Perlindungan Hak Politik Mantan Narapidana dalam Pendekatan Siyasah Syariyyah (Studi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019)
Rahma Dani/742352019028 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang Perlindungan Hak Politik Mantan Narapidana dalam
Pendekatan siyasah syariyyah (Studi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019).
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah keterlibatan mantan narapidana
dalam politik memicu diskursus tentang hak asasi manusia dan perlindungannya oleh
Mahkamah Konstitusi. Seperti hak untuk turut serta dalam pemilihan umum sebagai
sarana berdemokrasi bagi warga negara dan merupakan hak politik warga negara
yang dijamin oleh konstitusi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana ketentuan
yuridis dan pertimbangan hukumnya serta bagaimana perlindungan hak politik
mantan narapidana dikaitkan dengan pendekatan siyasah syariyyah. Demi
memberikan kepastian hukum terkait hak politik bagi mantan narapidana.
Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka liberary research yaitu suatu metode
yang digunakan dengan jalan menelaah beberapa buku sebagai sumber datanya.
Dalam hal ini peneliti menekankan sumber bahan hukum yang terdiri buku-buku
hukum, jurnal, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan mahkamah konstitusi
yang berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti kaji, dan literature yang
berkaitan dengan objek penelitian. Masalah pada penelitian ini dianalisis dengan
yuridis normatif melalui studi kepustakaan liberary research dan dibahas dengan
menggunakan metode kualitatif normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019,
Mahkamah Konstitusi memperbolehkan mantan narapidana sebagai calon kepala
daerah dengan syarat pertimbangan dasar hukum pada Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E
ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Yakni mantan narapidana ini mengakui dan
mempublikasikan perbuatannya, boleh mencalonkan 5 tahun setelah menjalani masa
pidana, dan perbuatan yang dilakukan bukan merupakan perbuatan residivis. Kedua,
tinjauan kajian siyasah syariyyah berdasarkan QS An-Nisa/4: 110, memperbolehkan
mantan narapidana menjadi calon kepala daerah. Karena barangsiapa mengerjakan
suatu perbuatan buruk dan zalim terhadap dirinya sendiri dengan melakukan
pelanggaran terhadap hukum Allah kemudian dia kembali kepada Allah dengan
penyesalan, niscaya akan mendapati ampunan dari Allah.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang telah penulis paparkan dapat ditarik kesimpulan
yaitu:
1. Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 memperbolehkan mantan narapidana
menjadi calon kepala daerah dengan dasar konstitusional yakni Pasal 18, Pasal
22E, Pasal 28D. sehingga pertimbangan hukum Pasal 7 ayat (2) huruf g UU
No 10 Tahun 2016 menyatakan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun
atau lebih, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun
menjalani pidana penjara. secara jujur atau terbuka mengumumkan dirinya
sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang residivis.
2. Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 telah memperbolehkan mantan
narapidana menjadi calon kepala daerah dengan syarat-syarat tertentu berarti
telah mengembalikan hak-hak seorang mantan narapidana dengan dapat ikut
berparitisipasi dalam politik. Jika dikaitkan dengan pendekatan siyasah
syariyyah, dalam Al-Qur’an surah An-Nisa/4: 110 dijelaskan bahwa barang
siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia
mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Ciri pemimpin menurut Ibn Khaldun, yaitu: 1)
memiliki pengetahuan (ilm); 2) adil; 3) memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugasnya (al-kifayah); 4) anggota badannya tidak cacat dan
panca inderanya normal. Mantan narapidana harus melaksanakan dan
menuruti kebijakan dan memenuhi syarat seorang pemimpin menurut Islam,
yang menjadi syarat keadilan bagi dirinya, dan tidak cukup hanya taubat
penyesalan tetapi harus melewati waktu mengikuti aturan yang telah diuraikan
dalam putusan dan aturan siyasah syariyyah tersebut.
B. Saran
Setelah dilakukan pengkajian tentang Perlindungan Hak Politik Mantan
Narapidana (Studi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019) Maka berdasarkan
kesimpulan penulis dapat memberikan saran, sebagai berikut:
1. Penulis berharab pemerintah dalam menangani persoalan hak politik dari
mantan narapidana untuk dibuatkan peraturan perundang-undangan yang lebih
kuat agar tidak menimbulkan multi tafsir sehingga tidak menjadi polemik
dikemudian hari. adanya putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan
mantan narapidana mempunyai hak yang sama untuk mencalonkan diri
dalam pemilihan umum.
2. Penulis berharap kepada masyarakat agar dapat lebih terbuka pemikiranya
agar dapat menyaring calon yang dapat diberikan dan tidak dapat diberikan
kesempatan dalam politik. Tentunya setelah mantan narapidana telah
menjalani hukumannya, taubat penyesalan dan telah memenuhi syarat-syarat
yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No.
