karena murtad
. Bagi pasangan yang dirugikan akibat perceraian karena murtad , negara dalam
hal ini Pengadilan Agama harus berupaya memberikan perlindungan hukum
yang setinggi-tingginya.
dalam perspektif hukum Islam dan faktor penyebab terjadinya disparitas putusan PA
Wamena Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W dan Putusan PA Tanjung Redeb Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR terhadap perceraian karena murtad. Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode pengumpulan
data dan cara memahami serta mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang
berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, dengan
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan teologis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perceraian karena murtad dalam
perspektif hukum Islam, jumhur ulama mengatakan apabila hal tersebut terjadi maka
perkawinan tersebut otomatis putus (fasakh), karena pada dasarnya perkawinan yang
dilakukan antara orang Islam dengan orang non Islam tidak dibolehkan. Adapun
faktor yang menyebabkan disparitas antara putusan PA Wamena Nomor
34/Pdt.G/2022/PA.W dan Putusan PA Tanjung Redeb Nomor 36/Pdt.G/2022/PA.TR
adalah: Pertama, faktor internal hakim yakni adanya perbedaan pandangan dalam
melakukan pertimbangan hukum dan melihat fakta-fakta hukumnya, Kedua, faktor
eksternal yakni kurangnya kepekaan dua sumber utama yaitu Undang-Undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Implikasi dari penelitian ini yakni
memberikan pemahaman kepada masyarakat umum bahwa hakim dalam memutus
perkara perceraian karena murtad di beberapa Pengadilan Agama mengalami
perbedaan dalam memutus perceraian tersebut.
A. Kesimpulan
1. Dalam Islam, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non
muslim kecuali dia adalah ahli kitab. Wanita muslimah juga diharamkan
menikah dengan pria non-muslim, meskipun dia adalah Ahli Kitab (Yahudi
atau Nasrani), sebagian ulama yang menganggap jika kemurtad an itu
dilakukan oleh pihak suami maka bentuk perceraiannya adalah thalāq , akan
tetapi jumhur ulama menganggap bahwa perceraian yang disebabkan oleh
kemurtad an suami atau istri adalah fasakh.
2. Terdapat dua faktor penenyebab terjadinya disparitas Putusan Pengadilan
Agama Wamena dan Tanjung Redeb, pertama, Faktor Internal yang merupakan
faktor pribadi hakim yang menyebabkan disparitas. Pada Putusan dengan
Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W, Majelis Hakim telah tepat dalam menjatuhkan
putusan perceraian karena murtad dengan memperhatikan berbagai
pertimbangan hukum. Sebaliknya pada Putusan Nomor 36/Pdt.G/2022/PA.TR,
Majelis Hakim belum memperhatikan konsep maqāṣid syarī„ah dengan baik
yaitu menjaga agama (ḥifdẓ al-dīn). Kedua, Faktor eksternal yaitu Undang-
Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam menjadi subjek perceraian
karena murtad , yang mengakibatkan Majelis Hakim pada Putusan Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR. akhirnya menjatuhkan thalāq satu ba„in shugrā karena
tidak adanya pasal dalam Kompilasi Hukum Islam yang spesifik terhadap
pandangan perceraian akibat murtad .
B. Saran
Setelah melakukan peneltian mengenai “Disparitas Putusan Pengadilan
Agama Akibat Perceraian karena Murtad (Studi Kritis Terhadap Putusan PA
Wamena Nomor 34/Pdt.G/2022/PA.W Dan Putusan PA Tanjung Redep Nomor
36/Pdt.G/2022/PA.TR)” maka saran penulis sebagai berikut:
1. Perbedaan dalam putusan perceraian karena murtad , masih akan ada jika tidak
ada aturan khusus seputar topik ini. Meskipun perceraian karena murtad
diperbolehkan dalam Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam, namun
harus di ikuti apabila murtd tersebut mengakibatkan ketidak rukunan dalam
rumahtangga. Untuk mencapai kepastian hukum, perlu dorong pemerintah,
dalam hal ini seluruh jajaran pembentuk undang-undang dan lainnya, untuk
menetapkan aturan-aturan khusus sebagai jawaban atas kebutuhan hukum
tersebut.
2. Hendaknya hakim harus lebih teliti atau jeli dalam menangani permasalahan
perceraian karena murtad sebelum memutus suatu perkara tersebut, kemudian
hakim jangan hanya terpaku pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam saja karena
didalamnya tidak mengatur secara spesifik mengenai perceraian karena murtad
. Bagi pasangan yang dirugikan akibat perceraian karena murtad , negara dalam
hal ini Pengadilan Agama harus berupaya memberikan perlindungan hukum
yang setinggi-tingginya.
Ketersediaan
| SSYA2023042 | 42/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
42/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
