Implementasi Asas Erga Omnes Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Nurul Lutfia Hasnur/742352019155 - Personal Name
Skripsi ini membahas tentang putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-
XVIII/2020 Tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020.yang menajdi
permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana penerapan asas erga omnes dalam
implementasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Tentang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, hal apa yang menjadikan sehinggah tidak
terhadap efektivitas dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-
XVIII/2020 Tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terkait penerapan Asas
Erga Omnes tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan Asas Erga
Omnes dalam putusan Mahkamah Konstitusi dan hal yang menjadikan tidak
efektivnya penerapan Asas Erga Omnes terhadap suatu putusan Mahkamah
Konstitusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Asas Erga Omnes dalam
putusan Mahkamah Konstitusi belum terimplementasikan dengan baik karna belum
menemukan konsep ideal dan masih banyaknya putusan Mahkamah Konstitusi yang
di diamkan dan tidak ditangani sehinggah putusan yang sudah bersifat fainal tersebut
menjadi mengambang. Sehinggah menimbulkan tidak efektivnya dari penerapan asas
tersebut karna antara teori dan praktik sangat berbanding terbalik. Sehinggah
menimbulkan suatu perbuatan melawan hukum karena dalam putusan Mahkamah
mempunyai ketentuan yang bersifat fainal jika hal tersebut terjadi dan menimbulkan
suatu permasalahan yang berdampak besar maka konsekuensi jika putusan
Mahkamah Konstitusi tidak di patuhi dan dilaksakan hal itu di luar dari tanggung
jawab Mahkamah Konstitusi, Jika di kemudian hari justru terjadi kerugian atas
tindakan aparat pemerintah tersebut, maka pemerintahlah yang justru harus
mempertanggungjawabkan secara perseorangan (personal liability).
A. Kesimpulan
1. Penerapan Asas Erga Omnes dalam putusan Mahkamah Konstitusi putusan
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja antara asas dan teori tidak tidak berjalan beriringan
sehinggah putusan tersebut tidak terimplemetasi dengan baik seperti yang di
jelaskan dalam berbagai jurnal dan media berita menjelaskan sebagian
masyarakat berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang cipta kerja tersebut tidak memberikan mamfaat melainkan hanya
memberikan penyiksaan bagi masyarakat. Hal ini yang menjadikan peneliti
menyimpulkan bahwa penerapan dari asas erga omnes dalam putusan
Mahkamah Konstitusi tidak di patuhi oleh masyaratakat.
2. Dalam analisi ini penelitik menarik kesimpulan bahwa dalam penerapan asas
erga omnes di Indonesia tidak efektif karna tehnik dan penyusunan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tidak akuntabel
dan partisifasif sehinggah bertentangan dengan budaya hukum serta tehnik
dan tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia menjadi sangat bertolak belakang antara realitasnya. Hal tersebut di
dilansir dari berbagai Media berita online yang kemudian di analisis oleh
peneliti sehinggah menimbulkan kesimpulan bahawa perbuatan tersbut adalah
upaya melawan hukum dan ketika terjadi permasalahan maka Mahkamah
Konstitusi tidak bertanggung jawab dengan hal tesebut.
B. Saran
1. Rekonstruksi prosedur dan sistem judicial review dapat dilakukan dengan
menata penempatan Asas Erga Omnes dengan merevisi Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan frasa “kategori Asas Erga
Omnes”. Asas ini penting untuk menegaskan bahwa sifat final putusan
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan standar putusan final lembaga
peradilan dalam dunia internasional. Dan untuk memaksimalkan kepatuhan
adressat terhadap putusan Mahkamah Konstituis masih membutuhkan
upaya revitalisasi.
2. Mahkamah Konstitusi sebenarnya membutuhkan organ atau aparat khusus
yang bertugas sebagai lembaga eksekutorial, atau aparat yang bertugas
melaksanakan putusanya. Ke depannya, Mahkamah Konstitusi sebaiknya
tidak hanya sekedar memiliki kewenangan yang besar dalam hal pengujian
konstitusionalitas, melainkan juga harus dibekali kewenangan untuk
mengawasi putusannya, artinya putusan final harus disertai dengan judicial
order yang di arahkan kepada perorangan ataupun institusi Negara.
