Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XI/2013 Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran Melampaui Batas Satu Tahun
Esty Maulana. M/742352019075 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran Melampaui Batas
Satu Tahun. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana mekanisme
pencatatan akta kelahiran menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan dan bagaimana implikasi yuridis yang ditimbulkan
dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 terhadap penerbitan
akta kelahiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pencatatan akta
kelahiran menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan konsekuensi yuridis yang ditimbulkan dalam putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 terhadap penerbitan akta kelahiran. Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (libraray research), dianalisis dengan pendekatan
yuridis normatif dan dibahas dengan menggunakan metode analisis deskriptif
analitis.
Hasil penelitian menujukkan bahwa Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran Melampaui Batas Satu
Tahun yakni mekanisme pencatatan kelahiran berdasarkan Pasal 32 ayat (2) UU
Adminduk, pelayanan permohonan akta kelahiran yang melampaui batas waktu 1
(satu) tahun dapat langsung dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
tanpa harus mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri. Implikasi Yuridis yang
ditimbulkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap
Penerbitan Akta Kelahiran yakni perubahan kewenangan, dimana mekanisme
pencatatan kelahiran di Pengadilan Negeri beralih ke Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil untuk mencatat peristiwa sekaligus pencatatan kelahiran apabila telah
melampaui batas jangka waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun.
Hal ini dikarenakan berdasarkan surat edaran menyatakaan Undang-Undang
Administrasi Pasal 32 Ayat 2 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Implikasi dari penelitian ini: 1) Pemerintah harusnya menyediakan layanan
yang sederhana dan terjangkau, demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak
dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan sebagaimana tertuang di dalam Pasal
32 ayat (1); 2) Peralihan kewenangan ke Disdukcapil harusnya disikapi dengan hati-
hati dalam menetapkan kedudukan hukum bagi status anak agar perlindungan hukum
terhadap pemenuhan akta kelahiran tetap terjaga.
A. Kesimpulan
1. Mekanisme Pencatatan Akta Kelahiran Menurut Ketentuan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan yakni sesuai
dengan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Administrasi Kependudukan,
menyatakan pelayanan permohonan akta kelahiran yang melampaui batas
waktu 1 (satu) tahun dapat langsung dilakukan di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil tanpa harus mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Administrasi
Kependudukan, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
kelahiran. Ayat (2) menyatakan bahwa berdasarkan laporan sebagaimana
dimaksud ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat register akta kelahiran
dan menerbitkan kutipan akta kelahiran. Sementara untuk pencatatan
kelahiran dalam register akta kelahiran dan penerbitan kutipan akta kelahiran
terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya
atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang
menemukan dilengkapi berita acara pemeriksaan dari kepolisan. Untuk
pencatatan akta kelahiran yang melebihi jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran harus mendapat
keputusan dari Kepala Instansi.
2. Konsekuensi Yuridis yang ditimbulkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Penerbitan Akta Kelahiran yakni
berdasarkan surat edaran menyatakaan Undang-Undang Administrasi Pasal 32
Ayat 2 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terjadi perubahan
kewenangan, dimana mekanisme pencatatan kelahiran di Pengadilan Negeri
beralih ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mencatat peristiwa
sekaligus pencatatan kelahiran apabila telah melampaui batas jangka waktu 60
(enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun. Hal ini dikarenakan
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan Pasal Undang-Undang
Administrasi Kependudukan dianggap telah melanggar konstitusi yakni Pasal
27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Selain itu pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang
Adminduk dirasakan sangat diskriminatif dan tidak sesuai dengan Pasal 28D
ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimana jaminan hak anak untuk
memperoleh status kewarganegaraan telah dibebani kewajiban sekaligus
sanksi apabila terlambat melaporkan 1 (satu) tahun diwajibkan untuk meminta
penetapan melalui Pengadilan Negeri. Persoalan pengurusan ke Pengadilan
Negeri dianggap menjadi salah satu problematika mengingat akses ke
Pengadilan sendiri yang belum merata, terlebih kondisi inilah yang sangat
memberatkan masyarakat, khususnya secara tidak langsung telah
menimbulkan biaya yang besar baik itu beban biaya persidangan di
Pengadilan Negeri.
B. Saran
1. Pemerintah harusnya menyediakan layanan yangsederhana dan terjangkau,
demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang
terlambat dilaporkan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 32 ayat (1).
2. Peralihan kewenangan ke disdukcapil harusnya disikapi dengan hati-hati
dalam menetapkan kedudukan hukum bagi status anak. Oleh karenanya
dengan adanya beban tugas dan kewenangan baru maka disdukcapil perlu di
dukung oleh semua elemen pemangku kepentingan termasuk pula segera
membuat aturan mengenai mekanisme pembuktian keasbsahan dokumen
pendukung akta kelahiran khususnya untuk pencatatan kelahiran yang
terlambat di atas 1 (satu) tahun, agar perlindungan hukum terhadap
pemenuhan akta kelahiran tetap terjaga.
