Eksistensi Walimah Dalam Pernikahan Adat Bugis Ditunjauh Dari Hukum Islam ( Studi Kasus Di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone)
Kamsiani/742302019114 - Personal Name
Penelitian ini membahas tentang Eksistensi Walimah Dalam Pernikahan Adat Bugis
Ditinjauh Dari Hukum Islam (Studi Kasus Desa Mappalo Ulaweng Kecamatan
Awangpone). Pokok masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah
bagaimana eksistensi walimah ditinjauh dari segi hukum Islam dan dan untuk
pandangan masyarakat mengenai walimah di Desa Mattoanging KecamatanTellu
Siattinge Kabupaten Bone. Adapun Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian
ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis Normatif, yuridid teologis normatif, sosiologis, dan yuridis
empiris. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan
dokumentasi. Adapun tekhnik Analisis data yang digunakan adalah reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Eksistensi Walimah dalam hukum Islam adalah sunnah dan juga dipahami sebagai
anjuran Nabi saw untuk melaksanakan jamuan makanan dalam perkawinan danTanda
rasa syukur serta sarana silaturrahim bagi sesama. Standar eksistensi pelaksanaan
walimah tergantung pada kesanggupan bagi kedua mempelai (suami istri), dan lebih
khusus lagi bagi calon suami. Mengadakan pesta perkawinan itu hanyalah merupakan
anjuran, karena tidak semua orang mampu melakukannya, tergantung pada
kemampuan ekonomi bagi kedua belah pihak, khususnya bagi suami. Memotong
seekor kambing, dipahami menunjukkan kadar minimal perjamuan makan dalam
pesta perkawinan. Hal ini pula menunjukkan perlunya diadakan pesta, sebagai rasa
kesyukuran bagi keluarga mempelai. Walimah di Desa Mattoanging Kecamatan
Tellusiattinge merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan berkaitan dengan
dilangsungkannya sebuah pernikahan. Meskipun tujuan awalnya dalam mengadakan
Walimatul adalah baik, tetapi terkadang menimbulkan dampak yang diiakibatkan
merugikan masyarakat. Menyelenggarakan walimatul tidaklah memberatkan diri,
apalagi menyelenggarakan walimah hanya sekedar pamer kekayaan atau mencari
kehormatan. Islam melarang keras perilaku seperti ini merupakan perbuatan riya.
Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan pelaksanaan walimah adakalnya
menyembelih kambing dan adakalanya pula hanya menyughkan kurma kering, susu
dan minyak sama.
A. Kesimpulan
1. Eksistensi Walimah dalam hukum Islam, dipahami sebagai anjuran Nabi saw
untuk melaksanakan jamuan makanan dalam pernikahan dan Tanda rasa
syukur serta sarana silaturrahim bagi sesama. Standar eksistensi pelaksanaan
walimah tergantung pada kesanggupan bagi kedua mempelai (suami istri), dan
lebih khusus lagi bagi calon suami.
2. Prosesi Walimah di Desa Mattoanging Kecamatan Tellusiattinge merupakan
suatu tradisi dalam sebuah pernikahan. Di desa mattoanging mereka
menjadikan walimah sesuatu yang wajib dilaksanakan, wajib dalam hal ini
adalah tidak mesti melaksanakan walimah dalam bentuk besar-besaran, tidak
boleh memberatkan diri, ataupun pamer kekayaan, Islam melarang keras
perilaku seperti ini merupakan perbuatan riya, akan tetapi wajib disini ialah
cukup memberitahukan kemasyarakat sekitar atau desa tersebut bahwa mereka
telah resmi jadi suami istri agar nantinya tidak terjadi kesalahpahaman di desa
tersebut. Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan pelaksanaan walimah
adakalanya menyembelih kambing dan adakalanya pula hanya menyughkan
kurma kering, susu dan minyak.
B. Saran
Mengingat maksud dan tujuan dari resepsi pernikahan (walimh) adalah untuk
memberitahukan kepada khalayak dan mempererat tali silaturahmi, alangkah
baiknya jika diadakan dengan sebaik-baiknya tanpa memberatkan salah satu
pihak dan dilaksankan sesuai ajuran Nabi Muhammad saw.