XVIII/2020 Tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020.yang menajdi
permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana penerapan asas erga omnes dalam
implementasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 Tentang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, hal apa yang menjadikan sehinggah tidak
terhadap efektivitas dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-
XVIII/2020 Tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terkait penerapan Asas
Erga Omnes tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan Asas Erga
Omnes dalam putusan Mahkamah Konstitusi dan hal yang menjadikan tidak
efektivnya penerapan Asas Erga Omnes terhadap suatu putusan Mahkamah
Konstitusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Asas Erga Omnes dalam
putusan Mahkamah Konstitusi belum terimplementasikan dengan baik karna belum
menemukan konsep ideal dan masih banyaknya putusan Mahkamah Konstitusi yang
di diamkan dan tidak ditangani sehinggah putusan yang sudah bersifat fainal tersebut
menjadi mengambang. Sehinggah menimbulkan tidak efektivnya dari penerapan asas
tersebut karna antara teori dan praktik sangat berbanding terbalik. Sehinggah
menimbulkan suatu perbuatan melawan hukum karena dalam putusan Mahkamah
mempunyai ketentuan yang bersifat fainal jika hal tersebut terjadi dan menimbulkan
suatu permasalahan yang berdampak besar maka konsekuensi jika putusan
Mahkamah Konstitusi tidak di patuhi dan dilaksakan hal itu di luar dari tanggung
jawab Mahkamah Konstitusi, Jika di kemudian hari justru terjadi kerugian atas
tindakan aparat pemerintah tersebut, maka pemerintahlah yang justru harus
mempertanggungjawabkan secara perseorangan (personal liability).
A. Kesimpulan
1. Penerapan Asas Erga Omnes dalam putusan Mahkamah Konstitusi putusan
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja antara asas dan teori tidak tidak berjalan beriringan
sehinggah putusan tersebut tidak terimplemetasi dengan baik seperti yang di
jelaskan dalam berbagai jurnal dan media berita menjelaskan sebagian
masyarakat berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang cipta kerja tersebut tidak memberikan mamfaat melainkan hanya
memberikan penyiksaan bagi masyarakat. Hal ini yang menjadikan peneliti
menyimpulkan bahwa penerapan dari asas erga omnes dalam putusan
Mahkamah Konstitusi tidak di patuhi oleh masyaratakat.
2. Dalam analisi ini penelitik menarik kesimpulan bahwa dalam penerapan asas
erga omnes di Indonesia tidak efektif karna tehnik dan penyusunan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tidak akuntabel
dan partisifasif sehinggah bertentangan dengan budaya hukum serta tehnik
dan tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia menjadi sangat bertolak belakang antara realitasnya. Hal tersebut di
dilansir dari berbagai Media berita online yang kemudian di analisis oleh
peneliti sehinggah menimbulkan kesimpulan bahawa perbuatan tersbut adalah
upaya melawan hukum dan ketika terjadi permasalahan maka Mahkamah
Konstitusi tidak bertanggung jawab dengan hal tesebut.
B. Saran
1. Rekonstruksi prosedur dan sistem judicial review dapat dilakukan dengan
menata penempatan Asas Erga Omnes dengan merevisi Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi dengan menambahkan frasa “kategori Asas Erga
Omnes”. Asas ini penting untuk menegaskan bahwa sifat final putusan
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan standar putusan final lembaga
peradilan dalam dunia internasional. Dan untuk memaksimalkan kepatuhan
adressat terhadap putusan Mahkamah Konstituis masih membutuhkan
upaya revitalisasi.
2. Mahkamah Konstitusi sebenarnya membutuhkan organ atau aparat khusus
yang bertugas sebagai lembaga eksekutorial, atau aparat yang bertugas
melaksanakan putusanya. Ke depannya, Mahkamah Konstitusi sebaiknya
tidak hanya sekedar memiliki kewenangan yang besar dalam hal pengujian
konstitusionalitas, melainkan juga harus dibekali kewenangan untuk
mengawasi putusannya, artinya putusan final harus disertai dengan judicial
order yang di arahkan kepada perorangan ataupun institusi Negara.
Ketersediaan
| SSYA20230148 | 148/2023 | Perpustakaan Pusat | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri
-
No. Panggil
148/2023
Penerbit
IAIN BONE : Watampone., 2023
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
Skripsi Syariah
Informasi Detil
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain