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran Melampaui Batas
Satu Tahun. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana mekanisme
pencatatan akta kelahiran menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan dan bagaimana implikasi yuridis yang ditimbulkan
dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 terhadap penerbitan
akta kelahiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pencatatan akta
kelahiran menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan konsekuensi yuridis yang ditimbulkan dalam putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 terhadap penerbitan akta kelahiran. Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (libraray research), dianalisis dengan pendekatan
yuridis normatif dan dibahas dengan menggunakan metode analisis deskriptif
analitis.
Hasil penelitian menujukkan bahwa Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran Melampaui Batas Satu
Tahun yakni mekanisme pencatatan kelahiran berdasarkan Pasal 32 ayat (2) UU
Adminduk, pelayanan permohonan akta kelahiran yang melampaui batas waktu 1
(satu) tahun dapat langsung dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
tanpa harus mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri. Implikasi Yuridis yang
ditimbulkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap
Penerbitan Akta Kelahiran yakni perubahan kewenangan, dimana mekanisme
pencatatan kelahiran di Pengadilan Negeri beralih ke Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil untuk mencatat peristiwa sekaligus pencatatan kelahiran apabila telah
melampaui batas jangka waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun.
Hal ini dikarenakan berdasarkan surat edaran menyatakaan Undang-Undang
Administrasi Pasal 32 Ayat 2 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Implikasi dari penelitian ini: 1) Pemerintah harusnya menyediakan layanan
yang sederhana dan terjangkau, demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak
dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan sebagaimana tertuang di dalam Pasal
32 ayat (1); 2) Peralihan kewenangan ke Disdukcapil harusnya disikapi dengan hati-
hati dalam menetapkan kedudukan hukum bagi status anak agar perlindungan hukum
terhadap pemenuhan akta kelahiran tetap terjaga.
A. Kesimpulan
1. Mekanisme Pencatatan Akta Kelahiran Menurut Ketentuan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan yakni sesuai
dengan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Administrasi Kependudukan,
menyatakan pelayanan permohonan akta kelahiran yang melampaui batas
waktu 1 (satu) tahun dapat langsung dilakukan di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil tanpa harus mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Administrasi
Kependudukan, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
kelahiran. Ayat (2) menyatakan bahwa berdasarkan laporan sebagaimana
dimaksud ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat register akta kelahiran
dan menerbitkan kutipan akta kelahiran. Sementara untuk pencatatan
kelahiran dalam register akta kelahiran dan penerbitan kutipan akta kelahiran
terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya
atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang
menemukan dilengkapi berita acara pemeriksaan dari kepolisan. Untuk
pencatatan akta kelahiran yang melebihi jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran harus mendapat
keputusan dari Kepala Instansi.
2. Konsekuensi Yuridis yang ditimbulkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XI/2013 Terhadap Penerbitan Akta Kelahiran yakni
berdasarkan surat edaran menyatakaan Undang-Undang Administrasi Pasal 32
Ayat 2 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terjadi perubahan
kewenangan, dimana mekanisme pencatatan kelahiran di Pengadilan Negeri
beralih ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mencatat peristiwa
sekaligus pencatatan kelahiran apabila telah melampaui batas jangka waktu 60
(enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun. Hal ini dikarenakan
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketentuan Pasal Undang-Undang
Administrasi Kependudukan dianggap telah melanggar konstitusi yakni Pasal
27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Selain itu pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang
Adminduk dirasakan sangat diskriminatif dan tidak sesuai dengan Pasal 28D
ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimana jaminan hak anak untuk
memperoleh status kewarganegaraan telah dibebani kewajiban sekaligus
sanksi apabila terlambat melaporkan 1 (satu) tahun diwajibkan untuk meminta
penetapan melalui Pengadilan Negeri. Persoalan pengurusan ke Pengadilan
Negeri dianggap menjadi salah satu problematika mengingat akses ke
Pengadilan sendiri yang belum merata, terlebih kondisi inilah yang sangat
memberatkan masyarakat, khususnya secara tidak langsung telah
menimbulkan biaya yang besar baik itu beban biaya persidangan di
Pengadilan Negeri.
B. Saran
1. Pemerintah harusnya menyediakan layanan yangsederhana dan terjangkau,
demi kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang
terlambat dilaporkan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 32 ayat (1).
2. Peralihan kewenangan ke disdukcapil harusnya disikapi dengan hati-hati
dalam menetapkan kedudukan hukum bagi status anak. Oleh karenanya
dengan adanya beban tugas dan kewenangan baru maka disdukcapil perlu di
dukung oleh semua elemen pemangku kepentingan termasuk pula segera
membuat aturan mengenai mekanisme pembuktian keasbsahan dokumen
pendukung akta kelahiran khususnya untuk pencatatan kelahiran yang
terlambat di atas 1 (satu) tahun, agar perlindungan hukum terhadap
pemenuhan akta kelahiran tetap terjaga.
Ketersediaan
| SSYA20230206 | 206/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
206/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