Ditinjauh Dari Hukum Islam (Studi Kasus Desa Mappalo Ulaweng Kecamatan
Awangpone). Pokok masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah
bagaimana eksistensi walimah ditinjauh dari segi hukum Islam dan dan untuk
pandangan masyarakat mengenai walimah di Desa Mattoanging KecamatanTellu
Siattinge Kabupaten Bone. Adapun Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian
ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis Normatif, yuridid teologis normatif, sosiologis, dan yuridis
empiris. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan
dokumentasi. Adapun tekhnik Analisis data yang digunakan adalah reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Eksistensi Walimah dalam hukum Islam adalah sunnah dan juga dipahami sebagai
anjuran Nabi saw untuk melaksanakan jamuan makanan dalam perkawinan danTanda
rasa syukur serta sarana silaturrahim bagi sesama. Standar eksistensi pelaksanaan
walimah tergantung pada kesanggupan bagi kedua mempelai (suami istri), dan lebih
khusus lagi bagi calon suami. Mengadakan pesta perkawinan itu hanyalah merupakan
anjuran, karena tidak semua orang mampu melakukannya, tergantung pada
kemampuan ekonomi bagi kedua belah pihak, khususnya bagi suami. Memotong
seekor kambing, dipahami menunjukkan kadar minimal perjamuan makan dalam
pesta perkawinan. Hal ini pula menunjukkan perlunya diadakan pesta, sebagai rasa
kesyukuran bagi keluarga mempelai. Walimah di Desa Mattoanging Kecamatan
Tellusiattinge merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan berkaitan dengan
dilangsungkannya sebuah pernikahan. Meskipun tujuan awalnya dalam mengadakan
Walimatul adalah baik, tetapi terkadang menimbulkan dampak yang diiakibatkan
merugikan masyarakat. Menyelenggarakan walimatul tidaklah memberatkan diri,
apalagi menyelenggarakan walimah hanya sekedar pamer kekayaan atau mencari
kehormatan. Islam melarang keras perilaku seperti ini merupakan perbuatan riya.
Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan pelaksanaan walimah adakalnya
menyembelih kambing dan adakalanya pula hanya menyughkan kurma kering, susu
dan minyak sama.
A. Kesimpulan
1. Eksistensi Walimah dalam hukum Islam, dipahami sebagai anjuran Nabi saw
untuk melaksanakan jamuan makanan dalam pernikahan dan Tanda rasa
syukur serta sarana silaturrahim bagi sesama. Standar eksistensi pelaksanaan
walimah tergantung pada kesanggupan bagi kedua mempelai (suami istri), dan
lebih khusus lagi bagi calon suami.
2. Prosesi Walimah di Desa Mattoanging Kecamatan Tellusiattinge merupakan
suatu tradisi dalam sebuah pernikahan. Di desa mattoanging mereka
menjadikan walimah sesuatu yang wajib dilaksanakan, wajib dalam hal ini
adalah tidak mesti melaksanakan walimah dalam bentuk besar-besaran, tidak
boleh memberatkan diri, ataupun pamer kekayaan, Islam melarang keras
perilaku seperti ini merupakan perbuatan riya, akan tetapi wajib disini ialah
cukup memberitahukan kemasyarakat sekitar atau desa tersebut bahwa mereka
telah resmi jadi suami istri agar nantinya tidak terjadi kesalahpahaman di desa
tersebut. Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan pelaksanaan walimah
adakalanya menyembelih kambing dan adakalanya pula hanya menyughkan
kurma kering, susu dan minyak.
B. Saran
Mengingat maksud dan tujuan dari resepsi pernikahan (walimh) adalah untuk
memberitahukan kepada khalayak dan mempererat tali silaturahmi, alangkah
baiknya jika diadakan dengan sebaik-baiknya tanpa memberatkan salah satu
pihak dan dilaksankan sesuai ajuran Nabi Muhammad saw.
Ketersediaan
| SSYA20240057 | 57/2024 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
57/2024
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2024
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