56/PUU-XVII/2019.
Pendekatan siyasah syariyyah (Studi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019).
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah keterlibatan mantan narapidana
dalam politik memicu diskursus tentang hak asasi manusia dan perlindungannya oleh
Mahkamah Konstitusi. Seperti hak untuk turut serta dalam pemilihan umum sebagai
sarana berdemokrasi bagi warga negara dan merupakan hak politik warga negara
yang dijamin oleh konstitusi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana ketentuan
yuridis dan pertimbangan hukumnya serta bagaimana perlindungan hak politik
mantan narapidana dikaitkan dengan pendekatan siyasah syariyyah. Demi
memberikan kepastian hukum terkait hak politik bagi mantan narapidana.
Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka liberary research yaitu suatu metode
yang digunakan dengan jalan menelaah beberapa buku sebagai sumber datanya.
Dalam hal ini peneliti menekankan sumber bahan hukum yang terdiri buku-buku
hukum, jurnal, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan mahkamah konstitusi
yang berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti kaji, dan literature yang
berkaitan dengan objek penelitian. Masalah pada penelitian ini dianalisis dengan
yuridis normatif melalui studi kepustakaan liberary research dan dibahas dengan
menggunakan metode kualitatif normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019,
Mahkamah Konstitusi memperbolehkan mantan narapidana sebagai calon kepala
daerah dengan syarat pertimbangan dasar hukum pada Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E
ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Yakni mantan narapidana ini mengakui dan
mempublikasikan perbuatannya, boleh mencalonkan 5 tahun setelah menjalani masa
pidana, dan perbuatan yang dilakukan bukan merupakan perbuatan residivis. Kedua,
tinjauan kajian siyasah syariyyah berdasarkan QS An-Nisa/4: 110, memperbolehkan
mantan narapidana menjadi calon kepala daerah. Karena barangsiapa mengerjakan
suatu perbuatan buruk dan zalim terhadap dirinya sendiri dengan melakukan
pelanggaran terhadap hukum Allah kemudian dia kembali kepada Allah dengan
penyesalan, niscaya akan mendapati ampunan dari Allah.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang telah penulis paparkan dapat ditarik kesimpulan
yaitu:
1. Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 memperbolehkan mantan narapidana
menjadi calon kepala daerah dengan dasar konstitusional yakni Pasal 18, Pasal
22E, Pasal 28D. sehingga pertimbangan hukum Pasal 7 ayat (2) huruf g UU
No 10 Tahun 2016 menyatakan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun
atau lebih, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun
menjalani pidana penjara. secara jujur atau terbuka mengumumkan dirinya
sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang residivis.
2. Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 telah memperbolehkan mantan
narapidana menjadi calon kepala daerah dengan syarat-syarat tertentu berarti
telah mengembalikan hak-hak seorang mantan narapidana dengan dapat ikut
berparitisipasi dalam politik. Jika dikaitkan dengan pendekatan siyasah
syariyyah, dalam Al-Qur’an surah An-Nisa/4: 110 dijelaskan bahwa barang
siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia
mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Ciri pemimpin menurut Ibn Khaldun, yaitu: 1)
memiliki pengetahuan (ilm); 2) adil; 3) memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugasnya (al-kifayah); 4) anggota badannya tidak cacat dan
panca inderanya normal. Mantan narapidana harus melaksanakan dan
menuruti kebijakan dan memenuhi syarat seorang pemimpin menurut Islam,
yang menjadi syarat keadilan bagi dirinya, dan tidak cukup hanya taubat
penyesalan tetapi harus melewati waktu mengikuti aturan yang telah diuraikan
dalam putusan dan aturan siyasah syariyyah tersebut.
B. Saran
Setelah dilakukan pengkajian tentang Perlindungan Hak Politik Mantan
Narapidana (Studi Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019) Maka berdasarkan
kesimpulan penulis dapat memberikan saran, sebagai berikut:
1. Penulis berharab pemerintah dalam menangani persoalan hak politik dari
mantan narapidana untuk dibuatkan peraturan perundang-undangan yang lebih
kuat agar tidak menimbulkan multi tafsir sehingga tidak menjadi polemik
dikemudian hari. adanya putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan
mantan narapidana mempunyai hak yang sama untuk mencalonkan diri
dalam pemilihan umum.
2. Penulis berharap kepada masyarakat agar dapat lebih terbuka pemikiranya
agar dapat menyaring calon yang dapat diberikan dan tidak dapat diberikan
kesempatan dalam politik. Tentunya setelah mantan narapidana telah
menjalani hukumannya, taubat penyesalan dan telah memenuhi syarat-syarat
yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No.
56/PUU-XVII/2019.
Ketersediaan
| STAR20230007 | 07/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
07/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
